Ketua tim Indonesia Dr. D. Hendra Amijaya menjelaskan, untuk IESO kali ini yang diperlombakan cukup banyak, selain perorangan juga ada yang berupa Research Project International Field Investigation di mana tim Indonesia yang diwakili oleh M. Ardiansyah Nugraha dari SMAN 1 Bogor berhasil mempersembahkan 1 emas dan satu perak serta satu perunggu dari research project.
Sedangkan untuk kompetisi perorangan memperoleh dua perak dan dua perunggu. Dan melalui field investigation tim Indonesia juga memperoleh satu perunggu. Menurut Hendra, kekuatan tim kebumian internasional masih didominasi oleh Korea, Taiwan, Jepang, dan Thailand. Negeri Gajah Putih itu memperoleh nilai terbaik di IESO tahun 2013 ini.
“Kita harus meningkatkan metode pembinaannya lagi untuk bisa menyamai mereka. Sejauh ini bawah umur oke-oke saja, mereka enjoydan sehat, hasil testnya pun tidak mengecewakan, dan nilainya beda tipis dengan mereka-mereka yang terbaik. Memang persaingannya sangat ketat. Saya yakin dari segi kemampuan bawah umur kita tidak mengecewakan, mungkin hanya faktor mental, psikis dll saja yang perlu dibenahi, tapi secara akademis dari rekab nilai saya lihat, beda tipis dengan nilai bawah umur dari Korea, Taiwan serta Jepang.” Tutur Hendra.
Dalam kesempatan yang sama, Zadrach L. Dupe MSc , selaku pendamping menjelaskan, untuk individual tim Indoensia memperoleh dua perak, dua perunggu, kemudian untuk kelompok memperoleh satu emas, satu perak dan satu perunggu. ”Lomba itu sendiri dan suasananya sangat kondusif, bagus. Di sana kami ditempatkan di kampus infosys, itu kampus yang sangat mewah, lomba diadakan di situ, lombanya sendiri terdiri dari teoritis, praktek, dan kelompok. Lomba teoritis ada geosfer, hidrosfer, atmosfer dan astronomi. Di samping itu juga ada lomba praktek. Satu hari lomba teoritis, hari berikut lomba praktek, kemudian hari berikutnya test lapangan dan kelompok. Kami mendapat medali medali dari test lapangan dan kelompok.” Terang Zadrach.
Sedikit masukan muncul dari pendamping Saptono B. Samodra MSc, ia memantau bila dari sisi pelaksanaannya cukup bagus, artinya tahun ini ada pelengkap cabang lomba yang dipertandingkan yaitu project tim, jadi bawah umur dikumpulkan dalam satu tim internasional tapi ia harus menuntaskan suatu project, tahun ini project timnya wacana perubahan iklim. Secara keseluruhan bagus, namun ada juga program yang tidak sempurna waktu. “Panitia ketika memulai program tidak memikirkan berakhirnya kapan, kadang kala makan siang jam 4 atau 5 sore dan, makan malam bisa jam 10 malam,” katanya sembari tersenyum.
Selaku dosen astronomi ITB, M.Irfan MSc, juga bertugas di Teropong Bintang Boscha, Bandung, ia gres kali ini mendampingi para siswa berlomba di luar negeri. Dalam pengamatannya, lomba ini sangat menarik, sejatinya olimpiade sains itu harusnya mencontoh olimpiade kebumian ini, alasannya yaitu semenjak mula panitia sudah mengingatkann generasi penerus biar bisa menjaga bumi kita dengan cara memahami sains dengan sebaik-baiknya dan para siswa bisa berhubungan dengan teman-temannya di seluruh dunia tanpa peduli bahasa, suku, agama dll demi bumi kita tercinta ini. Bersaing secara individual di bidang sains boleh, tapi selebihnya bekerja sama demi menyelamatkan dunia dari aneka macam polusi itu hal yang tidak bisa dianggap sepele. “Ya, kerjasama penting, namun semenjak awal memperlihatkan yang terbaik secara individual dulu juga sama pentingnya.” ujarnya.
Berhasil memperoleh medali sehabis beberapa bulan mengikuti pelatihan yang terkadang menjenuhkan, tentunya sebuah harga mahal yang menghasilkan rasa besar hati tak terkira bagi para peserta. Ungkapan rasa besar hati itu dinyatakan dengan bermacam-macam sinyal, verbal dan ucapan.
Tinggal di Bumi Harus Tahu Bumi
Seperti M. Ardiansyah Nugraha Sman I Bogor yang berhasil meraih medali Emas Earth System Reasearch Project serta medali perunggu untuk perorangan, “Untuk medali emas saya peroleh dari mengikuti earth system research project, jadi kita meneliti dan mempresentasikan hasil penelitian kita dalam bentuk poster dan dinilai oleh para juri internasional. Saya juga memperoleh medali perunggu untuk international tim field investigation. Dan untuk perorangan saya mendapat medali perunggu. Saya merasa lawan yang berpengaruh yaitu Taiwan, Jepang dan Korea selatan, pokoknya negara-negara Asia Timur itu keren. Di kurikulum mata pelajaran mereka, kembumian diajarkan di sekolah. Sehingga mereka berpengaruh di bidang studi itu dan wajarlah mereka menyabet medali emas di olimpiade ini. “Saya berharap pelajaran kebumian masuk di kurikulum, kita kan tinggal di bumi, tapi bila tidak tahu bumi kan percuma.” katanya.
Meski memperoleh medali perak, Evan Sugiarto Afil dari SMAK 2 Petra Surabaya merasa bersyukur dengan perolehannya itu. “Saat lomba bersama-sama soal-soal yang diberikan sudah pernah kami pelajari, hanya gara-gara tidak teliti, stamina ngedrop, waktunya yang tidak cukup dan nervous, itulah mempengaruhi kita ketika mengerjakan soal. Tapi rasa puas itu relatif, saya akan mencar ilmu lebih baik lagi,” ucapnya.
Dan Eka Damayanti dari SMAN Mojoagung, Jombang yang menyabet medali perunggu di ajang IESO ini mengaku berlum begitu puas dengan perolehan medalinya. Tapi untuk olimpiade ini, ia sudah memperlihatkan yang maksimal. “Banyak faktor yang mempengaruhi, selain lawan-lawannya tidak bisa dianggap sepele, waktu dan rasa nervous juga salah satu penyebab.” Katanya.
Nah, Aditya Hirawan dari SMAN 1 Yogyakarta yang ikut sebagai guest student (siswa) tamu mengamati dan mengikuti seluruh jalannya lomba dari awal sampai akhir. “Aku tidak memperoleh medali, tapi dipersiapkan untuk likut omba tahun depan. Nah jadi kemarin sehabis dikeluarkan nilainya, nilai yang saya peroleh setara dengan medali perak dari yang diperoleh rekan-rekan sekarang,” jelasnya
0 Komentar untuk "Pelajar Indonesia Raih Emas Dalam Ajang Ieso 2013"