Hukum Nikah Siri Dalam Islam

 Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta Hukum Nikah Siri Dalam Islam
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala shalawat dan salam mudah-mudahan tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga sobat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.

Akhir-akhir ini ramai dibicarakan ihwal nikah siri. Pasalnya, pemerintah sudah mempersiapkan  Rancangan Undang Undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang membahas nikah siri, poligami dan kawin kesepakatan . 

Dalam RUU tersebut, nikah siri dianggap ilegal sehingga pasangan yang menjalani ijab kabul versi itu akan dipidanakan, diantaranya yakni kurungan optimal 3 bulan dan denda optimal Rp 5 juta.  Sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. 

Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai hukuman pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara.

Oleh karenanya, Rancangan Undang Undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan di atas ditolak oleh banyak kalangan, alasannya akan menenteng imbas yang buruk dan secara tidak pribadi akan kian menyuburkan pelacuran. Bagaimana sebetulnya persepsi Islam ihwal Nikah Siri ?

Siri secara etimologi bermakna sesuatu yang tersembunyi, rahasia, pelan-pelan. ( Ibnu al Mandhur, Lisan al Arab : 4/ 356 )

Kadang Siri juga diartikan zina atau mengerjakan korelasi seksual, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa ta'ala :

وَلَـكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا

“ Tetapi janganlah kau menghasilkan perjanjian untuk berzina ( atau mengerjakan korelasi seksual ) dengan mereka  “ ( Qs Al Baqarah : 235 )

Sirran pada ayat di atas  menurut rekomendasi sebagian ulama bermakna : berzina atau jalankan korelasi seksual. Pendapat ini diseleksi Jabir bin Zaid, Hasan Bashri, Qatadah, AnNakh’i, Ad Dhohak, Imam Syafi’i dan Imam Thobari.  ( Tafsir al Qurtubi : 3/126 ) . Pendapat ini dikuatkan dengan salah satu syi’ir yang disebutkan oleh Imru al Qais :

ألا زعمت بسباسة اليوم أنني      كبرت و لا أحسن السر أمثالى

“ Basbasah hari ini mengklaim bahwa saya sudah bau tanah dan orang sepertiku ini tidak dapat lagi mengerjakan korelasi seksual dengan baik.  “


Nikah Siri dalam persepsi masyarakat  mempunyai  tiga pemahaman :

Pengertian Pertama : Nikah Siri yakni ijab kabul yang dilaksanakan secara sembunyi –sembunyi  tanpa wali dan saksi. Inilah pemahaman yang pernah diungkap oleh Imam Syafi’I di dalam kitab Al Umm  5/ 23,

أخبرنا مَالِكٌ عن أبي الزُّبَيْرِ قال أتى عُمَرُ بِنِكَاحٍ لم يَشْهَدْ عليه إلَّا رَجُلٌ وَامْرَأَةٌ فقال هذا نِكَاحُ السِّرِّ وَلَا أُجِيزُهُ وَلَوْ كُنْت تَقَدَّمْت فيه لَرَجَمْت

“ Dari Malik dari Abi Zubair berkata bahwa suatu hari Umar dilapori ihwal ijab kabul yang tidak disaksikan kecuali seorang pria dan seorang perempuan, maka dia berkata : “ Ini yakni nikah sirri, dan saya tidak membolehkannya, kalau saya mengetahuinya, pasti akan saya rajam ( pelakunya ) “

Atsar di atas dikuatkan dengan hadist Abu Hurairah ra :

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن نكاح السر‏

“ Bahwa nabi Muhammad saw melarang nikah siri “ ( HR at Tabrani di dalam al Ausath dari Muhammad bin Abdus Shomad bin Abu al Jirah yang belum pernah disinggung oleh para ulama, adapaun rawi-raiwi yang lain seluruhnya tsiqat ( terpecaya ) (Ibnu Haitami, Majma’ az-Zawaid wal Manbau al Fawaid ( 4/ 62 ) hadist  8057 )

Pernikahan Siri dalam bentuk yang pertama ini hukumnya tidak sah.

Pengertian Kedua : Nikah Siri yakni ijab kabul yang didatangi oleh wali dan dua orang saksi, namun saksi-saksi tersebut dilarang mengumumkannya terhadap khayalak ramai.

Para ulama berlawanan rekomendasi ihwal aturan nikah seumpama ini :

Pendapat Pertama : menyatakan bahwa nikah seumpama ini hukumnya sah namun makruh. Ini rekomendasi secara lazim dikuasai ulama, diantaranya yakni Umar bin Khattab, Urwah, Sya’bi, Nafi’,  Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ahmad ( Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al Arabi,  : 7/ 434-435 ).  

Dalilnya yakni hadist Aisyah ra, bahwa  Rasulullah saw bersabda:

لا نِكاحَ إلا بوَلِيّ وشاهِدَيّ عَدْل

“ Tidak sah suatu ijab kabul kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil “  ( HR Daruqutni dan al Baihaqi ) Hadits ini dishohihkan oleh Ibnu Hazm di dalam (  al-Muhalla : 9/465)

Hadits di atas menampilkan bahwa suatu ijab kabul jikalau sudah didatangi wali dan dua orang saksi dianggap  sah, tanpa perlu lagi diumumkan terhadap khayalak ramai.

Selain itu, mereka juga menyampaikan bahwa ijab kabul yakni suatu komitmen mu’awadhah ( komitmen timbal balik yang saling menguntungkan ), maka tidak ada syarat untuk diumumkan, sebagaimana komitmen jual beli.

Begitu juga pengumuman ijab kabul yang dibarengi dengan tabuhan rebana  lazimnya dilaksanakan setelah selesai akad, sehingga tidak mungkin dimasukkan dalam syarat-syarat pernikahan.

Adapun perintah untuk menginformasikan yang terdapat di dalam beberapa hadist menampilkan proposal dan bukan suatu kewajiban.

Pendapat Kedua : menyatakan bahwa nikah seumpama ini hukumnya tidak sah. Pendapat ini dipegang oleh Malikiyah dan sebagian dari ulama madzhab Hanabilah ( Ibnu Qudamah, al Mughni : 7/ 435, Syekh al Utsaimin, asy-Syarh al-Mumti’ ’ala Zaad al Mustamti’, Dar Ibnu al Jauzi , 1428, cet. Pertama : 12/ 95 ). 
Bahkan ulama Malikiyah mewajibkan suaminya untuk secepatnya menceraikan istrinya, atau membatalkan ijab kabul tersebut, bahkan mereka menyatakan wajib ditegakkan had terhadap kedua mempelai jikalau mereka terbukti sudah mengerjakan korelasi seksual. 

Begitu juga kedua saksi wajib diberikan ragu-ragu jikalau memang sengaja untuk merahasiakan ijab kabul kedua mempelai tersebut.  ( Al Qarrafi, Ad Dzakhirah, tahqiq : DR. Muhammad al Hajji,  Beirut, Dar al Gharb al Islami, 1994, cet : pertama : 4/ 401)  Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Hatib al Jumahi, serempak Rasulullah saw bersabda :

فَصْل بَيْنَ الحلالِ والحرامِ الدفُّ والصوت

“Pembeda antara  yang halal  ( ijab kabul ) dan yang haram  ( perzinaan ) yakni gendang rebana dan suara  “ ( HR an Nasai dan al Hakim dan dia menshohihkannya serta dihasankan yang lain )

Diriwayatkan dari Aisyah ra, serempak Rasulullah saw bersabda :

أعلنوا النكاح، واجعلوه في المساجد، واضرِبُوا عليه بالدُّفِّ

“ Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan pukullah rebana untuk mengumumkannya." ( HR Tirmidzi, Ibnu Majah ) Imam Tirmidzi  berkata : Ini ialah hadits gharib hasan pada cuilan ini.


Pengertian Ketiga : Nikah Siri yakni ijab kabul yang dilaksanakan dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil serta adanya ijab qabul, cuma saja ijab kabul ini  tidak dicatatkan dalam forum pencatatan Negara, dalam hal ini yakni KUA .

Kenapa sebagian penduduk mengerjakan ijab kabul dalam bentuk ini ? Apa yang mendorong mereka untuk tidak mencatatkan ijab kabul mereka ke forum pencatatan resmi ?  Ada beberapa argumentasi yang dapat diungkap di sini, diantaranya yakni :

Faktor biaya, yakni sebagian penduduk khususnya yang ekonomi mereka menengah ke bawah merasa tidak dapat mengeluarkan duit tata kelola pencatatan yang kadang membesar dua kali lipat dari ongkos resmi.

Faktor wilayah kerja atau sekolah, yakni aturan wilayah kerjanya atau kantornya atau sekolahnya tidak mengijinkan menikah selama dia melakukan pekerjaan atau menikah lebih dari satu istri.

Faktor sosial, yakni penduduk sudah kadung menampilkan stigma negatif terhadap setiap yang menikah lebih dari satu, maka untuk menyingkir dari stigma negatife tersebut, seseorang tidak mencatatkan pernikahannya terhadap forum resmi.

Faktor-faktor lain yang memaksa seseorang untuk tidak mencatatkan  pernikahannya.

Bagaimana Hukum Nikah Siri dalam bentuk ketiga ini ?

Pertama : Menurut beling mata Syariat, Nikah Siri dalam katagori ini, hukumnya sah dan tidak berlawanan dengan pedoman Islam, alasannya syarat-syarat dan rukun ijab kabul sudah terpenuhi.

Kedua : Menurut beling mata aturan positif di Indonesia dengan merujuk pada RUU Pernikahan di atas, maka nikah siri seperti ini dikenakan ragu-ragu hukum.

Pertanyaannya yakni kenapa Negara menampilkan ragu-ragu terhadap para pelaku nikah siri dalam katagori ketiga ini ? Apakah syarat sah ijab kabul mesti dicatatkan terhadap forum pencatatan ? Bagaimana status  forum pencatatan ijab kabul dalam beling mata Syari’at ?

Kalau kita menengok sejarah Islam pada masa lalu, ternyata tidak  didapatkan riwayat bahwa pemerintahan Islam menampilkan ragu-ragu terhadap orang yang menikah dan belum melaporkan terhadap Negara. 

Hal itu, mungkin saja belum ada forum pemerintahan yang secara khusus menanggulangi pencatatan problem pernikahan, alasannya dianggap belum diperlukan. Dan memang ijab kabul bukanlah urusan Negara namun ialah hak setiap individu, serta ialah sunah Rasulullah saw.

Namun, beriring dengan pertumbuhan zaman dan permasalahan penduduk kian komplek, maka dikehendaki penertiban-penertiban terhadap korelasi antar individu di dalam masyarakat. 

Maka, secara lazim Negara berhak menghasilkan aturan-aturan yang mengarah terhadap maslahat umum, dan Negara berhak menampilkan ragu-ragu terhadap orang-orang yang melanggarnya. Hal itu sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi :

تصرف الراعي منوط بمصلحة الرعية

“ Kebijaksanaan pemimpin mesti mengarah terhadap maslahat penduduk “ ( As Suyuti, al Asybah wa An-Nadhair, Bierut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1993, Cet. Pertama,  hlm : 121  )

Maka, dalam ini, intinya Negara berhak untuk menghasilkan peraturan mudah-mudahan setiap orang yang menikah, secepatnya melaporkan terhadap forum pencatatan pernikahan. 

Hal itu dimaksudkan mudah-mudahan setiap ijab kabul yang dilangsungkan antara kedua mempelai mempunyai kekuatan hukum, sehingga dikehendaki bisa meminimalkan adanya kejahatan, penipuan atau kekerasan di dalam rumah tangga, yang lazimnya perempuan dan belum dewasa menjadi korban utamanya.

Oleh karenanya, jikalau memang tujuan pencatatan ijab kabul yakni untuk melindungi hak-hak kaum perempuan dan belum dewasa serta untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum, maka mestinya Negara tidak mempersulit proses pencatatan ijab kabul tersebut, diantaranya yakni mengambil tindakan selaku berikut :
  • Memberikan dispensasi ongkos bagi penduduk yang tidak mampu, bukan malah memintah bayaran lebih, dengan alasan melakukan pekerjaan di luar jam kantor.
  • Membuka pelayanan pada hari-hari dimana banyak diselenggarakan program pernikahan.
  • Tidak mempersulit orang-orang yang akan menikah lebih dari satu, selama mereka bertanggung jawab terhadap anak dan istri mereka.
Tetapi jikalau ada tujuan-tujuan lain yang  tersembunyi dan tidak diungkap, maka pastinya peraturan tersebut mesti diwaspadai, khususnya jikalau terdapat indikasi-indikasi yang mengarah terhadap pelarangan orang yang ingin menikah lebih dari satu, padahal dia bisa dan sanggup berbuat adil. 

Jika keadaannya demikian, maka rancangan undang-undang tersebut sudah merambah terhadap hal-hal yang bukan wewenangnya, dan melarang sesuatu yang halal, serta sudah menginformasikan perang tehadap pedoman Islam, dan secara tidak pribadi menampilkan jalan bagi perzinahan dan prostitusi yang kian hari kian marak di negri Indonesia ini. 

Wallahu A’lam. Semoga sanggup memperbesar wawasan kita.

Related : Hukum Nikah Siri Dalam Islam

0 Komentar untuk "Hukum Nikah Siri Dalam Islam"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close