Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam


A.    Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam
 prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja mempunyai arti ihwal “sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja”.[1] Dalam Bahasa Inggris, padanan untuk makna kinerja ialah kata ferformance yang “berarti kemampuan dan kemauan melaksanakan sesuatu pekerjaan, atau sanggup disebut juga sebagai prestasi kerja, yaitu hasil yang diinginkan dari suatu perilaku. Dalam pengertian ini meliputi kemampuan mental dan fisik”.[2]
Secara terminologi, Fremont, Kast dan Rosenzweig yang diterjemahkan oleh M. Yasin, sebagaimana yang dikutip oleh Afnibar, menyatakan bahwa kinerja ialah “proses kerja seseorang individu untuk mencapai tujuan yang relevan”.[3] Dachniel menyatakan bahwa kinerja berarti “kemauan dan kemampuan melaksanakan suatu pekerjaan”.[4] Artinya, kinerja merupakan semangat, intensitas, kemauan serta kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dalam kata kinerja juga terkandung makna profesionalitas, alasannya dalam mewujudkan kinerja, keterampilan seseorang dalam bidang yang ia kerjakan sangat menentukan. Selanjutnya, Tuckman mendefinisikan bahwa “kinerja (performance) dipakai untuk menandai manifestasi pengetahuan, pemahaman, ide, konsep, keterampilan dan sebagainya yang sanggup diamati”[5].
Guru PAI merupakan sebagai pendidik, amanah kinerja dalam melaksanakan tugasnya lebih terfokus pada internalisasi nilai yang berada dalam makna kiprah mendidik. Label Pendidikan Agama Islam menunjukkan citra bahwa tugasnya bukan hanya sekedar mentransformasikan ilmu kepada para penerima didik, tetapi juga harus berusaha menunjukkan srtategi pemaknaan dari bahan pembalajaran yang ia laksanakan, sehingga pendidikan Agama Islam yang sayarat dengan pendidikan nilai tidak hanya sekedar berada dalam level keilmuan penerima didik saja, tetapi menjadi identititas dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh perjuangan murid secara individual atau lantaran interaksi antara guru dan murid dalam proses dan kegiatan mencar ilmu mengajar saja, tetapi faktor guru beserta segala aspek kepribadiannya juga banyak mempengaruhi tingkat kemajuan dan keberhasilan murid dalam belajar. “Guru ialah salah satu faktor pendidikan yang mempunyai kiprah yang paling strategis, alasannya dialah penentu terjadinya proses mencar ilmu mengajar”.[6] Dalam proses mencar ilmu mengajar ini guru mempunyai kiprah dan tanggung jawab yang sangat besar.
Oleh lantaran itu untuk mengetahui dan memahami kiprah dan tanggung jawab guru, maka perlu diuraikan terlebih dahulu ihwal definisi guru sebagai berikut:
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu” dan “ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) lantaran guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia mempunyai wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) lantaran guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri contoh oleh penerima didiknya.[7]

M. Ali Hasan dan Mukti Ali menyampaikan bahwa Pengertian guru secara terbatas ialah sebagai satu sosok individu yang berada di depan kelas, dan dalam arti luas ialah seseorang yang mempunyai kiprah dan tanggung jawab untuk mendidik penerima didik dalam membuatkan kepribadiannya, baik yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah.[8] Dari definisi di atas sanggup disimpulkan bahwa guru selain memberikan bahan pelajaran di depan kelas, guru juga bertanggung jawab untuk membuatkan kepribadian penerima didiknya. Istilah lain yang identik dengan guru ialah pendidik dan pengajar. Namun, kedua istilah tersebut mempunyai makna dan pengertian yang berbeda. Meski demikian, keduanya tetap tidak sanggup dipisahkan, lantaran “seorang guru haruslah bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik”.[9]
Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa:Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melaksanakan bimbingan, pelatihan, serta melaksanakan penelitian dan dedikasi kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada sekolah tinggi tinggi.[10]

Bila dikaitkan dengan agama Islam, maka pendidik ialah sebagaimana dikemukakan oleh Samsul Nizar:Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya jasmani maupun rohani penerima didik biar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia bisa menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai-nilai fatwa Islam.[11]
Sedangkan berdasarkan Ahmad Tafsir ialah pendidik ialah sebagai berikut:
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif, yang dikembangkan secara seimbang hingga ke tingkat yang setinggi mungkin, berdasarkan fatwa Islam.[12]

Dari uraian di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa, pendidik mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengajar. “Pendidik tidak sama dengan pengajar, alasannya pengajar itu hanya sekedar memberikan bahan pelajaran kepada murid”.[13] Sedangkan berdasarkan pengertian para tokoh di atas, pendidik tidak hanya sekedar memberikan bahan pelajaran saja. Tetapi pendidik mempunyai tanggung jawab untuk membuatkan seluruh potensi anak didik biar mencapai tingkat kedewasaan.
Dalam konsep Islam guru ialah sumber ilmu dan moral. Ia merupakan tokoh identifikasi dalam hal keluasan ilmu dan keluhuran akhlaknya, sehingga anak didiknya selalu berupaya untuk mengikuti langkah-langkahnya. Kesatuan antara kepemimpinan moral dan keilmuan dalam diri seorang guru sanggup menghindarkan anak didik dari ancaman keterpecahan pribadi.[14] Dengan demikian guru agama Islam tidak sama dengan guru pada umumnya. Karena guru agama Islam mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik para penerima didiknya. Sebagai seorang guru agama Islam, tidak hanya terbatas memberikan ilmu-ilmu agama saja, tetapi juga harus bisa membentuk penerima didik menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan menghamba kepada Khaliqnya dengan dijiwai nilai-nilai fatwa Islam. “Guru ialah prajurit terdepan di dalam membuka cakrawala penerima didik memasuki dunia ilmu pengetahuan dalam masa global ini”.[15]
Karena guru merupakan faktor terpenting dalam memilih keberhasilan proses pendidikan. Maka, menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Selain dituntut untuk menguasai aneka macam ilmu pengetahuan, guru juga mempunyai “tanggung jawab yang besar dalam upaya menghantarkan penerima didik ke arah tujuan pendidikan yang dicita-citakan”.[16]      
Berbicara ihwal perbaikan kinerja guru, khususnya guru PAI, tidak bisa dilepaskan dari apa yang menjadi kiprah pokok (topoksi) utama dan aneka macam tanggung jawab guru yang terkait lainnya. Tugas dan tanggung jawab guru meliputi banyak hal, yaitu guru sanggup berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana pembelajaran, supervisor, motivator, evaluator, innovator, serta kiprah lainnya yang terkait dengan statusnya sebagai guru pendidikan agama Islam.
Telaah atas eksistensi pendidik dalam literatur kependidikan menyatakan bahwa guru harus mempunyai karakteristik professional sebagai berikut:
Pertama, kesepakatan terhadap profesionalitas yang menempel pada dirinya sikap dedikatif, kesepakatan terhadap mutu proses dan hasil kerja (produk), dan sikap continous improvement (improvisasi berkelanjutan). Kedua, menguasai dan mampu  mengembangkan serta menjelaskan fungsi ilmu dalam kehidupan, bisa menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya. Dengan kata lain, bisa melaksanakan transformasi, internalisasi, dan implementasi ilmu kepada penerima didik. Ketiga, mendidik dan menyiapkan penerima didik yang mempunyai kemampuan berkreasi, mengatur dan memelihara hasil kreasinya supaya tidak menyebabkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan lingkungannya. Keempat, bisa menjadikan dirinya sebagi model dan sentra anutan (centre of self- identification), teladan, dan konsultan bagi penerima didiknya. Kelima, bisa bertanggung jawab dalam membangun peradaban di masa depan (civilization of the future).[17]

Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Kinerja guru akan bermakna kalau dibarengi dengan nawaitu yang higienis dan ikhlas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk sanggup meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kearah yang lebih baik. Kinerja yang dilakukan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa depan lebih baik dari kinerja hari ini.
Program kegiatan sistem pembinaan profesional atau pemberian dukungan profesional kepada guru dilakukan dengan aneka macam kegiatan kegiatan menyerupai pelatihan, tutorial dalam kelas. Program kegiatan disusun bersama, dilakukan secara berkelanjutan dan terjadwal, dipantau dan dievaluasi. Pelatihan guru dirancang bersama antara unsur Pembina, pengawas, tutor inti, guru pemandu, sehabis mendapat masukan dari kepala sekolah ihwal kebutuhan kebutuhan yang dibutuhkan oleh guru di dalam proses mencar ilmu mengajar. Bahkan masukan dari kepala sekolah yang berupa kajian dari hasil pelaksanaan supervisi kelas, sangat penting untuk memilih warna dan isi bahan pembinaan .          



               [1] Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 156.

               [2] Gibson JL, J.M. Ivancevich, J.H. Donelly, Jr., organization: Behaviour, Structure and processes, Fifth Edition, (Texas: Bussines Publication Inc., 1992), hal. 9.
              
               [3] Afnibar, Memahami Profesi dan Kinerja Guru, (Jakarta: The Minang Foundatioan, th 2005), hal. 21.

               [4] M. Dachniel Kamars, Kurikulum Untuk Abad 21 dalam Model Pengelolaan dan Penelitian Kurikulum, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994), hal. 10.
               [5] Tuckman, Conducting Educational Research, (New York : Harcourt Brace Javanovich, INC, 1978), hal. 123.

               [6] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 75.

               [7] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hal. 90.

               [8] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), hal. 81.
              
               [9] Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 167.
               [10] UU RI Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003), hal. 27.

               [11] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 41.

               [12] Ahamd Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 74.

               [13] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hal. 19.
               [14] Azra, Esei-esei..., hal. 167.

               [15] H.A.R. Tilaar, Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 167.
               [16] Nizar, Filsafat Pendidikan....., hal. 41.
               [17] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja  Rosdakarya, 1998), hal. 29.

Related : Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam

0 Komentar untuk "Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close