Pertama, dikala masih SD sekitar kelas 1. Belum dapat berenang. Tenggelam di Lubuk Gayo, sekitar 50 meter dari bawah Tutu Tuha.l, Teupin Mane. Kala itu, saya hampir putus asa, sebab kian menjajal berenang, kian pula tubuh ditekan ke bawah. Sumur renta di dalam sungai itu, hampir saja mengirimkan saya ke liang kubur. Alhamdulillah, di detik-detik ujung nafas, Bang Isnawi Ishak tiba-tiba timbul ke dalam lubuk. Ia menawan tangan saya ke atas. Dia menggendong saya sampai ke pinggi sungai.
Sekali lagi, setelah lulus STM, saya tidak secepatnya melanjutkan kuliah. Tapi memutuskan menjadi kernet serap truk pengangkut BBM. Kemudian beralih menjadi truck pengangkut kayu rimba hasil ilegal logging. Nah, jelang lebaran, dikala ibu sedang menghasilkan dodol di samping rumah, saya berada di bawah tubuh truck, sedang memompa gemuk sekaligus servis ringan. Ketika melepas sambungan kopling, otomatis rem tidak lagi tersambung dengan tromol. Segera saja truck mengelinding ke belakang. Kepala saya yang cuma beberapa inci dari ban depan sebelah kiri truck, hampir tergilas. Ganjal ban tidak berfungsi sama sekali.
Untung saja, dalam sekian detik itu, saya sempat memutar tubuh dan keluar dari kolong mobil.
Jalan di depan rumah saya, walau terlihat rata, sebenarnya menurun tajam. Bila dilihat sekilas, mata dapat tertipu. Semacam tipuan optik "jabal magnet" Aceh Besar.
Pada tragedi alam itu, truck masuk jurang. Saya ikut masuk jurang sebab tak tahu mesti berbuat apa, terakhir memegang tubuh truck sembari berharap ada keajaiban.
Keajaiban memang terjadi. Ban depan truck berputar dan pantat kendaraan beroda empat bergeser menuju jurang. Untung! Jikalau truck meluncur lurus ke belakang, akan banyak korban, sebab puluhan belum dewasa sedang bermain kejar-kejaran di ujung bersahabat jembatan.
Untung saja Bang Isnawi Ishak selaku pemilik truck tidak marah. Dia cuma bertanya, "Kamu tidak apa-apa, kan?" .
Penulis: Muhajir Juli
0 Komentar untuk "Dua Kali Selamat Dari Lubang Maut"