Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.Sholawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam keluarga serta para teman dekat dan pengikut yang istiqamah menuruti Baginda hingga ke hari kiamat. Wahai Sahabatku yang senantiasa di rahmati oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dari Abu ad-Darda` dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Maukah kalian saya beritahu amalan terbaik, tersuci kalian disisi Allâh dan paling tinggi dalam derajat kalian serta lebih baik bagi kalian dari diberi emas dan perak dan lebih baik dari berjumpa lawan kalian kemudian kalian penggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian? Mereka menjawab, ‘Ya.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Dzikir terhadap Allâh.
Hadits yang mulia ini dikeluarkan oleh Imam Mâlik dalam al-Muwatha` no. 524, Ahmad dalam Musnadnya no. 21702 , at-Tirmidzi dalam Sunannya no. 3377, Ibnu Mâjah dalam sunannya no. 3790, al-Hâkim dalam al-Mustadrak no.1825 dan ath-Thabrâni dalam kitab ad-Do’a no.1872.
Hadits ini dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh al-Jâmi no. 2629, Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb no. 1493, Shahîh Sunan at-Tirmidzi dan Shahîh Sunan Ibnu Mâjah. Syaikh Syu’aib al-Arnâ’uth rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini Sanadnya Shahîh dalam tahqiq dia terhadap Musnad Imam Ahmad.
Hadits yang agung ini menerangkan keunggulan dzikir yang bisa memenangkan pahala pembebasan budak, nafkah harta, menunggang kuda dijalan Allâh dan perang dengan pedang dijalan Allâh Azza wa Jalla.
Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan, “Banyak sekali Nash-nash syariat yang menerangkan keunggulan dzikir yang lebih dari sedekah dengan harta dan amalan ketaatan lainnya. (Jâmi’ Ulûm wal Hikam, hlm. 225).
Kemudian dia rahimahullah menyodorkan hadits Abu ad-Darda’ ini dan sejumlah hadits-hadits yang menampilkan pemahaman menyerupai itu.
Imam Ibnu Abid Dunya rahimahullah meriwayatkan dari al-A’masy dari Sâlim bin Abil Ja’d , dia berkata:
Ditanya Abu ad-Darda` Radhiyallahu anhu ihwal seorang yang membebaskan seratus budak, dia Radhiyallahu anhu menjawab:
Sesungguhnya seratus budak dari harta seorang yakni berbagai dan yang lebih utama dari itu yakni kepercayaan yang terus ada dimalam dan siang hari dan jangan lepas ekspresi salah seorang kalian berair dari dzikir terhadap Allâh.
(Hadits ini dibawakan Imam al-Mundziri rahimahullah dalam at-Targhîb wa at-tarhîb (2/395) dan dia katakan sanadnya hasan, tetapi Syeikh al-Albâni rahimahullah menyatakan hadits ini mauquf (lemah) dalam Dha’if at-Targhîb wa at-Tarhîb no. 896)
Sahabat Abu ad-Darda` Radhiyallahu anhu di sini menerangkan keunggulan membebaskan budak, tetapi ketinggian keutamannya tidak bisa sejajar dengan dzikir yang terus menerus dan rutin.
Penjelasan keunggulan dzikir yang melampaui amalan yang lain juga disampaikan banyak Sahabat dan Tabi’in menyerupai Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dan Abdullâh bin Amru bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu serta lainnya, menyerupai disampaikan dalam kitab Jâmi’ al-Ulûm wal Hikam hlm 225-226.
Namun perlu diingat, bahwa ini tidak memiliki arti mengecilkan keunggulan beramal di jalan Allâh Azza wa Jalla dan membebaskan budak, tetapi tujuannya yakni mengunggulkan keunggulan dzikir dan menerangkan urgensi dan ketinggian kedudukannya.
Tidak ada yang bisa mengunggulinya bahkan semua amalan dan ketaatan disyariatkan cuma untuk menegakkan dzikir terhadap Allâh Azza wa Jalla . Oleh lantaran itu Allâh Azza wa Jalla berfirman:
Dan dirikanlah shalat untuk mengenang Aku. (Thaha/20:14)
Didirikannya shalat yakni untuk dzikir terhadap Allâh Azza wa Jalla . Hal ini berisi klarifikasi ihwal agungnya kasus shalat, lantaran shalat yakni merendahkan diri terhadap Allâh Azza wa Jalla , berdiri dihadapan Nya dan memohon serta menegakkan dzikir mengenang Allâh Azza wa Jalla. Berdasarkan hal ini maka shalat yakni dzikir dan Allâh Azza wa Jalla sudah menamakannya dengan dzikir dalam firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kau terhadap mengenang Allâh dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu kalau kau mengetahui.(Al-Jumu’ah/62:9)
Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla menamakan shalat selaku dzikir, lantaran dzikir yakni ruh, inti dan hakikat shalat. Orang yang terbesar pahalanya dalam shalat yakni yang paling kuat, kuat dan banyak dzikirnya terhadap Allâh Azza wa Jalla . Ini yakni inti semua jenis ketaatan dan ibadah yang dijadikan fasilitas hamba mendekatkan diri terhadap Allâh Azza wa Jalla.
Dalam suatu hadits Mu’adz bin Anas al-Juhani Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Seorang mengajukan pertanyaan terhadap dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: Mujahidin mana yang terbesar pahalanya wahai Rasûlullâh ? dia menjawab: Yang paling banyak dzikirnya. Ia mengajukan pertanyaan lagi: Orang yang berpuasa yang paling banyak pahalanya? dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Yang paling banyak dzikirnya.
Kemudian orang tersebut menyebutkan shalat, zakat, haji dan sedekah terhadap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab seluruhnya dengan sabdanya:
Yang paling banyak dzikirnya. Maka Abu Bakar z berkata terhadap Umar Radhiyallahu anhu : Orang-orang yang senantiasa mengenang Allâh Azza wa Jalla menjinjing semua kebaikan!! maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Iya. (HR. Ahmad dalam al-Musnad dan ath Thabrâni) dalam al-Mu’jam al-Kabîr, hadits ini disampaikan adanya dua riwayat penguat oleh Syeikh Abdurrazâq al-Abad sehingga dia berkata: Bisa digunakan untuk berhujjah Insya Allâh.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: Sungguh pelaku amalan apapun yang paling utama yakni yang paling banyak dzikir (mengingat) Allâh Azza wa Jalla . Orang berpuasa yang paling utama yakni yang paling banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla dalam puasa mereka. Orang bersedekah yang paling utama yakni yang paling banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla . Orang berhaji yang paling utama yakni yang paling banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla dan demikian seluruh amalan shalih. (al-Wâbil ash-Shayyib hlm 152).
Mengingat Allâh Azza wa Jalla (Dzikrullah) yakni amalan paling utama dan lebih besar dari semuanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
Bacalah apa yang sudah diwahyukan kepadamu, yakni Al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu menangkal dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sebetulnya mengenang Allâh (shalat) yakni lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allâh mengenali apa yang kau kerjakan.(Al-Ankabut/29:45)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Yang benar bahwa pemahaman ayat yakni dalam sholat ada dua maksud besar dan salah satunya lebih besar dari yang lain; lantaran shalat menangkal dari perbuatan keji dan mungkar dan berisi dzikir mengenang Allâh Azza wa Jalla.
Pahala dari dzikir terhadap Allâh Azza wa Jalla tersebut lebih besar dari menangkal perbuat keji dan mungkar. [Ucapan ini dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahullah di al-Wâbil ash-Shayyib.
Salmân al-Fârisi Radhiyallahu anhu pernah ditanya: Amalan apa yang paling utama? dia Radhiyallahu anhu menjawab: Tidakkah kau membaca al-Qur`an!
Dan sebetulnya mengenang Allâh yakni lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam tafsîrnya.
Demikian juga Ibnu Abid Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa dia ditanya: Amalan apa yang paling utama? dia menjawab:
Allah Azza wa Jalla sudah menyuruh kaum Mukminin untuk meperbanyak dzikir baik dalam kondisi berdiri, duduk atau berbaring, baik di malam hari atau siang hari, bahkan dalam segala kondisi dan kondisi. Demikian juga menampilkan pahala besar atas hal itu, menyerupai diterangkan dalam firman Allâh Azza wa Jalla:
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allâh, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), biar Dia mengeluarkan kau dari kegelapan terhadap cahaya (yang terang). Dan yakni Dia Maha Penyayang terhadap orang-orang yang beriman. Salam penghormatan terhadap mereka (orang-orang mu’min itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah:”Salam”; dan Dia menawarkan pahala yang mulia bagi mereka.(Al-Ahzab/33:41-44)
Dalam ayat yang mulia ini Allâh Azza wa Jalla menyuruh untuk memperbanyak dzikir dan menerangkan jawaban yang besar atas amalan tersebut. Demikian juga firman Allâh Azza wa Jalla :
Sebagaimana Kami sudah mewakilkan kepadamu Rasul di antara kau yang membacakan ayat-ayat Kami terhadap kau dan mensucikan kau dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan terhadap kau apa yang belum kau ketahui.Karena itu, camkan kau kepada-Ku tentu Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kau mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah/2:151-152)
Orang-orang yang banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla yakni al-Mufarridûn yang bersegera terhadap kebaikan dan mendapat derajat dan kedudukan tertinggi. Hal ini diterangkan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dalam penyataan beliau:
Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlangsung di jalan Makkah kemudian melalui suatu bukit yang dinamakan bukit Jumdân, kemudian dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Berjalanlah melalui Jumdân ini! Telah menang al-Mufarridûn. Mereka bertanya: Siapakah al-Mufarridûn tersebut wahai Rasûlullâh ? Beliau menjawab : Lelaki dan perempuan yang banyak mengenang Allâh. (HR Muslim no. 2676).
Sahabat yang mulia Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu menjawab dengan menyatakan: Yang dimaksud yakni mengenang Allâh Azza wa Jalla setiap akhir shalat baik pagi maupun pekan, diatas pembaringan dan setiap kali bangkit dari tidur. Setiap kali pergi dipagi dan sore hari dari rumahnya mengenang Allâh Azza wa Jalla.
Syaikh Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di rahimahullah menerangkan pemahaman yang menyerupai dengan pernyataan teman dekat Ibnu Abbâs diatas dengan menyatakan:
Paling tidak seorang senantiasa merutinkan wirid-wirid pagi dan sore serta setelah shalat lima waktu. Juga pada peristiwa dan sebab-sebab tertentu. Seharusnya merutinkannya dalam semua waktu dan semua keadaan.
Sebab hal itu yakni ibadah yang memicu pelakunya menjadi juara dalam kondisi rileks. Juga menariknya untuk menyayangi Allâh Azza wa Jalla dan mengenalnya dan menjadi pembantu dalam melakukan kebaikan dan menahan ekspresi dari ucapan buruk. (Tafsîr as-Sa’di hlm 667 saat menafsirkan surat al-Ahzab ayat 41).
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.Sholawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam keluarga serta para teman dekat dan pengikut yang istiqamah menuruti Baginda hingga ke hari kiamat. Wahai Sahabatku yang senantiasa di rahmati oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا، عِنْدَ مَلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ، فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ ” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: «ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى»
Dari Abu ad-Darda` dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Maukah kalian saya beritahu amalan terbaik, tersuci kalian disisi Allâh dan paling tinggi dalam derajat kalian serta lebih baik bagi kalian dari diberi emas dan perak dan lebih baik dari berjumpa lawan kalian kemudian kalian penggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian? Mereka menjawab, ‘Ya.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Dzikir terhadap Allâh.
Hadits yang mulia ini dikeluarkan oleh Imam Mâlik dalam al-Muwatha` no. 524, Ahmad dalam Musnadnya no. 21702 , at-Tirmidzi dalam Sunannya no. 3377, Ibnu Mâjah dalam sunannya no. 3790, al-Hâkim dalam al-Mustadrak no.1825 dan ath-Thabrâni dalam kitab ad-Do’a no.1872.
Hadits ini dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh al-Jâmi no. 2629, Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb no. 1493, Shahîh Sunan at-Tirmidzi dan Shahîh Sunan Ibnu Mâjah. Syaikh Syu’aib al-Arnâ’uth rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini Sanadnya Shahîh dalam tahqiq dia terhadap Musnad Imam Ahmad.
Hadits yang agung ini menerangkan keunggulan dzikir yang bisa memenangkan pahala pembebasan budak, nafkah harta, menunggang kuda dijalan Allâh dan perang dengan pedang dijalan Allâh Azza wa Jalla.
Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan, “Banyak sekali Nash-nash syariat yang menerangkan keunggulan dzikir yang lebih dari sedekah dengan harta dan amalan ketaatan lainnya. (Jâmi’ Ulûm wal Hikam, hlm. 225).
Kemudian dia rahimahullah menyodorkan hadits Abu ad-Darda’ ini dan sejumlah hadits-hadits yang menampilkan pemahaman menyerupai itu.
Imam Ibnu Abid Dunya rahimahullah meriwayatkan dari al-A’masy dari Sâlim bin Abil Ja’d , dia berkata:
Ditanya Abu ad-Darda` Radhiyallahu anhu ihwal seorang yang membebaskan seratus budak, dia Radhiyallahu anhu menjawab:
إنَّ مِئَةَ نَسَمَةٍ مِنْ مَالِ رَجُلٍ لَكَثِيْرٌ، وَأَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ إِيْمَانٌ مَلْزُوْمٌ باِللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنْ لاَ يَزَالَ لِسَانُ أَحَدِكُمْ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللهِ
Sesungguhnya seratus budak dari harta seorang yakni berbagai dan yang lebih utama dari itu yakni kepercayaan yang terus ada dimalam dan siang hari dan jangan lepas ekspresi salah seorang kalian berair dari dzikir terhadap Allâh.
(Hadits ini dibawakan Imam al-Mundziri rahimahullah dalam at-Targhîb wa at-tarhîb (2/395) dan dia katakan sanadnya hasan, tetapi Syeikh al-Albâni rahimahullah menyatakan hadits ini mauquf (lemah) dalam Dha’if at-Targhîb wa at-Tarhîb no. 896)
Sahabat Abu ad-Darda` Radhiyallahu anhu di sini menerangkan keunggulan membebaskan budak, tetapi ketinggian keutamannya tidak bisa sejajar dengan dzikir yang terus menerus dan rutin.
Penjelasan keunggulan dzikir yang melampaui amalan yang lain juga disampaikan banyak Sahabat dan Tabi’in menyerupai Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dan Abdullâh bin Amru bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu serta lainnya, menyerupai disampaikan dalam kitab Jâmi’ al-Ulûm wal Hikam hlm 225-226.
Namun perlu diingat, bahwa ini tidak memiliki arti mengecilkan keunggulan beramal di jalan Allâh Azza wa Jalla dan membebaskan budak, tetapi tujuannya yakni mengunggulkan keunggulan dzikir dan menerangkan urgensi dan ketinggian kedudukannya.
Tidak ada yang bisa mengunggulinya bahkan semua amalan dan ketaatan disyariatkan cuma untuk menegakkan dzikir terhadap Allâh Azza wa Jalla . Oleh lantaran itu Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Dan dirikanlah shalat untuk mengenang Aku. (Thaha/20:14)
Didirikannya shalat yakni untuk dzikir terhadap Allâh Azza wa Jalla . Hal ini berisi klarifikasi ihwal agungnya kasus shalat, lantaran shalat yakni merendahkan diri terhadap Allâh Azza wa Jalla , berdiri dihadapan Nya dan memohon serta menegakkan dzikir mengenang Allâh Azza wa Jalla. Berdasarkan hal ini maka shalat yakni dzikir dan Allâh Azza wa Jalla sudah menamakannya dengan dzikir dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kau terhadap mengenang Allâh dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu kalau kau mengetahui.(Al-Jumu’ah/62:9)
Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla menamakan shalat selaku dzikir, lantaran dzikir yakni ruh, inti dan hakikat shalat. Orang yang terbesar pahalanya dalam shalat yakni yang paling kuat, kuat dan banyak dzikirnya terhadap Allâh Azza wa Jalla . Ini yakni inti semua jenis ketaatan dan ibadah yang dijadikan fasilitas hamba mendekatkan diri terhadap Allâh Azza wa Jalla.
Dalam suatu hadits Mu’adz bin Anas al-Juhani Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَهُ فَقَالَ أَيُّ الْمُجَاهِدِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا يَا رَسُولُ اللَّه ؟ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَعَالَى ذِكْرًا ، قَالَ فَأَيُّ الصَّائِمِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا ؟ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا ، ثُمَّ ذَكَرَ لَهُ الصَّلَاةَ وَالزَّكَاةَ وَالْحَجَّ وَالصَّدَقَةَ كُلُّ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : ذَهَبَ الذَّاكِرُونَ بِكُلِّ خَيْرٍ !! ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَجَلْ
Seorang mengajukan pertanyaan terhadap dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: Mujahidin mana yang terbesar pahalanya wahai Rasûlullâh ? dia menjawab: Yang paling banyak dzikirnya. Ia mengajukan pertanyaan lagi: Orang yang berpuasa yang paling banyak pahalanya? dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Yang paling banyak dzikirnya.
Kemudian orang tersebut menyebutkan shalat, zakat, haji dan sedekah terhadap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab seluruhnya dengan sabdanya:
Yang paling banyak dzikirnya. Maka Abu Bakar z berkata terhadap Umar Radhiyallahu anhu : Orang-orang yang senantiasa mengenang Allâh Azza wa Jalla menjinjing semua kebaikan!! maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Iya. (HR. Ahmad dalam al-Musnad dan ath Thabrâni) dalam al-Mu’jam al-Kabîr, hadits ini disampaikan adanya dua riwayat penguat oleh Syeikh Abdurrazâq al-Abad sehingga dia berkata: Bisa digunakan untuk berhujjah Insya Allâh.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: Sungguh pelaku amalan apapun yang paling utama yakni yang paling banyak dzikir (mengingat) Allâh Azza wa Jalla . Orang berpuasa yang paling utama yakni yang paling banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla dalam puasa mereka. Orang bersedekah yang paling utama yakni yang paling banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla . Orang berhaji yang paling utama yakni yang paling banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla dan demikian seluruh amalan shalih. (al-Wâbil ash-Shayyib hlm 152).
Mengingat Allâh Azza wa Jalla (Dzikrullah) yakni amalan paling utama dan lebih besar dari semuanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَﱠ
Bacalah apa yang sudah diwahyukan kepadamu, yakni Al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu menangkal dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sebetulnya mengenang Allâh (shalat) yakni lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allâh mengenali apa yang kau kerjakan.(Al-Ankabut/29:45)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Yang benar bahwa pemahaman ayat yakni dalam sholat ada dua maksud besar dan salah satunya lebih besar dari yang lain; lantaran shalat menangkal dari perbuatan keji dan mungkar dan berisi dzikir mengenang Allâh Azza wa Jalla.
Pahala dari dzikir terhadap Allâh Azza wa Jalla tersebut lebih besar dari menangkal perbuat keji dan mungkar. [Ucapan ini dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahullah di al-Wâbil ash-Shayyib.
Salmân al-Fârisi Radhiyallahu anhu pernah ditanya: Amalan apa yang paling utama? dia Radhiyallahu anhu menjawab: Tidakkah kau membaca al-Qur`an!
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
Dan sebetulnya mengenang Allâh yakni lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam tafsîrnya.
Demikian juga Ibnu Abid Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa dia ditanya: Amalan apa yang paling utama? dia menjawab:
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
Mengingat Allâh itu yakni lebih besar. Dinukil Ibnul Qayyim dalam al-Wâbil ash-Shayyib hlm 151-152.Allah Azza wa Jalla sudah menyuruh kaum Mukminin untuk meperbanyak dzikir baik dalam kondisi berdiri, duduk atau berbaring, baik di malam hari atau siang hari, bahkan dalam segala kondisi dan kondisi. Demikian juga menampilkan pahala besar atas hal itu, menyerupai diterangkan dalam firman Allâh Azza wa Jalla:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Dalam ayat yang mulia ini Allâh Azza wa Jalla menyuruh untuk memperbanyak dzikir dan menerangkan jawaban yang besar atas amalan tersebut. Demikian juga firman Allâh Azza wa Jalla :
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ ﴿١٥١﴾ فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Sebagaimana Kami sudah mewakilkan kepadamu Rasul di antara kau yang membacakan ayat-ayat Kami terhadap kau dan mensucikan kau dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan terhadap kau apa yang belum kau ketahui.Karena itu, camkan kau kepada-Ku tentu Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kau mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah/2:151-152)
Orang-orang yang banyak mengenang Allâh Azza wa Jalla yakni al-Mufarridûn yang bersegera terhadap kebaikan dan mendapat derajat dan kedudukan tertinggi. Hal ini diterangkan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dalam penyataan beliau:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ : سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ ، سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ ، قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ.
Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlangsung di jalan Makkah kemudian melalui suatu bukit yang dinamakan bukit Jumdân, kemudian dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Berjalanlah melalui Jumdân ini! Telah menang al-Mufarridûn. Mereka bertanya: Siapakah al-Mufarridûn tersebut wahai Rasûlullâh ? Beliau menjawab : Lelaki dan perempuan yang banyak mengenang Allâh. (HR Muslim no. 2676).
Sahabat yang mulia Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu menjawab dengan menyatakan: Yang dimaksud yakni mengenang Allâh Azza wa Jalla setiap akhir shalat baik pagi maupun pekan, diatas pembaringan dan setiap kali bangkit dari tidur. Setiap kali pergi dipagi dan sore hari dari rumahnya mengenang Allâh Azza wa Jalla.
Syaikh Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di rahimahullah menerangkan pemahaman yang menyerupai dengan pernyataan teman dekat Ibnu Abbâs diatas dengan menyatakan:
Paling tidak seorang senantiasa merutinkan wirid-wirid pagi dan sore serta setelah shalat lima waktu. Juga pada peristiwa dan sebab-sebab tertentu. Seharusnya merutinkannya dalam semua waktu dan semua keadaan.
Sebab hal itu yakni ibadah yang memicu pelakunya menjadi juara dalam kondisi rileks. Juga menariknya untuk menyayangi Allâh Azza wa Jalla dan mengenalnya dan menjadi pembantu dalam melakukan kebaikan dan menahan ekspresi dari ucapan buruk. (Tafsîr as-Sa’di hlm 667 saat menafsirkan surat al-Ahzab ayat 41).
0 Komentar untuk "Dzikir Amalan Terbaik"