Tiga Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam mudah-mudahan tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga sobat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.

Menurut Imam Ghozali r.a, Tingkatan orang berpuasa ada 3, yakni :

  • Puasa awam ( Shaumul ‘aam)  
  • Puasa khusus ( Shaumul Khusus ),
  • Puasa Khususil khusus ( Shaumul Khususil Khusus )

1. Puasa Orang Awam

أَمَّا صَوْمُ الْعُمُومِ: فَهُوَ كَفُّ الْبَطْنِ وَالْفَرْجِ عَنْ قَضَاءِ الشَّهْوَةِ

“Puasa lazim merupakan menahan perut dan kemaluan dari menunaikan syahwat.”

Maksudnya, ibadah puasa lazim atau ibadah puasa orang-orang awam merupakan “sekedar” melakukan puasa menurut metode yang dikontrol dalam aturan syariat. Seseorang makan sahur dan bermaksud untuk puasa pada hari itu, kemudian menahan diri dari makan, minum dan melakukan kekerabatan tubuh dengan suami atau istrinya sejak dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. 

Jika hal itu telah dikerjakan, maka secara aturan syariat ia telah melaksanakan keharusan ibadah puasa Ramadhan. Puasanya sudah sah secara dzahir dari sisi ilmu fikih.

2. Puasa khusus

وَأَمَّا صَوْمُ الْخُصُوصِ فَهُوَ كَفُّ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَاللِّسَانِ وَالْيَدِ وَالرِّجْلِ وَسَائِرِ الْجَوَارِحِ عَنِ الْآثَامِ

“Puasa khusus merupakan menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan dosa.”

Tingkatan puasa ini lebih tinggi dari tingkatan ibadah puasa sebelumnya. Selain menahan diri dari makan, minum dan melaksanakan kekerabatan suami istri, tingkatan ini menuntut orang yang berpuasa untuk menahan seluruh anggota badannya dari dosa-dosa, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tingkatan ini menuntut baik dzahir maupun batin untuk senantiasa waspada dan waspada.

Ia akan menahan matanya dari menyaksikan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan telinganya dari menyimak hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Ia akan menahan lisannya dari mengucapkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan tangannya dari melaksanakan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 

Ia akan menahan kakinya dari melangkah menuju hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan seluruh anggota badannya lainnya ia jaga mudah-mudahan tidak terjatuh dalam langkah-langkah maksiat.Tingkatan puasa ini merupakan tingkatan orang-orang shalih.

3. Puasa sungguh khusus

وَأَمَّا صَوْمُ خُصُوصِ الْخُصُوصِ: فَصَوْمُ الْقَلْبِ عَنِ الْهِمَمِ الدَّنِيَّةِ وَالْأَفْكَارِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَكَفُّهُ عَمَّا سِوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالْكُلِّيَّةِ

“Puasa sungguh khusus merupakan berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain Allah secara totalitas.”

Tingkatan ini merupakan tingkatan puasa yang paling tinggi, sehingga paling berat dan paling sukar dicapai. Selain menahan diri dari makan, minum dan berhubungan, serta menahan seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat, tingkatan ini menuntut hati dan asumsi orang yang puasa untuk senantiasa konsentrasi pada akhirat, mempertimbangkan hal-hal yang mulia dan memurnikan semua tujuan untuk Allah semata.

Puasanya hati dan pikiran, itulah hakekat dari puasa sungguh khusus. Puasanya hati dan asumsi dianggap batal saat ia mempertimbangkan hal-hal selain Allah, hari darul abadi dan berfikir wacana (keinginan-keinginan) dunia, kecuali kasus dunia yang menolong kendala akhirat. Inilah puasa para nabi, shiddiqin dan muqarrabin. (Imam Abu Hamid al-Ghozali, Ihya’ Ulumiddin, 1/234)

Saudaraku seiman dan seislam yang dirahmati Allah Subhanahu wa ta'ala . Ingatlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

“Betapa banyak orang berpuasa tetapi jawaban dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga semata. Dan betapa banyak orang melaksanakan shalat malam (tarawih dan witir) tetapi alhasil dari shalatnya hanyalah begadang menahan kantuk semata.” (HR. Ahmad no. 8856, Abu Ya’la no. 6551, Ad-Darimi no. 2720, Ibnu Hibban no. 3481 dan Al-Hakim no. 1571. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanadnya kuat)

Semoga kita tidak tergolong dalam kalangan yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam diatas, Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin

Related : Tiga Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali

0 Komentar untuk "Tiga Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close