BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Pendidikan
2.1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan yakni suatu yang tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, pada hakikatnya insan dilahirkan tidaklah eksklusif menjadi remaja baik jasmani maupun rohani. Untuk mencapai kedewasaan haruslah melalui pendidikan dan bimbingan, dengan pendidikan dan bimbingan insan akan memperoleh bekal hidupnya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Pendidikan terdiri dari tiga unsur yaitu membentuk kepribadian, menyebarkan ilmu pengetahuan yang terwujud dalam keterampilan.
Pendidikan yakni sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam kehidupan dunia ini, secara substansial pengertian pendidikan diartikan berbeda-beda, perbedaan secara isi tidak membedakan secara makna dan maksud pendidikan itu sendiri. Banyak para hebat mengartikan perihal pendidikan diantaranya yakni Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan yakni tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya yakni pendidikan berusaha menuntun segala kekuatan kudrat yang ada pada bawah umur semoga mereka menjadi insan seutuhnya sebagai anggota masyarakat sanggup mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Suwarno. 1991: 2)
Selanjutnya Ahmad Marinda mendefenisikan pendidikan yakni bimbingan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani, sehingga siterdidik terhadap perkembangan sanggup menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Hasballah, 1999: 3). Lebih lanjut, Driyakara (1984) menyebutkan pendidikan yakni upaya memanusiakan insan muda, pengangkatan insan muda itulah yang disebut sebagai proses mendidik (Ihsan, 1997: 5).
Pendidikan berarti perjuangan meneruskan kemampuan dan menyebarkan nilai-nilai hidup serta nilai-nilai ilmu pengetahuan, jadi secara sederhana pengertian pendidikan merupakan perjuangan yang dilakukan insan dalam rangka membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat. Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan merupakan sebagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Koentjaraningrat (1990: 9) mengemukakan:
Pendidikan yakni suatu sistem pembangkit kecerdasan, kemampuan dan keterampilan dan dengan demikian membuka pikirannya, mengarahkan perbuatannya untuk suatu perubahan. Dengan demikian insan akan lebih rasional dalam pandangannya dan lebih banyak memahami budi dan perhitungan, mempertimbangkan segi-segi positif dan negatif.
Dari pernyataan di atas bahwa seseorang akan mendapatkan sejumlah bekal kemampuan dan juga kesanggupan melalui pendidikan, sehingga orang tersebut sanggup memilih, menilai dan melaksanakan apa saja yang dianggap perlu untuk memenuhi banyak sekali keperluan hidupnya.
Selanjudnya, Ansari (1992: 29) memberi arti bahwa pendidikan yakni perjuangan sadar, teratur dan sistematis dalam menawarkan bimbingan atau derma kepada oaring lain (anak) yang sedang berproses menuju kedewasaan. Berikutnya Idris (1994: 10) menjelaskan pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan yakni serangkaian aktivitas komunikasi yang bertujuan, antara insan biasa dan si anak secara tetap muka atau memakai media dalam rangka menawarkan derma terhadap perkembangan potensinya semaksimal mungkin semoga menjadi insan remaja yang bertanggung jawab.
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan oleh para hebat dapatlah disimpulkan bahwa dalam rangka mewujudkan anak didik kearah kedewasaan, pelaksanaan pendidikan menjadi penting. Untuk mencapai hal di atas orang bau tanah sangat berperan dalam menentukan kedewasaan anak sehingga anak tersebut sanggup berdikari serta berkhasiat bagi bangsa dan Negara.
2.1.2 Fungsi Pendidikan
Sebagaimana yang diketahui pendidikan utama bagi sikap bawah umur yakni orang tuanya, semenjak anak itu dilahirkan hingga ia dewasa. Anak-anak harus dipelihara dan dibina perkembangannya lantaran anak merupakan karunia Tuhan dan ayah ibulah yang harus memikul pemeliharaan dan training tersebut.
Tanggung jawab orang bau tanah terhadap pendidikan anak sangat fundamental begitu penting, lantaran kedewasaan anak-anak, orang tualah yang menentukan. Berikutnya orang pertama meletakkan dasar bagi pendidikan anak yang akan diperoleh di sekolah sesuai dengan pendapat Purwanto (1996; 85) yang menjelaskan �Kewajiban sekolah yakni membantu keluarga dalam mendidik bawah umur lantaran berdasarkan Purwanto pendidikan bawah umur di sekolah berhasil atau tidaknya sangat dipengaruhi oleh pendidikan dalam keluarga, alasannya yakni pundamen dari pendidikan anak lebih lanjut yakni pendidikan keluarga�.
Berikutnya baik buruknya seorang anak orang tualah yang menentukan alasannya yakni pendidikan pertama yang didapat anak yakni dari orang tuanya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat CQ. Jallman menyampaikan bahwa, segala kesalahan bawah umur itu jawaban perbuatan dari para pendidiknya terutama orang tuanya (Ngalim Purwanto, 1990: 87). Selanjutnya Purwanto (1990: 15) Mengatakan bahwa:
Orang bau tanah bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan anak-anaknya semenjak mereka dilahirkan dan bertanggung jawab penuh atas pendidikan tabiat anak-anaknya. Bagaimana bawah umur itu berbuat, bertingkah laku, berkata-kata dan sebagainya terutama tergantung kepada teladan dan pendidikan yang dilakukan oleh keluarganya. Anak itu akan berkelakuan baik, jujur, sabar, suka menolong orang, ataukah akan menjadi curang, pemarah, asusila, dan sebagainya, terutama yakni tanggung jawab orang bau tanah dalam memberi pendidikan bagi anak-anaknya.
Dari kutipan di atas, sanggup dipahami tanggung jawab orang bau tanah yang diemban sebagai kiprah dalam mendidik anaknya begitu berat sehingga derma dari sekolah di perlukan orang tua. Pendidik sekolah berafiliasi dengan kehidupan arah kelak dan depan menuju pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan anak di sekolah tidak sanggup terlepas dari tanggung jawab orang tua. Alat-alat pelajaran dan buku-buku bacaan perlu disalurkan oleh orang tua, anak juga memerlukan pengawalan dan juga dorongan dari orang bau tanah untuk mencar ilmu bertanggung jawab serta orang bau tanah juga sanggup mensugesti keberhasilan anak dalam mereka mencar ilmu di sekolah. Selanjutnya, Gordan (1987) menjelaskan bahwa tanggung jawab orang bau tanah terhadap pendidikan anaknya yakni alami yang timbul secara impulsif jawaban kasih sayang demikian sanggup di ketahui bahwa sudah merupakan kodrat tanggung jawab orang bau tanah terhadap pendidikan bawah umur ada dan terjadi pada anak.
2.2 Fungsi Orang Tua.
Bila kita mendengar kata �orang tua� kita teringat kepada orang yang telah lanjut usia yang sering dipanggil dengan kata �nenek� atau �kakek� orang bau tanah sanggup diartikan dengan bermacam-macam kata antara lain pemimpin, pembimbing, pengarah pendidikan, ayah dan ibu. Menurut Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia yang menyampaikan bahwa: orang bau tanah yakni orang yang sudah tua, ibu bapak, ketua atau kepala. Menurut Peorwadarminta (1993 : 190) orang ialah �manusia dalam arti khusus bukan dalam arti umum�. Sedangkan bau tanah berdasarkan Poerwadarminta (1993 : 687) ialah �sudah alma hidup, lanjut umurnya (tidak muda lagi).
Dalam penulisan ini orang yang dimaksud yakni ibu dan bapak telah mempunyai anak. Orang bau tanah yakni orang yang paling utama bagi anak dalam kehidupannya, dengan menempatkan bapak dan ibu sebagai pendidik yang utama. Begitu pula halnya dengan wali, dimana wali sanggup dijadikan sebagai pengganti orang bau tanah bagi si anak. Sedangkan keluarga yakni kawasan pertama bagi anak dalam memenuhi kebutuhan pendidikannya. Pada umumnya orang bau tanah yakni dalam menawarkan pendidikan pada anak-anaknya biasanya mengantar mereka ke suatu forum pendidikan formal dengan suatu organisasi teratur, yaitu sekolah. Oleh lantaran itu, sekolah berfungsi mempersiapkan pengganti generasi yang kelak bisa berdiri sendiri dan bisa mempertahankan eksistensi masyarakat atau bangsanya yang mempunyai kebudayaan tertentu yang berbeda dengan bangsa lainnya.
Kenyataannya orang bau tanah dalam menentukan sekolah untuk anak-anaknya mempunyai motif-motif tertentu, lebih-lebih dalam menentukan forum pendidikan yang bermutu. Dalam hal ini maka imbas keluarga dan lingkungan merupakan dua aspek yang ikut dipertimbangkan oleh orang bau tanah dalam menentukan sekolah untuk anak-anaknya.
Sebagaimana kita ketahui, orang bau tanah menaruh harapan akan masa depan anaknya kelak, oleh alasannya yakni itu orang bau tanah senantiasa mengharapkan bawah umur mereka kelak sanggup hidup dengan sejahtera. Untuk itu, orang bau tanah menyekolahkan anaknya dengan harapan tertentu, sesuai yang dikatakan oleh Daradjat (1985 : 64) bahwa:
Pendidikan itulah yang menentukan hari depan seseorang apakah ia akan senang atau menderita, apakah ia akan menjadi jelatang masyarakat. Dan pendidikan pulalah yang menentukan apakah si anak nantinya akan menjadi orang yang cinta kepada tanah air dan bangsanya ataukah menjadi pengkhianat bangsanya dan negara.
Berdasarkan kutipan di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya pendidikan bagi anak kita guna menunjang masa depan kelak. Sedangkan orang bau tanah sendiri, semenjak anak masih kecil sudah merencanakan pendidikan yang akan ditempuh oleh anak-anaknya, berbeda satu sama lain dengan tidak melupakan kemampuan dan keinginan dari anak itu sendiri. Kadang-kadang ada juga orang bau tanah yang mempunyai harapan perihal masa depan anaknya tanpa memperhitungkan kemampuan si anak dan ada pula orang bau tanah yang menaruh harapan yang tidak terang atau tidak menentu bagi anak-anaknya. Dalam hal ini untuk menentukan arah perkembangan anak, orang bau tanah jangan melaksanakan keinginan pada naknya. Harapan-harapan itu yakni orang bau tanah harus memperhatikan dan memberi dorongan kepada anak, haruslah sesuai dengan keinginan dan keinginannya.
Maka dalam hal ini orang bau tanah harus menyadari bahwa anak-anaknya itu harus disalur ke sekolah yang sesuai dengan bakatnya supaya anak sanggup berkembang semaksimal mungkin. Dengan sendirinya semangat anak dalam proses mencar ilmu yang sedang ditempuh akan bertambah baik.
2.3 Peran Orang Tua Dalam Menyekolahkan Anak
Pada hakikatnya tanggung jawab orang bau tanah terhadap anaknya sangatlah besar, lantaran anak merupakan amanah Allah SWT kepadanya, oleh lantaran itu kiprah orang bau tanah terhadap anak-anaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dan sandang saja, tetapi juga harus sanggup menawarkan proteksi terhadap rasa aman, rasa sayang dan lebih penting yakni pendidikan. Karena melalui pendidikan inilah anak sanggup mengenal dirinya dan orang bau tanah serta yang pencipta yaitu Tuhan. Di sini lain seorang anak memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan alam abadi dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh pendidikan baik yang diterima dari keluarga, masyarakat, maupun sekolah.
Segala bentuk bantuan, tindakan yang diberikan orang bau tanah dalam keluarga untuk membentuk kepribadian anaknya dalam upaya mendewasakan anak dan sekaligus untuk mencapai keberhasilan pendidiknya. Usaha ini sangat menentukan dalam proses pendidikan anak dimasa yang akan datang. Di sini orang di harapkan sanggup membantu kegiatan-kegiatan anaknya dalam proses pendidikan yang formal.
Agar lebih terang kiprah orang bau tanah terhadap pendidikan anaknya dalam keluarga, maka penulis akan mengemukakan kiprah orang bau tanah dalam pendidikan anaknya yaitu:
2.3.1 Orang bau tanah Sebagai teladan Bagi Pribadi Anak.
Peran orang bau tanah dalam keluarga yakni orang yang senantiasa sanggup menawarkan teladan teladan bagi anaknya dalam keluarga dengan perbuatan dan tindakan sehari-hari. Suatu konsep berfikir atau sikap orang bau tanah yang baik yakni merupakan modal yang baik bagi perkembangan kepribadian anak dimasa yang akan tiba semoga anak benar-benar mencapai kedewasaan dalam arti yang seluas-luasnya.
Dengan demikian orang bau tanah harus memperlihatkan sikap dan perbuatan serta tindakan yang baik kepada anaknya lantaran anak akan terus menjiplak apa yang dilihatnya. Dengan kata lain anak akan mengikuti semua gerak pada tingkah laris orang tuanya di rumah secara diam-diam. Hal ini akan berefek pada generasi penerusnya yang akan mempraktekkan sikap yang pernah beliau sanggup dari sikap orang tuanya. Sehubungan dengan hal ini Darajat (1988 : 76) mengemukakan bahwa:
�Sikap orang bau tanah sering ditiru anak tanpa diketahui�. Makara dengan demikian tingkah laris menjadi teladan teladan yang senantiasa merupakan sumber yang harus diikuti oleh anaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Tingkah laris yang maksud yakni tingkah laris yang positif yang dinampakkan orang bau tanah kepada anaknya, jikalau orang bau tanah bersikap dan bertindak sanggup merugikan masa depan anaknya, ini akan sangat berdampak pada generasi berikut jikalau anak tersebut mengaplikasikan sikap dan tindakan orang bau tanah kepadanya. Misalnya seorang anak tidak pernah diberikan pendidikan yang formal oleh orang bau tanah kemungkinan besar disaat beliau mempeoleh anak ia akan pesimis untuk menawarkan anaknya kepada pendidikan yang formal. Hal ini disebabkan lantaran sikap orang tuanya yang pernah membimbing dan mendidik anaknya dengan sikap dan tindakan yang tidak baik.
2.3.2 Orang Tua Sebagai Motivator Anak Dalam Pendidikan
Yang dimaksud orang bau tanah sebagai motivator (Pendorong) anak dalam melanjutkan pendidikan yakni orang bau tanah yang dalam mendidik anak sanggup memberi suatu imbas atau daya dari belakang, sambil mengikuti arah perkembangannya. Anak-anak boleh dibiarkan berkembang sendiri berdasarkan kemampuannya, tetapi harus ada pengawasan dari orang tua, yang di sini berperan sebagai motivator dan anak dituntut supaya lebih aktif dalam proses pendidikan yang diselenggarakan di sekolah.
Dilain pihak orang bau tanah harus memberi kesempatan dan menghargai anak dalam hal mengeluarkan pendapat sendiri dengan dilandasi atas batas-batas tertentu yang mengarah pada perbuatan yang negative. Sikap semacam ini yakni kewajiban orang bau tanah sebagai pemimpin dalam keluarga untuk berdiri di belakang anak. Dalam arti tetap mengamati dan mengawasi segala tindakan anak di rumah, semoga senantiasa diarahkan pada saling kolaborasi antara anak dan orang tua.
Dari banyak sekali pendapat di atas jelaslah bahwa tanggung jawab orang bau tanah terhadap anaknya sangatlah besar. Mulai pendidikan informal, non-formal hingga pada pendidikan formal.
Dalam memberi bimbingan dan dorongan sperti tersebut di atas tidak hanya dilakukan orang bau tanah saja, akan tetapi ikut pula orang lain yang ada dalam lingkungan keluarga, ibarat paman, bibi, pembantu, dan yang lainnya. Makara semakin besar jumlah keluarga maka semakin besar pula imbas terhadap pendidikan anaknya, ibarat yang dikemukakan oleh Daradjat (1988 : 76) �Makin banyak jumlah anggota keluarga yang serumah, makin banyak imbas mereka atas diri anak akan mungkin banyak pula yang di pelajari anak dari hubungan keluarga itu�.
2.3.3 Orang Tua Sebagai Pemenuhan Fasilitas Belajar Anak
Diperkirakan salah satu faktor yang menjadi seorang anak putus sekolah atau gagal mencapai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ini disebabkan lantaran tidak terpenuhinya kebutuhan untuk melanjutkan pendidikannya, khususnya pendidikan formal, apa lagi pada zaman kini yang penuh dengan kemajuan dan teknologi yang sangat pesat, sehingga banyak sekali tuntunan lingkungan yang harus dipenuhi.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak siswa yang telah ada dorongan dari orang bau tanah untuk melanjutkan sekolah, akan tetapi mereka harus bolos, dan adakala mereka tidak hadir ke sekolah, dan berdasarkan pengamatan dari sebagian besar dari mereka yakni bawah umur dari ekonominya tergolong lemah, oleh lantaran itulah banyak sekali problem yang harus dihadapi oleh bawah umur tersebut. Kadang kala beliau harus membantu orang tuanya, sehingga waktu untuk aktivitas diluar jam sekolah tidak sanggup terpenuhi.
Sebaiknya bagi anak yang berasal dari social ekonomi keluarga yang tinggi, permasalahan yang timbul tidak terlalu berat sehingga ia sanggup memanfaatkan waktu luang dengan sebaik-baiknya terutama dalam hal belajar.
2.3.4 Orang Tua Harus Membantu Anak Dalam Proses Belajar Anak
Belajar yakni salah satu aktivitas yang kerap dilaksanakan oleh siswa, baik di sekolah maupun di dalam keluarga. Karena mencar ilmu aktivitas yang terpenting dalam kehidupan manusia.
Dari banyak sekali kiprah orang tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa orang bau tanah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam membimbing dan mendidik anaknya untuk meraih kebahagiaan dimasa yang akan datang. Disini lain orang bau tanah menghadapi problem lemahnya ekonomi yang sangat sulit untuk menyengolahkan anaknya sampai pada jenjang yang lebih tinggi, orang bau tanah yang ekonominya rendah biasanya anaknya tidak menerima pendidikan yang sempurna, mereka sering mendapatkan hambatan-hambatan dalam menyebarkan potensi anak melalui pendidikan, lantaran keterbatasan akomodasi penunjang pendidikan.
2.4 Pendidikan Orang bau tanah dalam menyekolahkan anak
Tingkat pendidikan formal seseorang memberi imbas kepada tingkat status sosial ekonomi keluarga dan besar lengan berkuasa terhadap anak dalam keluarga. bahwa tujuan utama seseorang pendidikan tinggi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik. Faktanya rata-rata laki-laki dan perempuan tamatan perguruan tinggi tinggi berpenghasilan 40 persen lebih tinggi dari pada tamatan sekolah menengah pertahunnya. Karena jenjang pendidikan mereka lebih tinggi. Mereka yang tamatan perguruan tinggi tinggi pada umumnya bisa meraih prestasi/nilai lebih tinggi di sekolah menengahnya lantaran status orang bau tanah lebih tinggi.
Berdasarkan pernyataan Purwanto (1985:56) sanggup disimpulkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berdampak pada insentif yang diperolehnya. Ia memberi teladan seorang tenaga mekanik yang tamatan STM bekerja 8 jam mendapatkan insentif lebih kecil dibandingkan dengan seorang tenaga skill lulusan Teknik Sipil (s1) hanya bekerja 2 jam menerima insentif lebih besar. Sementara tenaga expert (s2) akan menerima insentif lebih tinggi dengan durasi waktu lebih minim lagi dibandingkan dengan tenaga S1 dan seterusnya.
Schell dan Hall (1979:53-55) menyatakan bahwa tingkat pendidikan keluarga, lingkungan sekitar rumah, media massa dan budaya besar pengaruhnya terhadap kemampuan dan cara berfikir seseorang. Hal ini sanggup diartikan bahwa tingkat pendidikan orang bau tanah yang merupakan salah satu aspek dari latar belakang pendidikan keluarga juga besar lengan berkuasa terhadap kemampuan pemahaman anak dalam berbahasa. Brown (1965:37) menyatakan bahwa peranan orang bau tanah atas perkembangan kognitif dan afektif serta pemerolehan bahasa anaknya sangat besar. Hal itu sanggup diartikan bahwa tingkat pendidikan orang bau tanah mensugesti kemampuan berbahasa anaknya. Birns dan Golden (1973:124) secara terang menyatakan bahwa setelah anak berumur 18 bulan ketika interaksi secara verbal dengan orang tuanya semakin sering, pada ketika itulah pendidikan orang bau tanah semakin penting. Pada ketika itu pulalah perbedaan-perbedaan dalam keluarga mulai menawarkan dampak terhadap perkembangan intelektual anak.
Sehubungan dengan pendapat para hebat di atas, sanggup disimpulkan bahwa tingkat pendidikan orang bau tanah memegang peranan dan besar lengan berkuasa terhadap perkembangan bahasa anak di rumah. Pada umumnya orang bau tanah berpendidikan tinggi terbiasa membaca bacaan bermacam-macam dengan literatur yang luas, sehingga dalam berkomunikasi dengan anak akan dipengaruhi oleh hasil bacaannya. Dalam arti kata apa yang diperoleh dan diserap melalui bacaan dan temuan serta penelitiannya sanggup ia formulasikan dan dirimu kembali dengan bahasa sesederhana mungkin sehingga gampang diterima dan dicerna anak. Penyampaian masukan ini akan diadaptasi dengan umur dan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik anak-anaknya. Dalam konteks ini orang bau tanah bisa memfungiskan diri tidak hanya sebagai pengajar (transfer of knowledge) tetapi juga sebagai pendidik (transfer of values) dalam keluarganya. Tindakan orang bau tanah yang demikian tentu saja akan mensugesti wawasan pemahaman anak dalam segi ilmu pengetahuan dan juga dalam segi wawasan bahasa (kosakata) sekaligus meluaskan cakrawala pikir anak. Lazimnya orang bau tanah berpendidikan tinggi gemar membaca dan banyak berafiliasi dengan buku dan materi bacaan dalam kesehariannya di rumah. Kebiasaan orang bau tanah yang demikian sanggup menjadi teladan bagi anak-anak. Merupakan tindakan sosialisasi dalam keluarga dan sanggup menjadi budaya dalam keluarga tersebut. Anak-anak sebagai anggota keluarga melihat dan mengamati eksklusif secara continue sikap dan tindakan orang tua. Lama-kelamaan anak akan mencontoh dan menjiplak apa yang dilihat dan diperoleh dari orang bau tanah dalam keluarganya.
Orang bau tanah berpendidikan tinggi mendalami psikologi sanggup membuat komunikasi yang persuasive dan intensif secara rilek dengan anaknya. Sangat penting lantaran sanggup menjalin suasana hangat dan menghasilkan komunikasi yang baik dalam keluarga, kebahagiaan atau budaya komunikasi keluarga yang demikian akan menghasilkan pendapat dan keputusan bersama dalam bentuk janji kesadaran anak ataupun orang bau tanah yang akan menjadi komitmen bersama.
2.5 Faktor Yang Dipertimbangkan Orang Tua Dalam Menyekolahkan Anak
Menyekolahkan anak pada sekolah tertentu di dorong oleh beberapa faktor yang selayaknya menjadi pertimbangan setiap orang tua. Seiring dengan kompleksnya imbas yang di berikan pada hasil mencar ilmu seseorang terhadap, bersama dengan hal tersebut maka komplek pula aspek-aspek yang mendorong orang bau tanah menyekolahkan anaknya pada sekolah formal. Faktor-faktor yang saling berkorelasi itu sanggup berupa faktor sosial ekonomi, faktor psikologis, faktor sekolah dan faktor budaya, berikut ini akan uraikan faktor-faktor tersebut secara rinci:
2.5.1 Faktor Sosial Ekonomi
Tingkat pendapatan orang bau tanah dengan kesediaan menyekolahkan anak mempunyai hubungan cukup tinggi. Sehingga sanggup dianalisa bahwa semakin baik ekonomi seseorang semakin cenderung menyekolahkan anak pada jenjang yang lebih tinggi. Selanjutnya, dalam penyelenggaraan sekolah bawah umur diharuskan berprestasi yang setingi-tingginya. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut di atas dibutuhkan alat-alat belajar. Jika orang bau tanah yang pendapatannya rendah bagaimana bisa membeli alat-alat mencar ilmu sedangkan bahan-bahan pokok sehari-hari tidak tercukupi. Hal tersebut d iatas diperkuat oleh pendapat Merson (1990 : 5) Mengemukakan pendapatnya;
Keadaan ekonomi keluarga sanggup juga mensugesti hasil mencar ilmu anak, keadaan ekonomi yang serba kekurangan atau miskin sanggup menjadikan anak mengalami kesukaran tertentu dalam belajarnya. Selanjutnya pilihan-pilihan terhadap jenis pendidikan oleh orang bau tanah terhadap anaknya juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan orang tua.
Kemudian, keadaan ekonomi orang bau tanah pada ketika ini akan menjadi tanggung jawab ekonomi anak pada masa yang akan datang, pendidikan itu perlu untuk sanggup kembali membangun anak secara pengetahuan dan ekonomi. Jika orang bau tanah yang menyekolahkan anaknya dengan tingkat ekonomi yang rendah kemungkinan besar akan berakibat pada anak yang menjerumus pada putus sekolah (drop out). Analisa di atas sesuai dengan pendapat Gerungan (1993 : 83) sebagai berikut:
Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan penting terhadap perkembangan anak-anak, apabila kita pikirkan bahawa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan materi yang dihadapi anak dalam keluarga akan lebih luas. Ia akan mendapatkan kesempatan untuk menyebarkan macam-macam inspirasi yang sanggup ia kembangkan, bila hal ini didukung oleh alalat-alat yang lengkap. Bila keadaan sosial ekonomi yang kurang anak akan mengalami kecenderungan putus sekolah (drop out) karena tidak bisa dalam menyebarkan ide-idenya.
Kasus pada sekolah (drop out) banyak di temukan pada anak yang hidup dengan tingkat ekonomi yang rendah, lain dari pada itu kasus putus sekolah juga dialami oleh anak yang berada dalam keluarga yang tidak lengkap. Anak dari keluarga yang tidak lengkap cenderung tidak bersekolah atau putus sekolah lantaran tidak mempunyai penanggung jawab utama keluarga yaitu ayah. Analisa diatas didukung oleh pendapat Grotenvent (Nurdin, 2001 : 15) menyatakan bahwa bila anak yang berada dalam keluarga yang tidak lengkap secara susunannya akan cenderung gagal dalam berprestasi serta kemungkinan putus dari sekolah akan lebih besar.
Sesuai dengan analisa, Ahmadi (1996 : 290) Menyatakan bahwa faktor ekonomi keluarga banyak menentukan juga dalam mencar ilmu anak, contohnya anak dari keluarga bisa sanggup membeli alat-alat sekolah dengan lengkap, sebaliknya bawah umur keluarga miskin tidak sanggup membeli alat-alat itu. Dengan alat yang serba tidak lengkap, oleh lantaran hal inilah maka hati anak menjadi kecewa, mundur, frustasi sehingga dorongan mencar ilmu mereka kurang sekali.
Dari kutipan di atas, sanggup dipahami bahwa keluarga yang tingkat ekonominya tergolong rendah dengan sendirinya akan mengalami kesulitan dalam menentukan banyak sekali biaya pendidikan anaknya. Dari paparan di atas sanggup di simpulkan bahwa ekonomi keluarga akan turut mensugesti motivasi orang bau tanah dalam menyekolahkan anaknya serta pengaruh-pengaruh tingkat ekonomi terhadap hasil mencar ilmu anak, baik dalam proses mencar ilmu maupun dalam proses kelanjutan studi anak yang menjadi pilihannya. Selanjutnya bawah umur yang kehilangan orang bau tanah cenderung putus sekolah atau keluar dari sekolah akan lebih besar.
2.5.2 Faktor Psikologis
Pada dasarnya faktor psikologis pada seseorang dalam pilihan studi sangat bermacam-macam dan kompleks. Sebab bila suatu pilihan sesuai dengan kondisi psikologisnya kecenderungan untuk berhasil akan lebih besar. Selanjutnya, usia anak Sekolah Menengan Atas merupakan usia remaja yang berkisar pada 15-18 tahun, pada masa ini setiap remaja mulai mengekplorasi dirinya sesuai dengan minat terhadap pendidikan dan pekerjaan (Ahmadi, 2004 : 76)
Untuk mendukung ekplorasi diri remaja sesuai dengan pilihan pendidikan dan pekerjaannya kelak sudah menjadi kewajiban orang bau tanah untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah yang sesuai dengan pilihan bakat, minat serta cita-citanya. Bakat merupakan salah satu faktor yang besar pengaruhnya dalam pilihan studi lanjutan anak, talenta merupakan potensi atau kemampuan yang bila diberikan kesempatan dalam perjuangan pengembangannya melalui proses mencar ilmu akan memperlihatkan suatu kecakapan yang faktual (Kartono 1990 : 3). Selanjutnya, Slameto (1996 : 58) menyatakan bahwa talenta yakni kemampuan untuk belajar, kemampuan itu gres akan terelisasi menjadi kecakapan yang faktual setelah mencar ilmu atau berlatih.
Selain faktor bakat, minat juga berperan sebagai faktor yang mendorong seseorang dalam melanjutkan studinya. Keberhasilan seseorang sangat bergantung dengan apa yang diminatinya, bila seseorang mempunyai minat pada sesuatu akan cenderung berhasil dan mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diminatinya. Minat sangat berafiliasi dengan keberhasilan anak dalam proses studinya, pendapat di atas diperkuat oleh Suryabarata (1992 : 109) mengemukakan yaitu:
Minat yakni kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada sesuatu objek, anak yang minatnya besar terhadap ilmu pengetahuan ia akan suka terhadap ilmu itu. Tidak mempunyai minat terhadap sesuatu akan mengakibatkan ia tidak mempunyai perhatian terhadapnya dan lantaran itu ia tidak akan berhasil dalam mempelajarinya.
Selanjutnya, Syah (1995 : 136) menjelaskan minat yakni kecenderungan dan aktivitas yang besar terhadap sesuatu. Jika seorang berminat pada suatu tentunya akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan-tujuan dari realisasi minat-minat anak.
Untuk mendukung talenta serta minat seseorang dibutuhkan adanya keinginan sebagai tujuan yang ingin dicapai. Cita-cita merupakan salah satu faktor penting dalam pemilihan jenjang studi. Dengan keinginan seseorang terdorong untuk mendapatkan hasil mencar ilmu yang maksimal. Cita-cita ada hubungannya dengan masa depan setelah menuntaskan studi di sekolah menengah, yang berujud pada kesiapan hidup dimasa yang akan datang.
Pada umumnya orang bau tanah menaruh harapan terhadap masa depan anak-anaknya kelak akan hidup secara sejahtera, lantaran harapan tersebut setiap orang bau tanah menyekolahkan anaknya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Daradjat (1994 : 64) menyampaikan bahwa pendidikan itulah yang akan menentukan hari depan seseorang, apakah ia akan menderita atau senang serta pendidikan itulah yang akan menentukan si anak akan cinta atau berkhianat kepada Bangsa dan Negara.
Cita-cita merupakan pusat dari macam-macam kebutuhan, artinya kebutuhan-kebutuhan disentralisir di sekitar cita-cita, sehingga keinginan itu memobilisasikan energi psikis dalam mencar ilmu (Suryabrata, 2001 : 238). Berdasarkan paparan di atas sanggup disimpulkan bahwa bakat, minat serta keinginan sangat mendukung seseorang dalam pemilihan jenis sekolah, apalagi para remaja yang duduk dibangku Sekolah Menengan Atas yang mulai mengeksplorasi dirinya terhadap bidang pendidikan dan pekerjaan.
2.5.3 Faktor Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai pembangkit motivasi seseorang dalam menentukan jenis sekolah yang akan dimasuki oleh seorang siswa tamatan sekolah menengah pertama (SMP). Setelah seorang menamatkan sekolah menengah pertama (SMP) jenis sekolah menengah yang cukup bermacam-macam tentunya menjadi pilihan setiap orang, jenis sekolah tersebut ibarat Sekolah Menengan Atas dan SMK.
SMA dan Sekolah Menengah kejuruan mempunyai spesifikasi tertentu, pada suatu sisi sekolah terdiri dari sekolah negeri dan swasta. Sekolah negeri yaitu sekolah yang di usahakan oleh pemerintah baik dari segi penyediaan fasilitas, keuangan maupun tenaga pengajar. Penyelenggaraan sekolah negeri telah diatur dan diterapkan dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian, sekolah juga sanggup dikelola secara swadaya masyarakat yang sering disebut swasta. Sekolah swasta yakni sekolah yang di usahakan oleh selain pemerintah atau badan-badan swasta sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan nasional pasal 47 ayat (1) yaitu masyarakat sebagai kawan pemerintah berkesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam menyelenggarakan pendidikan nasional (Hasbullah, 1999 : 53).
Pada sisi yang lain, sekolah terdiri dari sekolah umum dan sekolah kejuruan. Sekolah umum yaitu sekolah yang belum mempersiapkan anak dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu. Sekolah umum penekanannya sebagai persiapan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi tingkatannya. Kemudian disebut sebagai sekolah kejuruan, sekolah kejuruan yakni lembaga pendidikan formal yang mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian-keahlian tertentu yang berwujud pada bidang-bidang pekerjaan yang akan digelutinya kelak (Hasbullah, 1999 : 53).
Kemudian, faktor-faktor sekolah yang dipertimbangkan oleh seseorang dalam melanjutkan studinya yakni faktor mutu dan kualitas lulusan, guru-guru, alat-alat pembelajaran dan lain sebagainya. Mutu seringkali berafiliasi dengan kualitas lulusan yang dihasilkan oleh sekolah, sekolah yang bermutu biasanya akan menghasilkan siswa-siswa yang cakap dan terampil dalam mengaplikasikan ilmunya dalam masyarakat.
Mutu suatu sekolah di dukung oleh kesiapan para guru-guru dalam pembelajaran siswa-siswanya. Tugas seorang guru menurut, Sardiman (1996 : 142) yakni sebagai; informasi, motivator, pengarah, inisiator, transmitor, pasilitator, mediator, dan evaluator. Dengan demikian apabila seorang guru tidak mengetahui peranannya maka tujuan pembelajaran tidak akan sanggup dicapai sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi yang diraih siswa. Selanjutnya alat-alat pembelajaran yang lengkap menjadi perhatian setiap orang dalam pemilihan studinya. Alat-alat yang lengkap tentunya akan mendukung dan sasaran pencapaian kurikulum yang telah ditetapkan.
Kemudian, Beck dan Murphy (Supriadi, 20 : 2003) mengemukakan bahwa ada empat kondisi yang wajib dipenuhi untuk meningkatkan mutu sekolah, yaitu (1) pokus yang kuat dan konsisten pada mutu (2) Kepemimpinan yang kuat dan fasilitatif (3) komitmen untuk memelihara kekompakan internal dan kekompakan eksternal serta (4) sumber daya yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan semua orang dalam komunitas sekolah.
Demikian hal-hal yang dipertimbangkan oleh orang bau tanah atau seorang dalam menentukan sekolah lanjutannya. Faktor-faktor sekolah ibarat di atas tentunya menjadi pertimbangan semoga setiap orang bisa mencapai tujuan-tujuan yang berwujud pada cita-citanya
2.5.4 Faktor Budaya
Budaya merupakan hasil daya cipta, karya manusia, budaya akan ada bila berada dalam masyarakat luas, salah satu dari substansi kebudayaan yakni pendidikan. Menurut Tilaar (1999 : 47) menyebutkan bahwa kebudayaan itu dinamis dan terus berkembang lantaran adanya proses pendidikan. Proses pendidikan itu bukan hanya mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan tetapi juga menyebarkan bahwa sanggup mematikan kebudayaan itu sendiri. Sebagai proses transformasi nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi selanjutnya perlu adanya dukungan forum pendidikan.
Kemudian, pendidikan akan membentuk pribadi kreatif yang menjadi pelopor serta pengembang jaringan kebudayaan dimana yang hidup. Menurut Fajar (1999 : 70) pribadi yang tidak kreatif dan tidak produktif akan menjadi beban kebudayaan atau beban masyarakat dan kemudian terjadi krisis kebudayaan yang merupakan refleksi dari kegagalan sistem pendidikan.
Usaha untuk melestarikan budaya bangsa salah satunya dengan adanya penyelenggaraan proses pendidikan. Kebanyakan orang bau tanah menyekolahkan anaknya yakni disebabkan sekolah sebagai proses yang telah membudaya di masyarakat. Sebagian orang bau tanah menyekolahkan anaknya lantaran perubahan struktur sosial dalam masyarakat, ada yang menyekolahkan anak disebabkan oleh proses ikut-ikutan (sugesti) dari orang lain atau masyarakat sekitarnya. Kemudian, teknologi merupakan substansi dari budaya, sehingga perubahan dari hasil teknologi serta.
2.6 Pengaruh Pendidikan Orang Tua Dalam Menyekolahkan Anak
Pendidikan merupakan suatu perjuangan sadar yang bertujuan membawa anak kearah kedewasaan, dalam hal ini berarti pendidikan bagi anak sangatlah penting harus diperhatikan oleh orang bau tanah mereka dalam rangka persiapan untuk menghadapi masa depan mereka.
Mortimer J. Adler dalam H.M. Arifin (1993 : 12) menjelaskan bahwa:
�Pendidikan yakni proses dengan mana semua kemampuan insan yang diperoleh yang dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang artistik dibentuk dan digunakan oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik�.
Bardid (1983 : 136) menjelaskan bahwa pendidikan �Suatu aktivitas universal dalam kehidupan insan sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk keagamaan�.
Pendidikan orang bau tanah sanggup mensugesti untuk banyak sekali dalam studi. Pada umumnya orang bau tanah yang mempunyai pendidikan akan lebih sensitif terhadap perkembangan anak-anaknya dan selalu memberi bimbingan serta motivasi secara terus menerus untuk mencapai kebahagiaan sianak, lantaran orang bau tanah yang mempunyai pendidikan akan lebih mengerti pentingnya pendidikan dalam mencapai tujuan anaknya di tengah-tengah masyarakat dan Negara.
Apabila orang bau tanah menganggap pendidikan di sekolah hanya sebagai suatu pemborosan dengan anggapan bahwa pendidikan hanya untuk menghambur-hamburkan uang, tenaga dan waktu yang sanggup merugikan bagi dirinya dan anaknya. Maka orang bau tanah yang demikian tidak merasa manfaat anak untuk bersekolah. Biasanya golongan orang bau tanah ini umumnya taraf pendidikan rendah. Sehingga hal ini akan besar lengan berkuasa terhadap keberhasilan studi anaknya.
Faktor pendidikan orang bau tanah turut besar lengan berkuasa terhadap pendidikan anaknya. Bila orang bau tanah yang mempunyai pendidikan berbeda taraf pemikiran dengan orang bau tanah yang tidak mempunyai pendidikan di dalam mengarah dan membimbing anaknya kepada pendidikan khususnya pendidikan formal.
0 Komentar untuk "Fungsi Orang Tua"