Alhamdulillah, biografi yang aku tulis selama 1,3 tahun, hasilnya diluncurkan ke publik pada Selasa (23/6/2020) di Aula Ampon Chiek Peusangan, Universitas Almuslim.
Buku tersebut mulanya berupa hasil diskusi mengenai legacy apa yang bisa ditinggalkan oleh Bang Mukhlis untuk kaum muda? Akhirnya kami sepakat bahwa kisah hidupnya mesti ditulis dalam bentuk buku. Bang Adith Adit merupakan salah satu saksi peristiwa bersejarah itu. Setelah penandatangan persetujuan kerja, sayapun mulai menyusun tor dan kemudian menggarapnya satu persatu. Menemui banyak narasumber, tergolong almarhum allahyarham Bupati Bireuen H. Saifannur. Pak Razuardi Essek juga narasumber yang menampilkan banyak kesaksian.
Setelah draft pertama rampung, aku serahkan terhadap yang bersangkutan. Dia membacanya di dalam pesawat. Tiga hari kemudian dia mengembalikan, dengan catatan-catatan. Draft kedua rampung, Bupati Saifannur ikut membacanya. Usai dibaca, ia memperbesar kisah mengenai almarhum Cut Hasan dan Umi Rabiah.
"Mukhlis adik aku yang paling absurd kerja. Dia berbakat di dunia kontruksi," katanya kala itu.
Setiap keterangan narasumber aku konfrontir. Tujuannya biar aku mendapat keterangan paling "organik".
Di belakang meja, istri aku Mutia Dewi merupakan pembaca kritis tiap bab. Dia mempertahankan kesinambungan cerita. Draft tamat dibaca oleh Bang Hendra Syah. Dia menampilkan catatan lagi. Hasil tamat kemudian diedit oleh sejawat aku Ihan Sunrise. Polisi bahasa yang luwes sekaligus kawan yang asyik dalam diskusi.
*
Petarung dari Selatan. Judul yang kami sepakati setelah diskusi panjang. Bukan selaku arah angin menyerupai lazimnya yang dipahami. Tapi mengenai "wilayah kultur" mengenai anak desa yang berada di hulu Bireuen yang kampungnya berbatas pribadi dengan lebatnya rimba kala itu.
Anak dari seorang laki-laki dan wanita cerdas dan bervisi masa depan. Walau hidup dalam kekurangan ekonomi, tetapi memiliki tekad biar seluruh putera-puterinya bersekolah setinggi mungkin.
Kala itu keduanya sudah mengerti bahwa sekolah merupakan pintu gerbang menuju dunia luar yang lebih maju. Miskin bukan penghalang, alasannya merupakan sekolah dapat dilakoni oleh siapa pun yang bersedia melakukan pekerjaan keras menamatkannya.
Mukhlis yang yatim sejak kecil mewarisi semangat ayah dan ibunya. Dengan segala keterbatasan, hidup di kampung udik, tanpa akomodasi memadai, terus memacu langkah menyemai impian. Akhirnya di saat ini kita mengenalnya selaku salah seorang pebisnis jasa kontruksi kaliber atas di Aceh. Pergaulan dan usahanya menembus sekat teritorial daerah.
Lazimnya biografi tokoh Aceh dan Melayu, kisah lebih banyak pada sejarah jejak langkah. Bukan pada hitungan matematika mengenai jumlah kekayaan. Bagi orang timur, menyebutkan angka kekayaan merupakan hal yang tabu. Menyebut nilai kekayaan merupakan sifat arogan dan tidak patut.
Buku tersebut masih jauh dari kesempurnaan. Saya tak ingin jumawa dan dihentikan jumawa. Saya pun tak ingin membuatnya selaku wahana untuk menyombongkan diri, konon lagi untuk merendahkan orang lain. Tidak ada kesempatan itu.
Bagi saya, di saat diandalkan menggarap biografi tersebut merupakan suatu kehormatan. Bang mukhlis yang merupakan pebisnis tenar tidak akan kesusahan menemui penulis yang lain yang lebih dulu tenar dengan karya-karyanya. Mengapa dia menegaskan saya? Hanya dia yang bisa menjawab. Hal paling penting akidah yang ia berikan sudah menjadi gerbang bagi aku untuk terus berkarya--bila Allah menampilkan kesempatan.
Bang Ismail Rasyid, CEO PT Trans Continent, pada suatu peluang di Deli Serdang, Sumut pada tamat 2019 pernah menyampaikan : " apabila ingin menekuni ke dunia bisnis kau mesti memiliki tiga hal. Pertama, keahlian. Kedua integritas, dan ketiga, jaringan. Selanntnya biarkan takdir yang bergerak.
Bang Hendra Syah pernah menyampaikan "Muhajir, apabila kau ingin besar, jangan rindui rezeki orang lain. Jangan iri atas pencapaian siapapun. Kamu mesti terus sekolah hingga titik paling tinggi. Jangan khianati akidah dan jangan taruh racun dalam air minum siapapun. Ingat Adikku, Allah senantiasa menyaksikan kita."
Teman aku Ahmad Mirza Safwandy juga sering bilang " Pak CEO, dalam hidup ini kiprah kita cuma dua, menjalankan yang terbaik untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Kita masih muda, tetapi bukan mempunyai arti kita akan hidup hingga usia mendekati satu abad."
Akhirnya, selamat untuk peluncuran buku biografi Bang Mukhlis. Semua kisah layak ditulis dan semua orang patut untuk diingat.
Penulis: Muhajir Juli
0 Komentar untuk "Petarung Dari Selatan (Sebuah Biografi)"