Pendidikan Tauhid Bagi Anak Berdasarkan Perspektif Pendidikan Islam


BAB IV
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK MENURUT           PERSPEKTIF ISLAM

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK MENURUT Pendidikan Tauhid bagi Anak Menurut Perspektif  Pendidikan Islam

A.    Pentingnya Pendidikan Tauhid bagi Anak Menurut Perspektif                       Pendidikan Islam
Pendidikan dalam pengertian yang luas baik dilaksanakan dalam forum pendidikan formal maupun non formal, pada kenyataannya menawarkan dampak pada individu dan lingkungan bahwa pendidikan tidaklah lepas dari masyarakat. Begitu juga sebaliknya tidak bisa maju tanpa adanya perjuangan pendidikan.                                 Menurut Hasan Langgulung, pendidikan sanggup dikatakan sebagai pranata yang menjalankan tiga fungsi sekaligus[1]: Lebih lanjut Hasan Langgulung menjelaskan bahwa:
Fungsi mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat di masa mendatang, fungsi mentransfer pengetahuan sesuai dengan peranan yang diharapkan dan ketiga fungsi mentransformasikan nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat, sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat serta peradabannya.[2]
Dari dataran ini, maka dapatlah dipahami bahwa pendidikan agama di samping berfungsi sebagai pentransfer of knowledge, juga sebagai transfer of value. Dimana nilai-nilai tersebut bersumber dari nilai-nilai transcendental yang kesemuanya teramu dalam satu inti yaitu tauhid Islam. Tauhid sebagai salah satu kunci pokok Islam dengan terang memperlihatkan bahwa tidak ada penghambaan kepada Allah Swt. Bebas dari belenggu kebendaan dan kerohanian. Dengan kata lain orang yang telah mengikrarkan �Laa ilaaha illallahu� terlepas dari belenggu apapun.                                                                                                                                       
Keesaan Allah Swt. sebagai suatu prinsip yang mengarah kepada seluruh aspek kehidupan insan dan alam semesta, serta sekaligus sebagai pengikat penyatuan segala realitas hidup di dunia. Menurut Mohammad Irfan �Tauhid sebagai rule of thinking, landasan teori ilmu pengetahuan, prinsip peradaban dunia dan prinsip ibadah, prinsip sopan santun sebagai prinsip hidup sosial, ekonomi, politik dan kepemimpinan umat, prinsip estetika dan sebagai prinsip kehidupan umat di dunia�[3]. Inilah kehidupan pendidikan tauhid secara makro.
Menurut Zakiyah Darajat Pendidikan tauhid dari kacamata individu berfungsi �mengembangkan potensi keagamaan anak didik sehingga sanggup tumbuh dan berkembang dengan baik�[4]. Pendidikan tauhid juga sanggup menumbuhkan sikap optimis anak dan juga sanggup menawarkan kehidupan, kebebasan jiwa, kemerdekaan pribadi anak sehingga anak sanggup menghadapi segala kesukaran hidup.
Dengan pendidikan tauhid, anak akan mengerti bahwa hidup dan matinya yakni mencari ridla Allah semata. Sebagaimana Hamka menyampaikan bahwa �Tauhid yakni merupakan pembentukan tujuan hidup yang sejati bagi manusia[5]. Tauhid akan menawarkan cahaya sinar dalam hati pemeluknya dan memberi cahaya dalam otak, sehingga segala hasil yang timbul dari pada awal dan usahanya menerima cap tauhid.
Dari kacamata masyarakat, maka suatu pendidikan tauhid atau sistem pendidikan tauhid yang bersumberkan pada tauhid akan tercipta suatu kondisi masyarakat yang dinamis, progresif dan tercipta dari komunitas pribadi yang utuh serta terjalin dalam ikatan yang harmonis, baik vertikal maupun horizontal dunia dan akhirat.                                               
B.    Tanggung Jawab Pendidikan bagi Anak
Orang bau tanah terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan orang pertama sekali dikenal oleh anak-anaknya. Ayah dan ibu merupakan panutan dan idola bawah umur dalam sebuah rumah tangga. Ayah dan ibu bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan hidup anaknya, yang meliputi kesehatan jasmani dan rohani, kebutuhan sehari-hari, pakaian, perumahan dan pendidikan. Sehubungan dengan duduk masalah ini Rasulullah Saw. bersabda:
???? ????? ?????????? ????? ??????? ??????? ?????? ??????? ???????? ????????? ????? ????? ????????? ??????? ????? ??????????? ??????????? ?????????????? ???????????????? ???? ??????????????.  (????  ???????)[6]
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya Nabi saw. bersabda: Tiap-tiap anak yang gres lahir dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah yang mengakibatkan anaknya Yahudi, Katolik atau Majusi�. (HR. Bukhari).
Demi kelangsungan hidup seorang anak, para orang bau tanah berkewajiban memenuhi segala bentuk keperluan yang dibutuhkan anak-anaknya dalam pemeliharaan terhadap anak-anak, tidak membedakan terhadap ayah dan ibu, akan tetapi keduanya berkewajiban untuk memelihara dan mengasuh anak-anaknya dengan sebaik mungkin sehingga tumbuh dan berkembang sesuai dengan umur perkembangannya. Sehubungan dengan tanggung jawab orang bau tanah terhadap anaknya, Al-Hamdani menyatakan:
Tidak ada dalil nash yang mengutamakan salah seorang di antara ayah dan ibu yang lebih baik berhak mengasuh anaknya secara mutlak. Tidak ada kepastian mutlak bahwa si anak harus memilih. Para ulama setuju tidak mengutamakan yang buruk kelakuannya dari yang adil dan baik kebijaksanaan pekertinya, yang terang ialah ayah dan ibunya yang lebih berhak untuk menjaga dan memelihara anaknya, memberi pendidikan, masakan dan pakaian.[7]
Ayah sebagai kepala rumah tangga berkewajiban memberi nafkah untuk isteri dan anaknya, sedangkan ibu berkewajiban untuk mengurusi rumah tangga dan menjaga serta memelihara anak-anaknya, termasuk di dalamnya menyusui. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:
??????????????? ?????????? ?????????????? ?????????? ??????????? ?????? ??????? ??? ??????? ???????????? ?????? ???????????? ???? ??????????? ??????????????? ?????????????? ) ??????: ???(
Artinya:  Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf... (QS. Al-Baqarah: 233).
Tanggung jawab ayah yakni menawarkan nafkah yang meliputi sandang, pangan dan wajib juga menawarkan pendidikan yang tepat terhadap anak-anak. Kewajiban orangtua yakni membina masa depan anak-anaknya semoga anak tersebut mempunyai kegunaan bagi agama, bangsa dan negara. Selanjutnya Yahya Harahap, mengungkapkan: �Kewajiban bapak terhadap biaya dan pendidikan anak yakni kewajiban aturan yang bersifat mutlak dan pasti�.[8]
             Hal ini senada pula dengan yang terdapat dalam KHI pasal 77 ayat 3yang berbunyi �ayah dan ibu berkewajiban memikul untuk mengasuh dan memelihara bawah umur mereka baik mengenai pertumbuhan jasmani rohani maupun kecerdasannya dan pendidikannya�[9]. Dengan demikian jelaslah bahwa suami wajib untuk menafkahi istri dan anak-anaknya lantaran merupakan tanggung jawab moral yang tidak bisa dihilangkan. Orangtua wajib untuk memberi proteksi sepenuhnya kepada bawah umur semenjak dalam kandungan hingga dewasa, lantaran hal itu merupakan tanggung jawabnya sebagai ayah dan ibunya. Proses santunan atau penanaman pendidikan agama pada anak menjadi tanggung jawab penuh ayah dan ibu., lantaran kedua orang bau tanah selalu berada di akrab anak-anak. Anak selalu menggandakan apa yang dilihat dalam rumah tangganya. Di sisi anak sangat didambakan oleh setiap pasangan, akan tetapi di sisi lain anak juga merupakan suatu tanggung jawab yang sangat besar yang harus dipikul. Melalaikan kiprah dan melalaikan kiprah tanggung jawab sebagai ayah dan ibu sanksinya yakni neraka.
Pendidikan merupakan unsur utama yang diharapkan untuk menatap masa depannya, sehingga dengan adanya pendidikan yang mantap dan memenuhi standar kebutuhan anak. Di samping itu pula bawah umur sanggup melalaikan seseorang yang mengingat Allah Swt. dan perintah-Nya. Akhirnya yang dilakukan anak selalu bertentangan dengan norma-norma agama.
Pembiasaan-pembiasaan pada anak harus dilakukan semenjak dini, sehingga termotivasi dalam hati anak dan akan terbawa menjadi kebiasaan untuk selalu berbuat kebajikan. Sebenarnya mengerjakan ihwal kebiasaan bawah umur haruslah dimulai semenjak anak masih kecil supaya menjadi tabiatnya, bawah umur akan timbul kebiasaan yang baik lainnya. Membiasakan sesuai kebiasaan yang baik kepada anak haruslah hati-hati, lantaran bila kebiasaan itu baik maka oke pendidikannya.
Tujuan utama pendidikan ialah hendak merubah tingkah laris yang kurang baik untuk mencapai kebiasaan-kebiasaan yang baik. �Pembiasaan yang baik itu dilaksanakan berulang-ulang, sehingga kebiasaan menjadi milik bawah umur yang sukar dilupakan. Dengan kata lain, bahwa penyesuaian itu yakni sumber dari kepatuhan�[10]
Dengan demikian jelaslah bahwa orang bau tanah sebagai tanggung jawab yang utama terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak-anak. Ayah sebagai kepala rumah tangga berkewajiban dalam mencari nafkah dan memenuhi segala keperluan yang dibutuhkan oleh anak dan istrinya. Sedangkan ibu berkewajiban untuk membimbing dan mendidik bawah umur pendidikan agama sehingga bawah umur bisa menghadapi persaingan dan tantangan zaman.            

C.    Implementasi Pendidikan bagi Anak     
Pendidikan agama merupakan hal yang penting bagi setiap individu dan masyarakat. Pentingnya pendidikan ini tidak hanya terbatas kepada suatu umat, bangsa, masyarakat atau pada masa tertentu, tetapi pendidikan meliputi seluruh bangsa, masyarakat atau pada setiap masa dan termasuk umat dan masyarakat Islam cukup umur ini�.[11]
Pendidikan agama juga merupakan sebuah sistem yang berusaha menyebarkan dan mendidik segala aspek pribadi insan dengan segala kemampuannya�.[12] Hal ini meliputi pengembangan segala segi kehidupan masyarakat, termasuk pengembangan sosial budaya, ekonomi dan politik serta penyelesaian masalah-masalah masyarakat pada masa sekarang dalam menghadapi tuntutan masa depan dalam memelihara nilai-nilai keagamaan. Oleh lantaran itu, agama akan memberi arah kepada seseorang untuk mencapai kehidupan yang baik dan senang terutama agama Islam, yang mengarahkan kebahagiaan hidup di dunia ini maupun untuk kehidupan alam abadi kelak. Pembinaan agama disini merupakan training ketaqwaan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama terhadap orang-orang yang masih lemah mengenai hal-hal keagamaan, sehingga mereka bertaubat dan tidak akan melaksanakan hal-hal yang tidak boleh oleh agama.
Melalui pelaksanaan pendidikan Islam secara obtimal, akan terlihat fungsi pendidikan Islam dalam membentuk prilaku muslim sejati yang sanggup meningkatkan dedikasi kepada Allah Swt. serta korelasi sesama insan sangat sipengaruhi oleh sikap insan itu sendiri. Salah asatu fungsi pendidikan Islam yakni membentuk prilaku yang sesuai dengan tumtutan dan tuntutan syariat Islam. Oleh alasannya itu pendidikan agama sangat berfungsi menentukan korelasi kepada Allah Swt. dan korelasi sesama manusia[13].
Dari sekian banyak pengertian pendidikan agama Islam di atas intinya saling melengkapi dan mempunyai tujuan yang tidak berbeda, yakni semoga akseptor didik dalam aktifitas kehidupan tidak terlepas dari pengalaman agama, berakhlak mulia dan berkepribadian utama, berwatak sesuai dengan aliran agama Islam. Dengan demikian, sanggup dipahami bahwa pendidikan agama Islam yang diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan menekankan bukan hanya pengetahuan terhadap Islam, tetapi juga terutama pelaksanaan dan pengamalan agama akseptor didik dalam seluruh kehidupannya.           
D.    Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak            
Sungguh Allah Subhanahu Wa Ta�ala telah menawarkan banyak sekali macam amanah dan tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab terbesar yang Allah Ta�ala bebankan kepada manusia, dalam hal ini orang bau tanah (termasuk guru, pengajar ataupun pengasuh) yakni menawarkan pendidikan yang benar terhadap anak.
Dalam melaksanakan pendidikan agama, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor pendidikan yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan agama tersebut. Faktor-Faktor Pendidikan itu ada 5 macam, dimana faktor-faktor yang satu dengan yang lainnya mempunya korelasi yang erat. Kelima faktor tersebut adalah: �Pertama, anak didik. Kedua, pendidik. Ketiga, tujuan Pendidikan. Keempat, alat-alat pendidikan. Kelima, millieu/lingkungan�[14].
Jadi sanggup disimpulkan bahwa faktor-faktor Pendidikan Agama yakni sesuatu yang ikut menentuksn keberhasilan Pendidikan Agama yang mempunyai beberapa bab yang saling mendukung satu sama lainnya. �Faktor-faktor Pendidikan Agama selanjutnya juga disebut dengan komponen-komponen pendidikan�[15].
Menurut Toto Suharto dalam bukunya filsafat pendidikan Islam dengan memodifikasi konsepsi noeng muhadjir, mengungkapkan:
Secara filosofis komponen-komponen pokok pendidikan Islam kedalam lima komponen, yaitu tujuan pendidikan, pendidik dan akseptor didik, kurikulum pendidikan, metode pendidikan, dan konteks pendidikan. Kelima komponen ini yakni merupakan sebuah system, artinya kelima komponen itu merupakan satu kesatuan pendidikan yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi berkaitan satu sama lainnya, sehingga terbentuk satu kebulatan yang utuh dalam mencapai tujuan yang diinginkan.[16]
Keberhasilan pendidikan tergantung pada banyak faktor, namun yang terpenting di antara faktor-faktor tersebut yakni sumber daya pontensial guru yang sarat nilai moral dalam melaksanakan transpormasi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Dalam angkatan bersenjata faktor ini disebut dengan �the man behind the gun�. Orang-orang militer beropini bahwa bukan senjata yang memenangkan perang, tetapi serdadu yang memegang senjata itu. Serdadu tidak akan memenangkan suatu pertempuran apabila tidak menguasai taktik perang.



               [1]Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam Analisis Psikologi dan Falsafah,
(Jakarta: Pustaka al-Husna, 1991), hal. 358.

               [2] Ibid., hal. 358.
               [3]Mohammad Irfan dan Mastuki HS, Teologi Pendidikan: Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), hal. 32.
              
               [4]Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,1976), hal. 4.

               [5]Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan Islam: Solusi Problem Filosofi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hal. 237.


[6] Imam Bukhari, Shaheh Bukhari, juz. II, (Cairo: Darul Ma�taban, Asya�biah, t.t), hal. 125.
               [7] Al-Hamdani, Risalah Nikah, Terj. Agus Salim, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1993), hal. 265.

[8] Yahya Harahap, Perkawinan Nasional, (Sumatra Utara: Zahir trading CO,1975), hal.172.
 
[9]  Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: 1998), hal. 26.
[10]Abdurrahman Shaleh, �Pembinaan dan Kepatuhan, Majalah Pemda, Nomor IV, (Jakarta:Yayasan Departemen Agama Republik Indonesia,  1970), hal 14.
[11]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dab Pustaka, 1991), hal. 38.

[12] Omar Al-Syahbani, Filsafat Pendidikan Islam, (Syah Alan Malaysia: Hizbi, 1991), hal. 438.
               [13]Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 18.
               [14]Z.AG.S, Methodik Khusus Pendidkan agama, Cet. Ke VIII, (Malang: Bumi Angkasa,1983), hal. 28.

               [15] Ibid., hal. 29.

               [16] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta:  Ar Ruzz, 2006), hal. 11.

Related : Pendidikan Tauhid Bagi Anak Berdasarkan Perspektif Pendidikan Islam

0 Komentar untuk "Pendidikan Tauhid Bagi Anak Berdasarkan Perspektif Pendidikan Islam"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close