Materi Pai Ix Menelusuri Tradisi Islam Di Nusantara

Jauh sebelum Islam masuk dan meningkat di Nusantara, penduduk sudah memiliki keanekaragaman budaya dan tradisi. 

Bahkan sebelum agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia penduduk sudah memiliki keyakinan terhadap benda-benda alam dan ruh nenek moyang. 

Kepercayaan terhadap benda-benda alam dan ruh nenek moyang ini besar lengan berkuasa pada pola kehidupan masyarakat. 

Banyak upacara ritual dijalankan sebelum melaksanakan aktivitas tertentu. Misalnya ritual sebelum melaksanakan hajatan, kelahiran, perkawinan, selesai hidup dan lain sebagainya. 

Tradisi ini mereka kerjakan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. 

Mereka patuh melaksanakan tradisi tersebut lantaran berasumsi bila terjadi pelanggaran akan mendapat kutukan dari arwah nenek moyang yang hasilnya akan menghadirkan tragedi di tengah-tengah masyarakat. 

Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia tidak menyebabkan tradisi-tradisi tersebut musnah, justru kian berkembang dan berkembang. 

Hal ini dikarenakan imbas agama Hindu-Buddha menyesuaikan dengan tradisi-tradisi di masya-rakat. 

Bentuk penyesuaiannya merupakan dengan merubah cara-cara upacara ritual sehingga sesuai dengan nilai-nilai aliran Hindu-Buddha. 

Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha dari India ke Nusantara lewat proses pembiasaan dengan keadaan kehidupan masyarakat. 

Tentu saja pembiasaan ini tanpa menetralisir unsur orisinil budaya di Nusantara. 

Di antara imbas kebudayaan Hindu-Buddha dalam kebudayaan Indonesia, misalnya terlihat pada seni rupa dan seni ukir. 

Di bidang seni rupa dan seni ukir ini terlihat pada relief atau seni ukir pada dinding-dinding candi. 

Sebagai contoh, pada relief Candi Borobudur terlihat adanya bahtera bercadik yang merupakan citra pelaut nenek moyang bangsa Indonesia. 

Terdapat pula relief yang menggambarkan riwayat sang Buddha sekaligus ada citra lingkungan alam Indonesia. 

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha juga terlihat pada bidang seni bangunan, misalnya pada bentuk bangunan candi. 

Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para tuhan dengan bentuk stupa. 

Sedangkan di Indonesia, candi selain selaku tempat pemujaan, juga berfungsi selaku makam raja atau untuk tempat menyimpan debu mayit raja yang sudah meninggal. 

Candi ini selaku tanda penghormatan penduduk terhadap sang raja. 

Di atas makam sang raja biasanya diresmikan patung raja yang mirip dengan tuhan yang dipujanya. 

Hal ini selaku perpaduaan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman dan pemujaan ruh nenek moyang di Indonesia. 

Sehingga, bentuk bangunan candi di Indonesia kebanyakan merupakan punden berundak, yakni bangunan tempat pemujaan ruh nenek moyang. 

Contoh ini sanggup dilihat pada bangunan candi Borobudur.


Akulturasi merupakan proses percampuran antara unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain sehingga terbentuk kebudayaan yang gres tanpa menetralisir sama sekali ciri khas masing-masing kebudayaan lama. 

Kedatangan aliran Islam di Nusantara juga mengalami proses akulturasi dengan kebudayaan Nusantara di saat itu. 

Bentuk budaya selaku hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak cuma bersifat kebendaan atau material tetapi juga menyangkut sikap penduduk Indonesia. 

Budaya ini kemudian dipahami dengan perumpamaan budaya Islam. 

Budaya Islam merupakan segala jenis bentuk cipta, rasa, dan karsa yang berasal dan meningkat dalam penduduk serta sudah mendapat imbas dari Islam. 

Budaya dalam persepsi Islam merupakan suatu tata nilai dan tradisi yang meningkat dari aliran Islam. 

Tata nilai tersebut merupakan hasil penterjemahan dari pokok-pokok aliran dan hadis dalam kehidupan nyata. 

Sedangkan yang dimaksud dengan tradisi Islam merupakan kebiasaan atau budbahasa istiadat yang dijalankan turun temurun oleh masyarakat, dan di dalamnya mengandung ajaran-ajaran Islam. 

Islam sesungguhnya membuka diri terhadap budaya-budaya dari luar Islam. 

Islam mempersilakan siapapun untuk berpendapat, mengemukakan ide dan gagasan, ataupun bikin budayabudaya tertentu, asalkan sesuai prinsip-prinsip selaku berikut. 

a. Tidak melanggar ketentuan aturan halal-haram. 

b. Mendatangkan mashlahat (kebaikan) dan tidak menyebabkan mafsadat (kerusakan). 

c. Sesuai dengan prinsip al-Wala` (kecintaan yang cuma terhadap Allah Swt. dan apa saja yang dicintai Allah Swt.) dan al-Bara` (berlepas diri dan tidak suka dari apa saja yang dibenci oleh Allah Swt.). 


Ketiga prinsip di atas menjadi pedoman baku bagi umat Islam dalam berinteraksi dengan budaya-budaya lain di luar Islam. 

Berlandaskan ketiga prinsip tersebut akan lahir suatu kebudayaan Islam yang memiliki ciri khusus, yakni budaya yang berasaskan tauhid terhadap Allah Swt. 

Kita dipersilakan untuk berinteraksi maupun mengambil faedah dari budaya bangsa-bangsa lain, selama ketiga prinsip di atas tidak dilanggar. 

Kesenian tergolong dalam unsur kebudayaan, lantaran perwujudan dari kebudayaan tidak terlepas dari hasil olah pikir dan sikap insan lewat bahasa, pergaulan, dan organisasi sosial. 

Kesenian merupakan salah satu media paling gampang diterima dalam penyebaran Islam. 

Salah satu buktinya merupakan penyebaran Islam dengan menggunakan media wayang kulit dan gamelan mirip yang dijalankan Sunan Kalijaga.


Berikut ini merupakan seni budaya Nusantara yang sudah mendapat imbas dari aliran Islam. 

1. Nama-Nama Bulan dalam Jawa 

Masuknya Islam ke Indonesia, menenteng imbas pada metode penanggalan. Islam menggunakan kalender Hijriah yang berpatokan pada perputaran bulan. 

Bentuk akulturasi antara penanggalan Islam dengan penanggalan Jawa sanggup terlihat pada penamaan bulan selaku berikut:

Jauh sebelum Islam masuk dan meningkat  di Nusantara Materi PAI IX Menelusuri Tradisi Islam di Nusantara

2. Seni Bangunan Masjid 

Wujud akulturasi terlihat dalam bangunan masjid kuno, yakni dilihat dari bentuk bangunan, menara dan letak masjid. 

Kebanyakan bentuk bangunan masjid di Indonesia khususnya di Jawa berupa mirip pendopo yang berupa bujur sangkar. 

Selain itu atap masjid berupa tumpang. Atap tersebut tersusun ke atas kian kecil dan tingkat teratas disebut dengan limas. 

Jumlah tumpang biasanya gasal. 

Bentuk masjid mirip ini disebut dengan meru. Bentuk tumpang ini merupakan akulturasi dengan Hindu, di mana pura milik orang Hindu berupa tumpang. 

Bentuk atap ini sungguh berlainan dengan masjid-masjid di Timur Tengah. Menara berfungsi selaku tempat menyerukan azan. 

Bentuk akulturasi ini terlihat pada menara Masjid Kudus yang yang dibikin dari terakota yang tersusun mirip candi, sedangkan di Banten bentuk menara mirip mercusuar di Eropa. 

Selain bentuk masjid dan menara, letak masjid juga memiliki ciri khusus. 

Kebanyakan masjid di Indonesia terletak di sebelah barat alun-alun istana atau keraton. Selain itu masjid juga ditaruh erat dengan makam, khususnya makam raja-raja. 


3. Seni Ukir dan Kaligrafi

Seni ukir yang dimaksud merupakan seni ukir hias untuk dekorasi masjid, bangunan makam di potongan jirat, nisan, cungkup dan tiang cungkup. 

Seni ukir hias ini antara lain berupa dedaunan, motif bunga (teratai), bukit-bukti karang, panomara alam, dan gesekan kaligrafi. 

Kaligrafi merupakan seni menulis indah dengan merangkaikan huruf-huruf Arab atau ayat suci , hadis, asma Allah Swt., shalawat maupun katakata hikmah sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Kaligrafi Islam sering disebut dengan perumpamaan khat. 

Kaligrafi selaku motif dekorasi sanggup ditemui di masjid-masjid kuno, mirip ukir-ukiran yang terdapat pada masjid di Jepara dan sekitarnya. 

Bahkan masjid-masjid kini juga banyak ditemui goresan pena kaligrafi, mirip pada potongan dalam dan luar masjid, dinding, mimbar bahkan di tiang-tiangnya. 


4. Seni Tari 

Di beberapa kawasan di Indonesia terdapat bentuk-bentuk tarian yang berhubungan dengan bacaan shalawat. 

Misalnya pada seni rebana dibarengi dengan tari-tarian Zipin, bacaan shalawat dengan menggunakan lagu-lagu tertentu. 

Tari Zipin merupakan suatu tarian yang mengiringi musik qasidah dan gambus. 

Tari Zipin diperagakan dengan gerak badan yang indah dan lincah. Musik yang yang mengiringinya berirama padang pasir atau kawasan Timur Tengah. 

Tari Zipin biasa dipentaskan pada upacara atau perayaan tertentu misalnya: khitanan, janji nikah dan perayaan hari besar Islam lainnya. Disamping Tari Zipin, ada Tari Seudati dari Aceh. 

Tarian ini sering disebut tari Saman. Seudati berasal dari kata Syaidati yang mempunyai arti permainan orang-orang besar. 

Disebut selaku Tari Saman lantaran mula-mula permainan ini dimainkan oleh delapan orang. Saman berasal dari bahasa Arab yang artinya delapan. 

Dalam tari Seudati para penari menyanyikan lagu tertentu yang berupa shalawat. 


5. Seni Musik 

Kebudayaan Islam kita juga mengenal seni musik berupa rebana, hadrah, qasidah, nasyid dan gambus yang melantunkan lagu-lagu dengan syair Islami. 

 Hadrah merupakan salah satu jenis alat musik yang bernafaskan Islam. Seni bunyi yang diiringi dengan rebana (perkusi dari kulit hewan) selaku alat musiknya. 

Sedang lagu-lagu yang dibawakan merupakan lagu yang bernuansa Islami yakni mengenai kebanggaan terhadap Allah Swt. dan pujian terhadap Nabi Muhammad saw. 

Pada zaman kini kesenian hadrah biasanya hadir di saat program pernikahan, akikahan atau sunatan. Qasidah artinya suatu jenis seni bunyi yang memperlihatkan nasihatnasihat keislaman. 

Lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasihat-nasihat, shalawat terhadap Nabi dan doadoa. Biasanya qasidah diiringi dengan musik rebana. 

Sejarah pertama kali penggunaan musik rebana merupakan di saat Rasulullah saw. hijrah dari Mekah menuju Madinah. 

Sesampainya di Madinah Rasulullah saw. disambut dengan semarak di Madinah dengan lantunan musik rebana. 


6. Seni Pertunjukan 

Seni pertunjukkan wayang kulit merupakan perpaduan kebudayaan Jawa dengan unsur keislaman. 

Bagi orang Jawa, wayang bukan cuma selaku tontonan, tetapi juga wejangan (nasihat-nasihat) lantaran sarat dengan pesan-pesan moral yang menjadi filsafat hidup orang Jawa. 

Pertunjukan wayang diiringi oleh seperangkat alat musik gamelan. 

Wayang pada mulanya dibentuk dari kulit kerbau, hal ini dimulai pada zaman Raden Patah. 

Dahulunya lukisan mirip bentuk manusia, kemudian para wali merubah bentuknya. Dari yang semula lukisan parasnya menghadap lurus kemudian agak dimiringkan. 

Sumber dongeng dalam mementaskan wayang diilhami dari Kitab Ramayana dan Mahabarata. 

Tentunya para Wali menggantinya menjadi ceritacerita keislaman, sehingga tidak ada unsur kemusyrikan di dalamnya. 

Salah satu lakon yang beken dalam pewayangan ini merupakan Jimas Kalimasada yang dalam Islam diterjemahkan menjadi Jimad Kalimat Syahadat. 


7. Seni Sastra 

Seni sastra yang meningkat pada zaman Islam biasanya meningkat di kawasan sekitar Selat Malaka (daerah Melayu) dan di Jawa. 

Ditinjau dari corak dan isinya, kesusastraan zaman Islam dibagi menjadi beberapa jenis. 

Meskipun pembagian itu tidak sanggup dijalankan secara tegas lantaran sering terjadi suatu naskah sanggup dimasukkan ke dalam dua golongan sekaligus. 

Jenis-jenis karya sastra yang cocok dengan aliran Islam di antaranya selaku berikut. 

a) Babad 

Babad merupakan dongeng yang sengaja diubah selaku dongeng sejarah. Dalam babad, tokoh, tempat, dan insiden nyaris semua ada daIam sejarah, tetapi penggambarannya dijalankan secara berlebihan. Babad merupakan adonan antara fakta sejarah, mitos dan kepercayaan. 

Contohnya Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Mataram, Babad Surakarta, Babad Giyanti, dan Babad Pakepung. 

Di kawasan Melayu, babad dipahami dengan nama sejarah sarasilah (silsilah) atau tambo, yang juga diberi judul hikayat. Contohnya Tambo Minangkabau, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Hikayat Sarasilah Perak. 

b) Hikayat 

Hikayat merupakan dongeng atau dongeng yang biasanya sarat dengan keajaiban dan keanehan. Tidak jarang hikayat berpangkal pada tokoh-tokoh sejarah atau insiden yang betul-betul terjadi. 

Di antara hikayat yang beken merupakan hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat 1001 malam, Hikayat Bayan Budiman dan lain-lain. 

c) Suluk 

Suluk merupakan kitab-kitab yang menguraikan soal tasawuf. Kitab suluk sungguh rnenarik lantaran sifatnya pantheisme, yakni menerangkan mengenai bersatunya insan dengan Tuhan (manunggaling kawulo lan Gusti). Pujangga-pujangga kerajaan dan para wali yang menciptakan karya-karya sastra jenis suluk merupakan mirip di bawah ini. 

a) Sunan Bonang meningkatkan ilmu suluk dalam bentuk puisi yang dibukukan dalam Kitab Bonang. 

b) Hamzah Fansuri menciptakan karya sastra dalam bentuk puisi yang bernafaskan keislaman, misalnya Syair Perahu dan Syair Dagang. 

c) Syekh Yusuf, seorang ulama Makassar yang diangkat selaku pujangga di kerajaan Banten, sukses menulis beberapa buku mengenai tasawuf. 


8. Kesenian Debus 

Kesenian debus difungsikan selaku alat untuk menghidupkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah. 

Debus merupakan seni bela diri untuk memupuk rasa yakin diri dalam menghadapi musuh. Kesenian ini mempertunjukkan agresi kekebalan badan terhadap benda-benda tajam. 

Filosofi dari kesenian ini merupakan kepasrahan terhadap Allah Swt. yang menyebabkan mereka memiliki kekuatan untuk menghadapi bahaya.


Tradisi merupakan kebiasaan atau budbahasa istiadat yang dijalankan turun temurun oleh masyarakat. Sebagaimana dikenali bahwa sebelum Islam datang, penduduk Nusantara sudah mengenal aneka macam keyakinan dan memiliki beraneka ragam tradisi lokal. 

Melalui kehadiran Islam maka keyakinan dan tradisi di Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-nilai Islam. 

Karenanya muncullah tradisi Islam Nusantara selaku bentuk akulturasi antara aliran Islam dengan tradisi setempat Nusantara. 

Tradisi Islam di Nusantara digunakan selaku metode dakwah para ulama zaman itu. Para ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang sudah ada di masyarakat. 

Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi tersebut, dengan prospek penduduk tidak merasa kehilangan budbahasa dan aliran Islam sanggup diterima. 

Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam berkembang dan meningkat di Nusantara. Tradisi ini sungguh berharga bagi penyebaran Islam di Nusantara. 

Untuk itulah, kita selaku generasi muda Islam mesti bisa merawat, melestarikan, meningkatkan dan menghargai hasil karya para ulama terdahulu. 

Mengingat zaman terbaru kini ini ada sebagian golongan yang mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. 

Mereka yang mengharamkan berargumentasi pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada. 

Mereka yang mengijinkan dengan dasar bahwa tradisi tersebut digunakan selaku fasilitas dakwah dan tidak berlawanan dengan syariat Islam. 

Kita selaku generasi penerus Islam kita mesti bijaksana dalam menanggapi tradisi tersebut. Memang mesti diakui ada tradisi-tradisi setempat yang tidak cocok dengan Islam. 

Tradisi mirip ini mesti kita tolak, dan buang agar tidak ditiru oleh generasi berikutnya. 

 Para ulama dan wali pada zaman dulu pasti sudah memikirkan tradisi-tradisi tersebut dengan sungguh matang baik dari sisi madharatmafsadat maupun halal-haramnya. 

Mereka sungguh paham aturan agama, sehingga sulit dipercayai mereka bikin tradisi tanpa pertimbanganpertimbangan tersebut. 

Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang meningkat hingga di saat ini. Semuanya merefleksikan kekhasan kawasan atau tempat masing-masing


Berikut ini merupakan beberapa tradisi atau budaya Islam dimaksud. 

a. Halal Bihalal 

Halal bihalal dijalankan pada Bulan Syawal, berupa program saling bermaaf-maafan. Setelah umat Islam selesai puasa ramadhan sebulan sarat maka dosa-dosanya sudah diampuni oleh Allah Swt. 

Namun, dosa terhadap sesama insan belum akan diampuni Allah Swt. bila belum mendapat kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut. 

Oleh lantaran itu tradisi halal bihalal dijalankan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan kesalahan yang pernah dijalankan biar kembali terhadap !trah (kesucian). 

Tradisi ini erat kaitannya dengan perayaan Idul Fitri. Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan merupakan untuk menjalin tali silaturahim dan mempererat tali persaudaraan. 

Sampai di sekarang ini tradisi ini masih dijalankan di semua lapisan masyarakat. 

Mulai keluarga, tingkat RT hingga istana kepresidenan. Bahkan program halal bihalal sudah menjadi tradisi nasional yang bernafaskan Islam. 

Istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal itu sendiri merupakan tradisi khas bangsa Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. 

Bahkan bisa jadi di saat arti kata ini ditanyakan terhadap orang Arab, mereka akan kebingungan dalam menjawabnya. Halal bihalal selaku suatu tradisi khas Islam Indonesia lahir dari suatu proses sejarah. 

Tradisi ini digali dari kesadaran batin tokoh-tokoh umat Islam masa kemudian untuk membangun korelasi yang serasi (silaturahim) antar umat. 

Dengan program halal bihalal, pemimpin agama, tokoh-tokoh penduduk dan pemerintah akan berkumpul, saling berinteraksi dan saling bertukar informasi. 

Dari komunikasi ini akan mempererat kekeluargaan dan sanggup menyelesaikan aneka macam duduk kasus yang ada. Pada program halal bihalal siapa pun mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. 

Hal ini mengandung maksud bahwa di saat secara lahir sudah memaafkan yang ditandai dengan berjabat tangan atau mengucapkan kata maaf, maka batinnya juga mesti dengan nrimo memaafkan dan tidak lagi tersisa rasa dendam dan sakit hati. 


b. Tabot atau Tabuik 

Tabot atau Tabuik, merupakan upacara tradisional penduduk Bengkulu untuk mengenang kisah kepahlawanan dan selesai hidup Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad saw. 

Kedua cucu Rasulullah saw. ini gugur dalam pertempuran di Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M). 

Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syaikh Burhanuddin yang dipahami selaku Imam Senggolo pada tahun 1685. 

Syaikh Burhanuddin menikah dengan perempuan Bengkulu kemudian keturunannya disebut selaku keluarga Tabot. 

Upacara ini dilaksanakan dari 1 hingga 10 Muharram (berdasar kalendar Islam) setiap tahun. Istilah Tabot berasal dari kata Arab, “tabut”, yang secara harlah mempunyai arti kotak kayu atau peti. 

Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dipahami di Bengkulu. 

Namun, disangka kokoh tradisi ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. 

Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di potongan selatan India. 


c. Kupatan (Bakdo Kupat) 

Di Pulau Jawa bahkan sudah meningkat ke daerah-daerah lain terdapat tradisi kupatan. Tradisi bikin kupat ini biasanya dijalankan sepekan setelah hari raya Idul Fitri. 

Biasanya penduduk berkumpul di suatu tempat mirip mushala dan masjid untuk mengadakan syukuran dengan sajian yang didominasi kupat (ketupat). 

Kupat merupakan makanan yang yang dibikin dari beras dan dikemas anyaman (longsong) dari janur kuning (daun kelapa yang masih muda). 

Sampai di sekarang ini ketupat menjadi maskot Hari Raya Idul Fitri. Ketupat memang selaku makanan khas lebaran. 

Makanan itu ternyata bukan sekadar sajian pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam tradisi Jawa. Oleh para Wali, tradisi bikin kupat itu dijadikan selaku fasilitas untuk syiar agama. 

Oleh sebagian besar masyarakat, kupat juga menjadi abreviasi atau di-jarwo dhosok-kan menjadi rangkaian kata yang cocok dengan momennya yakni Lebaran. 

Kupat merupakan abreviasi dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling memaafkan. 


d. Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta 

Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa Tengah dan Keraton Yogyakarta. 

Tradisi ini dilaksanakan dan dilestarikan selaku wujud mengenang jasa-jasa para Walisongo yang sudah sukses membuatkan Islam di tanah Jawa. 

Peringatan yang lazim dinamai Maulud Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat Syahadat). 

Tradisi ini selaku fasilitas penyebaran agama Islam yang pada mulanya dijalankan oleh Sunan Bonang. 

Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi aliran agama Islam serta setiap perubahan pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain. 

Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. 

Sebagai tuntunan bagi umat manusia, diperlukan penduduk yang tiba ke Sekaten juga memiliki motivasi untuk mendapat berkah dan meneladani Nabi Muhammad saw. 

Dalam upacara Sekaten tersebut disuguhkan gamelan pusaka peninggalan dinasti Majapahit yang sudah dibawa ke Demak. 

Suguhan ini selaku menerangkan bahwa dalam berdakwah para wali mengemasnya dengan menjalin kedekatan terhadap msyarakat. 


e. Grebeg 

Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwana ke-1. Grebeg dilaksanakan di saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. 

Grebek di Yogyakarta di adakan 3 tahun sekali yaitu: pertama grebek pasa-syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal berencana untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr, kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban dan ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta yang mengadakan pesta grebeg merupakan kota Solo, Cirebon dan Demak. 


f. Grebeg Besar di Demak 

Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun dilaksanakan di Kabupaten Demak Jawa Tengah. 

Tradisi ini dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan munculnya Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. 

Tradisi ini cukup memukau lantaran Demak merupakan sentra usaha Walisongo dalam dakwah. 

Pada mulanya Grebeg Besar dijalankan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. 

Mesjid ini diresmikan oleh Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi. Tahun berdirinya masjid ini tertulis pada potongan Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmo”. 

Pada tahun 1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikan penyempurnaan masjid Demak. Tanpa disangka hadirin yang datang sungguh banyak. 

Kesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk melaksanakan dakwah Islam. 

Jadi, tujuan semula Grebeg Besar merupakan untuk merayakan Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak. 


g. Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado 

Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, juga diselenggarakan tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid. 

Istilah Kerobok berasal dari Bahasa Kutai yang artinya berkerubun atau berkerumun oleh orang banyak. 

Tradisi Kerobok Maulid dipusatkan di halaman Masjid Jami’ Hasanuddin, Tenggarong. 

Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw., tanggal 12 Rabiul Awwal. 

Kegiatan Kerobok Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid Jami’ Hasanudin Tenggarong. 

Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan serdadu Kesultanan akan keluar dengan menenteng usung-usungan yang berisi makanan ringan cantik tradisional, puluhan bakul Sinto atau bunga rampai dan Astagona. 

Usung-usungan ini kemudian dibawa berkeliling antara Keraton dan Kedaton Sultan dan selsai di Masjid Jami’ Hasanuddin. 

Kedatangan serdadu keraton dengan menenteng Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin ini akan disambut dengan pembacaan Asrakal yang kemudian membagi-bagikannya terhadap warga penduduk yang ada di dalam Masjid. Akhir dari upacara 

Kerobok ini ditandai dengan penyampaian hikmah maulid oleh seorang ulama Lain di Kutai lain pula di Manado. 

Untuk memperingati Maulid nabi Muhammad saw. warga muslim di Kota Manado, Sulawesi Utara, menggelar tradisi pawai obor. 

Obor yang dibawa berpawai oleh ribuan  warga bikin jalan-jalan di Kota Manado terang. Bagi warga muslim setempat pawai obor sudah jadi tradisi dan dilaksanakan turuntemurun selaku simbol penerangan. 

Lebih lanjut simbol penerangan itu bermakna bahwa kelahiran Nabi Muhammad saw. merupakan menenteng aliran yang menjadi cahaya penerang keyakinan di saat insan hidup dalam kegelapan dan kemusyrikan. 


h. Tradisi Rabu Kasan di Bangka 

Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di Kabupaten Bangka setiap tahun, tepatnya pada hari rabu terakhir bulan Safar. 

Hal ini sesuai dengan namanya, yakni Rabu Kasan berasal dari Kara Rabu Pungkasan (terakhir). 

Upacara Rabu Kasan bekerjsama tidak cuma dijalankan di Bangka saja, tetapi juga di kawasan lain, mirip di Bogor Jawa Barat dan Gresik Jawa Timur. 

Pada dasarnya maksud dari tradisi ini sama, yakni untuk memohon terhadap Allah Swt. biar dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana). 

Di Kabupaten Bangka, tradisi ini dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan Merawang. 

Sehari sebelum upacara Rabu Kasan di Bangka diadakan, semua penduduk sudah mempersiapkan segala kebutuhan upacara tersebut mirip ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dikonsumsi bareng pada hari Rabu esok hari. 

Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00 WIB semua penduduk sudah hadir di tempat upacara dengan menenteng makanan dan ketupat tolak bala sebanyak jumlah keluarga masing-masing Acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid dan menghadap keluar kemudian mengumandangkan adzan. 

Lalu disusul dengan pembacaan doa bersama-sama. 

Selesai berdoa semua yang datang memukau atau melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang sudah tersedia tadi, satu persatu menurut jumlah yang dibawa sambil menyebut nama keluarganya masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan program makan bersama. 

Setelah itu, masing-masing pergi mengambil air wafak yang sudah ditawarkan untuk semua angngota keluarganya. 

Setelah selesai program ini mereka pulang dan bersilahturahmi ke tempat tinggal tetangga atau keluarganya. 


i. Dugderan di Semarang 

Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang dijalankan oleh penduduk Semarang, Jawa Tengah. Tradisi Dugderan dijalankan untuk menyambut munculnya bulan puasa. 

Dugderan biasanya diawali dengan pemberangkatan akseptor karnaval dari Balaikota Semarang. 

 Ritual dugderan akan dilaksanakan setelah shalat Asar yang diawali dengan musyawarah untuk menyeleksi permulaan bulan bulan puasa yang dibarengi oleh para ulama. 

Hasil musyawarah itu kemudian diumumkan terhadap khalayak. Sebagai tanda dimulainya berpuasa dijalankan pemukulan bedug. 

Hasil musyawarah ulama yang sudah dibacakan itu kemudian diserahkan terhadap Kanjeng Gubernur Jawa Tengah. 

Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang (Walikota Semarang) dan Gubernur tolong-menolong menghantam bedug kemudian diakhiri dengan doa. 


j. Budaya Tumpeng 

Tumpeng merupakan cara penyuguhan nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Nasi tumpeng biasanya berupa nasi kuning, atau nasi uduk. 

Cara penyuguhan nasi ini khas Jawa atau penduduk Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibentuk pada di saat kenduri atau perayaan suatu insiden penting. 

Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia. 

Tumpeng biasa dihidangkan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. 

Ada tradisi tidak tertulis yang mengusulkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang dituakan dari orang-orang yang hadir. 

Ini dimaksudkan untuk mengobrol rasa hormat terhadap orang tersebut. Saat ini budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia


Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2015. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas IX. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.

Related : Materi Pai Ix Menelusuri Tradisi Islam Di Nusantara

0 Komentar untuk "Materi Pai Ix Menelusuri Tradisi Islam Di Nusantara"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close