Pengertian Ibadah

 mengikut dan doa dan disebut juga dengan meyembah Allah SWT Pengertian Ibadah

BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KONSEPTUAL

A.    Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa bearti taat, tunduk, turut, mengikut dan doa dan disebut juga dengan meyembah Allah SWT. Allah berfirman sebagai berikut:
Artinya: Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S. Al-Dzariyat : 50)

Soenarjo mendefinikan ibadah yaitu kepatuhan dan ketudukan yang ditimbulkan oleh perasaaan wacana kebesaran Allah SWT, sebgai yang kuasa yang disembah lantaran keyanina bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.[1]Ibadah yaitu pola dan tataracara kekerabatan insan dengan Allah SWT semata, yang dalam bahasa agama dikenal dengan sebutan ibadah mahdah atau ibadah murni. Ibadah bentuk ini mengambil bentuk vertikal (tegak lurus dari bawah ke atas).
Menurut Amin Abdullah ibadah mahdah sanggup didefinisikan, mahdah merupakan aspek normativitas (wahyu), yang lebih menekankan aspek legalitas formalitas ekternal.[2]Dalam ibadah mahdah berlaku asa artinya tidak boleh ditambah atau dikurangi, lantaran ketentuaannya telah diatur oleh Allah sediri dan dijelaskan secara rinci oleh Rasul-Nya. Misalnya menyerupai ketentuan sholat dhuhur yaitu diwajibkan setiap orang mukmin mengerjakan empat rakaat, tidak boleh diubah menjadi tiga rakaat atau dua rakaat, kecuali ada ketentuan lain contohnya qasar, maka shalat dhuhur yang tadinya empat bias menjadi dua rakaat. Shalat subuh dua rakaat tidak boleh diubah menjadi tida rakaat atau empat rakaat, lantaran sifatnya tertutup dalam ibadah mahdah berlaku asa umum yakni sumua perbuatan ibadah dihentikan dilakukan kecuali perbuatan yang dengan tegas disuruh Allah menyerupai dicontoh rasul-Nya.
Kalau dihubungkan dengan lima kaidah (al-ahkam al-khamsah) kaidah asal ibadah yaitu haram atau larangan, artinya sesgala sesuatu atau yang berada dalam ruang lingkup ibadah khususnya ibadah kepada Allah SWT sebagaimana dicontohkan Rasulnya. Dengan demikian mustahil ada pembaharuan (tajdid, modernisasi) dalam ibadah yakni proses pembaharuan dan perombakan mengenai susunan, cara dan tatacara ibadah, yang mungkin ada halnya penggunaaan alat-alat modern dalam pelaksanaannya.[3] Campur tangan logika pikiran insan sama sekali tidak dibenarkan, lain halnya dengan mu'amalah, kaidah asalnya yaitu ibahah atau mubah, jaiz, pembolehan, sepanjang yang dilakukan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Jadi prinsip ibadah mahdah sudah ditegaska dan tercakup secara terinci dengan pedoman yang terang dan tegas dalam Al-Qur'an serta aplikasi praktisnya disebutkan dalam sunnah Rasullullah.[4]

B.    Macam-macam Ibadah
Secara garis besar ibadah sanggup digolongkan menjadi dua macam yaitu:
a.      Ibadah mahdah
Ibadah mahdah disebut juga ibadah yang ketentuannya pasti sudah ditentukan oleh Allah atau ibadah khassah yaitu ibadah murni, ibadah khusus, yakni ibadah yang ketentuan dan pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nas dan merupakan sari ibadah kepada Allah.[5] Dan tidak bisa diubah lagi oleh manusia, kita hanya menjalankan bagaimana yang telah ditentukan-Nya, menyerupai mengerjakan shalat, shalat itu sudah diwajibkan kepada insan dalam satu hari satu malam lima waktu, subuh, dhuhur, ashar, magrib,dan insya sedangkan yang lain boleh dikerjakan akan tetapi itu tidak diwajibkan. Dan selanjutnya membayar zakat, zakat itu sudah ada ketentuan dalam agama siapa-siapa saja yang harus membayarnya yakni orang mempunyai kelebihan harta benda. Dan berpuasa pada bulan ramadhan itu juga sudah ada ketentuannya yakni berpuasa pada bulan yang sudah ditentukan bahkan ada yang dihentikan berpuasa menyerupai pada kedua hari raya. Dan yang terakhir menunaikan haji, yakni diwajib bagi orang tersebut yang ada mempunyai kemampuan baik secara fisik ataupun materialnya.
b.     Ibadah ghairu mahdah
Ibadah ghairu mahdah yaitu ibadah yang berafiliasi insan yang lain contohnya sosial, politik, budaya, pendidikan lingkungan hidup, kemiskinan,dan sebagainya. Dari uraian wacana kedua ibadah ia atas M. Amin Abdullah memberi dua penertian yaitu: pertama merujuk pada aspek normatifitas, wahyu, yang dihukumi oleh kaum fuqaha' sebagai fardu ain, sedangkan penngertian yang kedua merujuk pada aspek historisitas yang tersudut pada katagori fardhu kifayah.[6]
Selanjutnya jikalau ditinjau dari segi pelaksanaannya ibadah sanggup dibagikan menjadi tigabentuk yaitu:
1.     Ibadah jasmaniah dan rohaniah yaitu panduan ibadah jasmani dan rohaniah menyerupai shalat dan puasa.
2.     Ibadah rohaniah dan maliah yaitu panduan ibadah rohani dan harta menyerupai membayar zakat.
3.     Ibadah jasmaniah, rohaniah dan maliah sekaligus, menyerupai menunaikan atau melaksanakan ibadah haji
Jika ditinjau dari segi kepentingannya ibadah ada dua  yaitu: kepentingan fardi atau perorangan, menyerupai shalat dan puasa, dan kepentingan ijtima'i atau masyarakat menyerupai zakat dan melaksanakan ibadah haji.
Ibadah ditinjau dari bentuk dan sifatnya ada lima macam yaitu:
1.     Ibadah dalam bentuk perkataan atau ekspresi (uacapan lidah) menyerupai berzikir, berdo'a tahmid, membaca Al-Qur'an.
2.     Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, menyerupai menolong orang lain, jihad, mengurus jenazah.
3.     Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya menyerupai shalat, zakat, dan haji.
4.     Ibadah  yang tatacara pelaksanaannya berbentuk menahan diri menyerupai puasa, i'tikaf dam ihram.
5.     Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, menyerupai memaafkan orang yang telah melaksanakan kesalahan terhadap dirinya dan membebaskan seseorang yang berhutang kepadanya.[7]


C.    Fungsi Pendidikan Islam dalam Meningkatkan Ibadah Masarakat
Fungsi umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam ialah  menjadikan insan sebagai abdi atau hamba Allah, agama Islam merupakan risalah samawi yang diturunkan kepada seluruh insan semenjak detik-detik pertama turunnya Islam. Tujuan strategis ini, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
?? ?? ??? ??? ????????.
Artinya: "Al-Qur'an  tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam." (at-Takwir, 81: 27).

Bahkan sebelum turun ayat ini keharusan da'wah merupakan kiprah untuk memperingatkan seluruh insan terhadap kufur dan syirik serta menyuruh mereka supaya mengagungkan dan membesarkan asma Allah, dengan meneladani Muhammad  sebagai  rasul.[8]
Dari kutipan di atas, maka difahami bahwa ayat tersebut memperlihatkan peringatan kepada insan biar selalu mengagungkan asma Allah SWT dan meneladani Nabi Muhammad saw, lantaran Nabi Muhammad saw merupakan orang yang paling baik akhlaknya, sehingga patut kita teladani terutama sekali bagi tokoh masyarakat dikarenakan merka yaitu seseorang yang sangat berperan dalam meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Di samping itu secara rinci fungsi pendidikan Islam[9] adalah: pertama,Untuk membentuk budpekerti yang mulia, lantaran budpekerti inti pendidikan Islam untuk mencapai budpekerti yang tepat harus melalui pendidikan. Kedua, Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam bukan hanya  menitikberatkan pada  keagamaan saja, atau pada keduniaan saja tetapi pada kedua-duanya. Ketiga, Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat atau lebih dikenal dengan prefosionalisme. Tujuan ini yaitu menyiapkan pelajar dari segi propesionalisme, teknikal dan pertukangan supaya sanggup menguasai profesi tertentu, dan keterampilan pekerjaan biar sanggup mencari rezeki dalam hidup di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. Keempat, menumbuhkan semangat ilmiyah pada pelajar dan memuaskan keingin tahuan (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
Secara  psikologi fungsi pendidikan Islam adalah:
1.     Pendidikan logika dan persiapan pikiran, Allah menyuruh insan untuk merenungkan insiden langit dan bumi biar sanggup beriman kepada Allah.
2.      Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat terutama pada insan lantaran Islam yaitu agama fitrah lantaran ajarannya tidak absurd dari tabi'at manusia, bahkan ia yaitu fitrah yang insan diciptakan sesuai dengannya.
3.     Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi  generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik lelaki maupun perempuan.
4.     Berusaha untuk menyeimbangkan segala potensi-potensi  dan bakat-bakat manusia.[10]
Dari ilustrasi di atas terlihat terang bahwa empat tujuan pendidikan tersebut harus dimanifestasikan dalam kehidupan manusia, lantaran keempat tujuan tersebut merupakan landasan pokok yang harus dijalankan oleh segenap insan biar bisa memotivasi sikapnya sebagai khalifah di muka bumi.

D.    Peranan Ibadah Terhadap Akhlak Masyarakat
Dalam banyak sekali kesempatan, pengajaian khutbah, kita selalu diajak biar kita selalu diajak biar kita selalu menigkatkan ketakqwaan kepada Allah. Salah satu bentuk perjuangan mencapai derajat takwa ialah menjadikan dan menempatkan hidup kita sebagai proses memperhambakan diri kepada Allah, yang merupakan kiprah dan kewajiban manusia.[11] Secara esensial penghambaan insan hanya kepada Allah yaitu penghambaan yang berupa ketaatan dan kepatuhan kita yang penuh kepada penciptaan alam semesta ini, sebagai mana firman Alla SWT sebagai berikut:
x?$?) ?7tR y?$?)ur tGnS 

Artinya: "Hanya Engkaulah yang kami sembah dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan" (Q.S. Al-Fatihah : 4)

            Dengan menempatkat seluruh hidup kita sebagai proses mencapai kedekatan kepada sang pencipta alam yang indah ini yaitu Allah SWT mengandung konsekuensi biar kita selalu meneliti setiap gerak dan langkah kita sesuai dengan kehendak Allah. Ibadah harus dilaksanakan oleh manusia, untuk melaksanakan fungsi dan misi khilafah dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara, ibadah yang demikian itu yaitu dengan cara berqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, dengan jalan menaati seluruh apa yang sudah diperintahkan dan kepada apa yang sudah dilarang-Nya.[12]
            Manusia di dunia ini selain sebagai khalifah Allah di bumi, biar insan menjalankan perintah Allah menyerupai beribadah kepada Allah, Allah menegaskan dalam firman-Nya sebagai berikut:
$pk??r't? $Y9$# (#r?6$# N3/u? ?%!$# N3s)n=s{ t%!$#ur `B N3=6s% N3=ys9 tbq)Gs?
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, biar kau bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah:21)
                
            Pada prisipnya ibadah merupakan sari fatwa Islam yang berisi penyerahan diri secara tepat pada kehendak Allah. Apabila hai ini sanggup dicapai sebagai nilai dalam sikap dan sikap manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap mengabdikan diri kepada Allah, artinya tidak akan adanya terbuka peluang sedikitpun bagi penyimpangan-penyimpangan yang sanggup merusak pengabdiaan kita kepada Allah. Penyimpangan dedikasi berarti akan merusak insan itu sendiri dan merugikan dirinya sendiri, sama sekali tidak berakibat kepada Allah. Beribadah tidaknya insan kepada Allah, tidaklah mengurangi keangunan dan kebesaran Allah sebagai pemelihara alam semesta ini.[13]
            Manusia yang telah menyatakan dirinya sebagai muslim dituntut untuk senantiasa melaksanakan ibadah sebagai tanda keikhlasan mengabdikan diri kepada Allah. Tanpa adanya ketaatan beribadah, bearti pengakuaannya sebagai muslim diragukan dan dipertanyakan. Dan jikalau kesenjangan antara akreditasi dan amal ibadah, berarti ia belum memahami sepengaruhnya konsepsi syari'ah wacana kewajiban dedikasi kepada Allah.
            Dalam syari'at Islam di ungkapkan bahwa tujuan selesai dari semua acara hidup insan yaitu dedikasi kepada Allah, lantaran Dialah wujud yang kreatif, yang telah membuat insan di muka bumi dan semesta ini. Sebagai Rabb bagi manusia, Allah tidak memebankan kewajiban beribadah di luar batas kemampuan insan itu sendiri. Melaksanakan suatu perintah Allah saja sudah bernilai ibadah, lantaran tidak satupun anjuran dan perintah Allah yang tidak bernilai ibadah. Demikian juga dengan menjauhi larangan-Nya termasuk mempunyai nilai ibadah, berdasarkan Islam  semua acara insan yang diniatkan demi kemaslahatan umat dan demi mencari ridha Allah termasuk juga salah satunya ibadah.
            Dalam kehidupan insan di dunia ini yang perlu dipahami bersama yaitu ada tiga pilar pondasi keislaman, yakni akidah, syari'ah dan budpekerti yang merupak belahan dan tidak bisa dipisahkan. Yang bisa kita lakuakan mengkin hanya sekedar pembedaan antara ketiganya, artinya secara keilmuan kita bisa membuat ketegori mana aqidah, syari'ah dan akhlak, akan tetapi dalam kehidupan kita sehari di muka bumu ini ketiganya akan menyatu secara integral. Berikut klarifikasi dari ketiga katagori di atas yaitu sebagai berikut:

a. Aqidah
Kita ketahui bahwa keyakinan yaitu kepercayaan yang timbul di dalam hati insan dan tidak sanggup dipaksakan kehadirannya, dari keyakinan ini dijabarkan beberapa unsur keimanan. Agama Islam mengandung sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktifitas pemeluknya yang disebut aqidah. Aqidah berisikan fatwa wacana apa saja yang mesti dipercayai, diyakini dan diimani oleh setiap orang. Karena Islam bersumber kepada kepercayaan dan keimanan kepada Tuhan, maka aqidah merupakan sistem kepercayaan yang mengikat insan kepada Islam.[14]
Sistem  kepercayaan  Islam  atau  aqidah dibangun atas enam  dasar keimanan  yang lazim disebut rukun Iman. Rukun Iman meliputi keimanan kepada Allah, para Malaikat, kitab-kitab, para Rasul, hari selesai serta qadha  dan qadar-Nya. Sebagai rukun Iman tersebut adalah:
??????? ?????? ????? ??????  ?????  ??????  ???????  ????  ????  ?? ???  ???  ?????  ?????  ?????????  ?????  ??????  ???????  ?????  ??? ?? ????  ???????.
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka bahu-membahu orang itu telah sesat sejauh-jauhnya."  (Q. S.  4:136).


b. Syari'ah
Syari'ah yaitu hal yang mengatur tata kehidupan muslim sehari-hari termasuk di dalamnya soal ibadah.[15]Pada dasarnya, syari�ah merumuskan wacana permasalahan yang menyangkut dengan aqidah, ibadah dan budpekerti seorang hamba kepada Tuhannya,. demikian juga mencoba meramu konteks aqidah, ibadah dan budpekerti ini dalam bentuk nilai-nilai aplikatif.
Konsep iman yang dibicarakan dalam perbuatan pada umumnya mengacu pada persoalan berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Mahmud Syaltout, yang dimaksud dengan keimanan �Mengamalkan apa-apa yang telah diamalkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya; disebut �Taqwa� lantaran mereka teguh mengikuti sunnah Nabi SAW; disebut muslimin, lantaran mereka berpegang di atas al-haq (kebenaran), tidak berselisih dalam agama, mereka terkumpul pada para imam al-haq, dan mengikuti apa yang telah menjadi akad para ulama.
Pada fitrahnya memang setiap individu itu telah diberikan hidayah kebaikan (berupa ketauhidan dan keimanan) oleh Allah SWT. Akan tetapi iman dan tauhid itu sanggup saja berubah ke arah kelunturan apabila tidak disiram dan dipupuk dengan bimbingan ke jalan menuju ke arah keimanan dan Islam.[16]Karena itu, masing-masing individu mempunyai perbedaan kemampuan, kecerdasan, karakter, latar belakang sosial ekonomi dan perbedaan tingkat usia. Dalam pelaksanaan ibadah seorang anak insan tidak pernah terjadi perbedaan, lantaran pendidikan ini selalu berpedoman secara pribadi kepada Al-Qur�an dan as-Sunnah. Apalagi para ulama fiqih berpedoman pada ayat dan hadits yang sama, sehingga tidak terjadi perbedaan pandangan dalam menentukan bagaimana cara melaksanakan amal ibadah kepada Allah.

c. Akhlak
Dan aklahk yaitu yang tertanan dalam jiwa kita yang menimbulkan perbuatan dengan mudah dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Dalam hadits Rasulullah saw juga disebutkan sebagai berikut:
???? ????: ?? ???? ??? ??? ????? ??? ???? ??? ??? ???? ???? ??? ???? ??? ???????? ??????? ? ??? ??????? ??? ????? ??????? ???? ?? ???? ??? ????.
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, Berkata Rasulullah saw bahwa: Allah telah menentukan agama Islam untuk kamu, hormatilah agama dengan budpekerti dan sikap dermawan, lantaran Islam itu tidak akan tepat kecuali yaitu budpekerti dan sikap kedermawanan.[17] (H.R. Muslim)

Berdasarkan keterangan hadits di atas, maka sanggup dipahami bahwa budpekerti merupakan salah satu landasan utama ditegakkan agama Islam. Hal ini dibuktikan dari tujuan diutusnya Rasulullah saw untuk memperbaiki budpekerti manusia. Oleh lantaran itu, bagi orang yang belum mengamalkan budpekerti mulia belum sanggup dikatakan Islamnya telah sempurna. Akan tetapi sebaliknya, orang yang telah mengamalkan budpekerti mulia, maka orang tersebut sanggup dikatagorikan sebagai umat Islam sejati.
Apabila dikaitkan hadits tersebut dengan pendidikan budpekerti sangat erat hubungannya. Sebab hadits tersebut mengajarkan insan untuk menghormati agama dengan budpekerti dan sikap dermawan. Sementara itu, sikap kedermawanan merupakan salah satu implementasi dari pendidikan akhlak, lantaran sikap gemar memberi yaitu belahan dari budpekerti yang terpuji.
Berbicara pada tatanan budpekerti tentu tidak sanggup dipisahkan dengan insan sebagai sosok ciptaan Allah yang sangat sempurna. Akhlak yaitu mutiara hidup yang membedakan makhluk insan dengan makhluk hewan. Manusia tanpa budpekerti akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang paling mulia, menjadi turun ke mertabat hewani. Manusia yang telah lari dari sifat insaniyahnya yaitu sangat berbahaya dari binatang buas.


Di dalam surat at-Tin ayat 4-6 mengajarkan bahwa:
??? ????? ??????? ?? ???? ?????? ?? ????? ???? ??????? ??? ????? ????? ?????? ???????? ???? ??? ??? ?????.
Artinya: �Sesunguhnya Kami telah membuat insan dalam bentuk yang sebaik-baiknya; kemudian Kami kembalikan ia ke daerah yang serendah-rendahnya (neraka); kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, amal bagi mereka pahala yang tidak putus-putus (Q. S. at-Tin: 4-6)

Keterangan ayat di atas menggambarkan bahwa insan sanggup saja rendah derajatnya melebihi binatang apabila tidak berakhlak. Akhlak merupakan salah satu jalan manifestasi dari keimanan, serta perjuangan untuk mengaplikasi iman dan Islam secara langsung
 Imam al-Ghazali menjelaskan budpekerti adalah:
????? ????? ?? ???? ?? ????? ????? ???? ???? ??????? ?????? ???? ?? ??? ???? ??? ??? ?????.
Artinya: Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan fikiran.[18]

Dari kutipan di atas, Imam al-Ghazali mengambarkan bahwa budpekerti yaitu suatu sifat yang mendorong seseorang untuk melaksanakan perbuatannya tanpa dilandasi oleh pertimbangan. Artinya setiap perbuatan yang baik tidak dibutuhkan pertimbangan fikiran, lantaran perbuatan tersebut memang sangat dianjurkan oleh Allah SWT dalam segala aspek kehidupan manusia.
Dikatakan Imam al-Ghazali dalam kitabnya Muqasyafatul Qulub, bahwa Allah telah membuat makhluk-Nya insan atas tiga katagori, yaitu:
1.     Allah membuat malaikat dan kepadanya diberikan logika tidak diberikan nafsu
2.     Allah menjadikan binatang tidak lengkap dengan akal, tetapi diberikan nafsu syahwat.
3.     Allah menjadikan insan lengkap dengan logika dan nafsu.[19]

Oleh lantaran itu, barang siapa yang nafsunya sanggup mengalahkan akal, maka binatang melata contohnya lebih baik darinya. Sebaliknya bila insan dengan akalnya sanggup mengalahkan nafsunya, maka derajatnya setingkat dengan malaikat.
            Keimanan merupakan keyakinan dan pokoh, yang di atasnya berdiri syari'ah termasuk di dalamnya ibadah keduanya saling menyambung serta tidak sanggup dipisahkan keduanya bagaikan buah dan pohonnya. Antara keimanan dan amaliah ibadah mempunyai kolerasi yang berpengaruh dan tidak bisa dipisahkan-pisahkan. Dengan kata lain ibadah merupakan manifentasi dari keimanan, berpengaruh dan lemah atau tebal dan tipisnya keimanan seseoarang, sanggup diukur dari intensitas amaliah ibadahnya. Samapai sejauhmana ia beribadah, disitulah ukuran lahiriah keimanannya seseorang. Hal ini merupakan titik berangkat yang dibutuhkan manakala kita akan mengklasifikasikan seseorang ke dalam golongan mukmin atau non-muslim, tanpa pembuktian itu sama sekali tidak masuk akal, akan tetapi tidak lain yaitu amal ibadah dalam situasi dan kondisi yang bagaimana adanya.
            Mengenai keterkaitan antara keimanan dan amalia ibadah bisa kita lihat dari pentingnya niat ibadah, semua amaliah insan bisa bernilai ibadah atau tidak menjadi apa sama sekali, tergantung pada motif dan niat seseorang yang menjalankannya.[20]Jadi adanya kekerabatan timbal balik antara keimanan dan ibadah, artinya jikalau iman seseorang tebal maka akan melahirkan intebsitas iabadah yang banyak maupun yang kulitas ibadah yang baik pula. Sebaiknya jikalau seseorang  rajin melaksanakan ibadah disertai niat tulus tulus lantaran Allah pasti akan mempertebakan kemanannya seseorang terhadap penciptanya yaitu Allah SWT.
            Dan kekerabatan amal ibadah dengan budpekerti yaitu sangat erat, misal seseorang yang melaksanakan shalat dengan baik, benar, khusyu', khudu', memenuhi syarat dan rukunnya, pastilah perbuatan kesehariannya akan mencerminkan budpekerti yang mulia, shalat yang dilakukan bisa membentingi terhadap dirinya dari perbuatan yang keji dan mungkar, dan akan selamatnya keimanan dimana kita berada. Dan begitu juga orang yang melaksanakan ibdah puasa yang bertujuan finalnya yaitu membentuk pribadi muttaqin, pasti akan melahirkan sikap dan tingkah laris yang terpuji yang mencerminkan sikap takwa kepada Allah.
            Kemudia ada juga ibadah yakni zakat juga diyakini sebagai perantara bagi seseorang untuk berakhlak mulia, dengan ekonomi yang baik dan berlebih seseorang dituntut untuk mengeluarkan zakat, sebagai wujud kepudulian terhadap situasi lingkungan sosial masyarakat yang kekurangan sangat membutuhkan uluran tangan dan pertolongan dari banyak sekali pihak terutama sekali bagi orang orang yang mempunyai sedikit kelebihan hartanya. Diantara fungsi zakat selain menyucikan harta benda juga bisa membuat kita lebih hidup bermasyarkat yang mempunyai rasa kebersamaan dalam kehidupan di alam ciptaan Allah.
            Demikian juga dengan ibadah haji yang dilakukan muslimin juga diharapkan bisa mencerminkan akhlakul karimah bagi yang melaksanakannya.. Cerminan sikap ibadah haji ini juga merupan indikasi bahwa haji yang bersangkutan diterima oleh Allah atau disebut dengan haji mabrul. Allah berfirman sebagai berikut:
m? 7Mt?#u MuZit/ P$s)B zO?dt/) ( `tBur &s#yzy? tb%x. $YYB#u 3 !ur ?n?t $Z9$# km Mt79$# `tB t$stG?$# m?s9) Wx?6y? 4 `tBur txx. b*s !$# ;_x `t tJn=y9$#

Artinya: Padanya terdapat gejala yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahi; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji yaitu kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(Q.S. Ali Imran: 97)

            Jika ibadah haji dilakukan oleh seseorang tidak mencerminkan budpekerti mulia dalam praktik keseharian, kita perlu mempertanyakan apakah ibadah yang dilakukan itu sudah sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an dan sunnah Nabi, apakah ibadahnya sudah memenuhi syarat dan rukunnya, apakah ibadah haji tersebut dilakukan secara tulus lantaran Allah dan bukan lantaran pamer atau motif-motif tertentu. Makara jangan serta merta menyalahkan ibadah, misal ibadah itu tidak ada gunanya, lantaran tidak mempunyai dampak apa-apa dalam kehidupan sosial masyarakat. Misalnya orang mengerjakan shalat tetapi ia tetap melaksanakan kejahatan perbuatan yang sudah terang dihentikan oleh agama misal judi, mabuk, mencuri dan dan sebagainya. Intinya jangan kita menganggap nilai ibadah itu salah tetapi kita harus cermat dan teliti bahwa seharusnya yang dislahlan yaitu pelaku ibadah yang tidak mau menghayati dan meresapi nilai-nilai ibadah, akan tetapi pelaku ibadah itu yang tidak mencerminkan akhlakul karimah.

E.    Tujuan Pendidikan Ibadah dalam Islam
Tujuan umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam ialah menjadikan insan sebagai abdi atau hamba Allah, mengingat Islam yaitu risalah samawi yang diturunkan kepada seluruh insan semenjak detik-detik pertama turunnya Islam. Tujuan strategis ini, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
? ??? ????  ???????  ? ??? ???   ???  ???????.

Artinya: �Tidak Aku ciptakan jin dan insan kecuali hanyalah untuk menyembah-Ku.� (Adz-Dzariyaat : 56)

Bahkan sebelum turunnya ayat ini keharusan pendidikan merupakan kiprah untuk memperingatkan seluruh insan terhadap kufur dan syirik serta menyuruh mereka supaya mengagungkan dan membesarkan asma Allah, dengan meneladani Muhammad  sebagai  Rasul.[21]

Di samping itu secara rinci Azis Abbas mengemukakan :
Tujuan pendidikan ibadah dalam  Islam adalah: pertama, Untuk membentuk budpekerti yang mulia, lantaran budpekerti inti pendidikan Islam untuk mencapai budpekerti yang tepat harus melalui pendidikan. Kedua, Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam bukan hanya menitikberatkan pada keagamaan saja, atau pada keduniaan saja tetapi pada kedua-duanya. Ketiga, Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat atau lebih dikenal dengan profesionalisme. Tujuan ini yaitu menyiapkan pelajar dari segi profesionalisme, teknikal dan pertukangan supaya sanggup menguasai profesi tertentu, dan keterampilan pekerjaan biar sanggup mencari rezeki dalam hidup di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. Keempat, menumbuhkan semangat ilmiyah pada pelajar dan memuaskan keingintahuan (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.[22]
Di dalam Al-Qur'an tujuan pendidikan adalah: pertama, mengarahkan  manusia biar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengelola bumi sesuai dengan kehendak Tuhan. Kedua, mengarahkan insan biar seluruh pelaksanaan kiprah kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah, sehingga kiprah tersebut terasa ringan dilaksanakan. Ketiga, membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya, sehingga ia mempunyai ilmu, budpekerti dan keterampilan yang semua ini sanggup digunakan untuk mendukung kiprah dedikasi dan kekhalifahan. Keempat, mengarahkan insan biar berakhlak mulia, sehingga tidak menyalahkan fungsi kekhalifahannya. Kelima,mengarahkan insan biar sanggup mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Lapangan pendidikan Islam identik dengan ruang lingkup pendidikan Islam, yaitu bukan sekedar proses pengajaran (face to face), tetapi mencakup  segala perjuangan penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subjek didik. Usaha tersebut sanggup dilaksanakan dengan mempengaruhi, membimbing, melatih, mengarahkan, membina dan menyebarkan kepribadian subjek didik. �Tujuannya yaitu biar terwujudnya manusia  muslim yang berilmu, beriman dan berinfak shaleh. Usaha-usaha tersebut  dapat dilaksanakan  secara pribadi ataupun  secara tidak langsung�.[23] 
Tujuan ini secara hierarkhis bersifat ideal bahkan universal. Tujuan tersebut sanggup dijabarkan pada tingkat yang lebih rendah lagi, menjadi tujuan yang bercorak nasional, institusional, terminal, klasikal, perbidang studi, berpokok ajaran, hingga dengan setiap kali melaksanakan kegiatan berguru mengajar.[24]

F.    Usaha-usaha dalam Meningkatkan Ibadah
Usaha-usaha dalam meningkatkan ibadah yaitu tahap perencanaan dan pelaksanaan pengajaran, dengan mengunakan metode dan teknik yang tepat dalam memberikan materi ibadah kepada anak didik.perencanaan dibentuk untuk memperlihatkan arah yang terang dalam proses berguru mengajar sehingga tujuan pembelajaran sanggup tercapai secara lebih efektif dan efesien[25].
Demikian pula metode dan teknik mengajar ditujukan biar materi pelajaran sanggup dengan mudah diterima oleh murid, disamping untuk memperlihatkan motivasi murid, disamping untuk memperlihatkan motivasi murid biar sanggup mencerna dan menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah. Yang menjadi langkah-langkah mengajar ibadah adalah:
1.     Perencanaan
Guru harus merencanakan tujuan pengetahuan bahan, pemilihan metode dan alatnya juga bentuk evaluasinya harus yang sesuai dengan kemampuan sianak didik. Perencanaan ini juga meliputi persiapan mental guru, lebih-lebih bagi guru gres misal guru PPL, yang belum atau kurang dalam pengalaman mengajar, ia harus benar-benar mempersiapkan diri sebaik mungkin, tidak hanya materi tetapi juga mental supaya apa yang disampaikan guru siswa bisa dipahami dan juga betul-betul belajar, contohnya guru akan mengajarkan materi bacaan takbiratur ikram, maka harus ditentukan tujuannya, misal biar anak bisa menghafal dengan fasif dan lancar bacaan takbiratul ihram.
Metode yang di gukan guru bisa dalam bentuk ceramah, pengulangan. Alat yang dipakai: papan tulis, buku pelajaran, goresan pena tempel atau menggunakan slide, penggunaan alat pembelajaran ini sangat tergantung pada sarana dan prasarana, serta kemampuan guru untuk mengoperasikan alat yang bersangkutan. Dan selanjutnya guru juga harus menentukan penilaian biasnya dilakukan, misal menyuruh murid satu persatu untuk menghafal bacaan takbiratul ikhram, atau jikalau waktunya terbatas, bisa secara acak, yakni tidak semua anak disuruh tetapi hanya beberapa saja sebagai sampel keberhasilan proses berguru mengajar.
2.     Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar
Setelah guru melaksanakan perencanaan wacana apa yang akan dilakukan  di kelas dan datang saatnya guru harus berakting di depan anak didik dan guru harus siap dengan materi apa yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Guru memulai tahap appersepsi, pretes, presentasi, mengorganisir kelas, memberi contoh, mengambarkan dengan jelas-sejelasnya, mengadakan penilaian dan sebagainya.
Dalam kegiatan berguru mengajar ini guru harus bisa secara dinamis, melibatkan partisipasi semua siswa jangan hanya bawah umur tertentu saja atau dengan membentuk dinamika kelompok murid. Organisasi kelas ini harus jelas  dan terkoordinasi untuk menghindarkan adanya kesemrawutan[26]. Untuk materi yang telah dipersiapkan menyerupai takbiratur ikram, sebelum mengambarkan guru bisa bertanya dulu atau pretes kepada murid-muridnya nanti apabila ada murid yang bisa menjawab dan pribadi memberkan hadiah yang bisa membuat anak didik itu bersemangat dalam belajar, contohnya memberi tepuk tangan bersama lantaran sudah diberikan jawaban. Dan apabila ada murid salah juga diberikan hadiah jangan pribadi diponis salah penerima didik akan jatuh mentalnya, walaupun salah tetap diberikan hadiah yang sesuai dengan jawban yand ia berikan.

           
3.     Tahap Penilaian atau evaluasi
Penilaian merupakan salah satu proses penting dalam proses pendidikan, khususnya dalam proses belajar-mengajar. Hakikat penilaian dalam pendidikan yaitu proses yang sistematik, mengumpulkan data dan informasi, menganalisis dan selanjutnya menarik kesimpulan wacana tingkat pencapaian hasil dan tingkat efektivitas serta efisiensi suatu jadwal pendidikan. Oleh lantaran itu, kegiatan penilaian sanggup dilakukan terhadap programnya sendiri, terhadap proses pelaksanaannya dan terhadap pencapaian hasil pelaksanaannya. Penilaian terhadap jadwal pendidikan terutama berkaitan dengan ketepatan dan relevansi jadwal dengan kebutuhan positif masyarakat. Jenis penilaian juga sanggup dibedakan berdasarkan pihak yang melaksanakannya. Dalam pendidikan, apabila penilaian itu dilakukan oleh guru atau sekolah sendiri maka disebut penilaian internal. Sebaliknya apabila penilaian itu dilakukan oleh pihak luar disebut penilaian eksternal.[27]
Mengevaluasi kemampuan siswa merupakan kiprah pokok setiap guru di samping mengajar. Penilaian dalam pengajaran sangat penting dilaksakan, lantaran risikonya sanggup memperlihatkan citra wacana kemajuan berguru siswa, selain itu untuk mengetahui prestasi berguru siswa, penilaian juga dipergunakan untuk mengetahui tepat tidaknya metode mengajar yang dipergunakan.
Oleh lantaran itu untuk mengetahui apakah bahan-bahan pelajaran yang telah di ajarkan sanggup dimengerti oleh siswa atau belum, hal ini biasanya akan ditandai dengan adanya perubahan-perubahan tertentu pada diri siswa, untuk itu dibutuhkan juga pengukuran dan penilaian terhadap hasil penilaian selesai siswa.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka pengukuran dan penilaian bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi wacana perkembangan dan kemajuan berguru siswa sehabis beberapa pokok bahasan diajarkan. Selanjutnya penilaian hasil berguru siswa digunakan oleh guru untuk menilai apakah metode mengajar dan penyampaian materi yang digunakan sudah sesuai dengan yang apa diharapkan atau belum. Adapun tujuan penilaian yaitu sebagai berikut:
1.  Menilai pencapaian tujuan hingga dimanakah telah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
2.  Menilai sesuai atau tidaknya alat-alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan itu.
3.  Menilai metode, sesuaikah dengan tujuan yang akan dicapai dengan materi pelajaran atau tidak dan juga anak yang akan menerimanya.
4.  Meninjau kembali usaha-usaha yang gagal sebelumnya.
5.  Menilai atau menilik anak mana yang harus diperhatikan secara khusus.
6.  Menyelidiki latar belakang kehidupan anak, sebagai pembantu dalam perjuangan memperlihatkan bantuan.
7.  Menilai hingga dimanakah hasil yang telah diperoleh oleh siswanya.[28]

Dari kutipan diatas menggambarkan betapa banyaknya tujuan dan pentingnya penilaian. Oleh lantaran itu guru harus mengetahui kegunaan penilaian dan sanggup dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Suharsimi Arikunto sebagai berikut:
Tujuan penilaian yaitu untuk memonitor kemajuan belajar-mengajar pribadi dan juga bertujuan untuk memperlihatkan balikan (feedback) yang kontinyu (terus menerus) bagi penyempurnaan jadwal pengajaran, baik yang menyangkut diri siswa maupun guru. Bahkan bagi siswa bertujuan untuk mendorong siswa kearah perbaikan berguru dalam arti bila ada kesalahan cara berguru pada masa kemudian perlu diperbaiki (remedial) dan sebaliknya bila cara berguru itu telah betul, perlu ditingkatkan. Bagi guru balikan itu dibutuhkan sebagai materi penyempurnaan pengajarannya dan peningkatan cara cara berguru siswa baik secara kelompok maupun individual dalam pengajaran.[29]
           
            Ada beberapa macam bentuk penilaian dalam pendidikan. Hal ini tergantung kepada tujuan pengukuran, sifat materi pengajaran dan tingkat kematangan siswa.
Dalam pengajaran bidang studi terdapat majemuk bentuk tes untuk mengukur hasil berguru siswa. Jika ditinjau dari segi melaksanakannya sanggup digolongkan atas beberapa golongan tes antara lain tes lisan, tes goresan pena atau tertulis dan tes perbuatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Utju Ali Basyah yaitu:
1.     Tes dalam bentuk tertulis, yaitu suatu tes untuk menilai tercapai atau tidaknya suatu tujuan yang dilakkan secara tertulis. Misalnya untuk bidang studi IPA dan IPS biasanya digunakan tes tertulis.
2.     Tes dalam bentuk lisan, yaitu suatu tes yang dilakukan dengan cara lisan. Misalnya untuk pengajaran bahasa inggris biasanya digunakan tes ekspresi untuk mengetahui ucapan yang tepat.
3.     Tes dalam bentuk perbuatan, yaitu tes untuk menilai tercapai atau tidaknya sesuatu tujuan yang dilakukan dengan cara penertiban kiprah contohnya bidang studi kerajinan tangan atau prakarya.[30]


                     






[1]Soenarjo, dkk, Al-Qur'an dalam Kehidupan Manusia, (Semarang: Toha Putra, 1989), hal. 6

[2]M. Amin Abdullah, Filsafat Kalam di Era Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal. 21.
[3]Soenarjo, dkk, Al-Qur'an dalam � hal. 11

[4]Ibid., hal. 17

[5] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 41.
[6] M. Amin Abdullah, Filsafat Kalam ... hal. 21
[7]Masykur Djalal, Ulumul Qur�an, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hal. 119

[8]Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), hal. 119.

[9]Azis Abbas, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Sumber Widya, 1995), hal.  71.
[10] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995). hal. 61.

[11]Abdullah Munir Mulkham, Paradigma Intelektual Musli, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 84

[12]Ibid., hal. 208

[13] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1991), hal. 144
[14]Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Depertemen Agama RI, Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta:  Bulan Bintang, 2000), hal. 126.   
[15] Ibid., hal. 230.

[16]HAMKA, Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986, hal. 176

[17]Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Dina, (Beirut: Dar al-Fikri, t.t.), hal. 236

[18]Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Beirut Libanon: Dar al-Fikri, t.t., hal. 133

[19]Mansur Ali Rajab, Ta�ammulat fi Falsafati Akhlak, (Dar al-Kutub: Mesir, 1991), hal. 246

[20]KH.MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hal. 180
[21]Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), hal. 119.

[22]Azis Abbas, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Sumber Widya, 1995), hal.  71.
[23]M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an, (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 1.

[24]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),  hal. 292.

[25] Ibid., hal. 322.
[26]Depdikbud, Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal Landas,(Jakarta: Depdikbud, 1998), hal 49
[27]Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik, (Jakarta: Rajawali, 1989), hal. 68
[28]Utju Ali Basyah, Teknik Penilaian dan Pengukuran dalam Pendidikan, (Banda Aceh: FKIP Unsyiah, 1979), hal. 1-2

[29]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,(Yogyakarta: Bina Aksara, 1993), hal. 8-9

[30]Ibid., hal. 16

Related : Pengertian Ibadah

0 Komentar untuk "Pengertian Ibadah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close