Sekolahmuonline - Apa sih Keutamaan Dzikir itu? Pembaca Sekolahmuonline, diantara amalan yang diajarkan Nabi yakni dzikir. Dzikrullah (ingat Allah) dengan banyak sekali lafal yang diajarkan Nabi tentu sudah banyak kita hafal. Sering kita mengucapkan Laa ilaaha illallah, Subahanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, MaasyaaAllah, Laa haula wa laa quwwata illaa billah, dan kalimah-kalimah Thayyibah atau lafal dzikir lainnya. Bahkan Nabi sendiri saja tidak kurang dari 70 (tujuh puluh) hingga 100 (100) kali istighfar (Astaghfirullah) dalam sehari semalam, padahal kita tahu Nabi sudah diampuni dosa-dosa yang telah kemudian dan akan tiba serta dijamin masuk surga. Itu memperlihatkan betapa istimewanya dzirullah atau berdzikir. Dalam Hisnul Muslim, Syaikh Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani mengulas wacana Keutamaan Dzikir (Fadhlu Adz-Dikr) sebagai berikut:
KEUTAMAAN BERDZIKIR
Allah Ta’ala berfirman:
“Karena itu, ingatlah kau kepadaKu, pasti Aku ingat (pula) kepadamu (dengan menawarkan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepadaKu, serta jangan ingkar (pada nikmatKu)”. (Al-Baqarah, 2:152).
“Hai, orang-orang yang beriman, berdzikirlah yang banyak kepada Allah (dengan menyebut namaNya)”. (Al-Ahzaab, 33:42).
“Laki-laki dan wanita yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung”. (Al-Ahzaab, 33:35).
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaanNya), serta tidak mengeraskan suara, di pagi dan sore hari. Dan janganlah kau termasuk orang-orang yang lalai”. (Al-A’raaf, 7:205).
Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati. [1]
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِيْ دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ ؟ قَالُوْا بَلَى. قَالَ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى
“Maukah kamu, saya tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infaq emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kau memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?” Para sobat yang hadir berkata: “Mau (wahai Rasulullah)!” Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allah Yang Maha Tinggi”. [2]
Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ، فَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِنْ أَتَانِيْ يَمْشِيْ أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu kepadaKu, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rahmat) bila dia ingat Aku. Jika dia mengingatKu dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika dia menyebut namaKu dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia tiba kepadaKu dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat”. [3]
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ اْلإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِيْ بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ: لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ
Dari Abdullah bin Busr Radhiallahu’anhu, dia berkata: Bahwa ada seorang lelaki berkata: “Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya syari’at Islam telah banyak bagiku, oleh alasannya yakni itu, beritahulah saya sesuatu buat pegangan”. Beliau bersabda: “Tidak hentinya lidahmu berair alasannya yakni dzikir kepada Allah (lidahmu selalu mengucapkannya).” [4]
Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لاَ أَقُوْلُ: {الـم} حَرْفٌ؛ وَلَـكِنْ: أَلِفٌ حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ، وَمِيْمٌ حَرْفٌ
“Barangsiapa yang membaca satu karakter dari Al-Qur’an, akan mendapat satu kebaikan. Sedang satu kebaikan akan dilipatkan sepuluh semisalnya. Aku tidak berkata: Alif laam miim, satu huruf. Akan tetapi alif satu huruf, lam satu karakter dan mim satu huruf.” [5]
وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ وَنَحْنُ فِي الصُّفَّةِ فَقَالَ: أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيْقِ فَيَأْتِيْ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِيْ غَيْرِ اِثْمٍ وَلاَ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ؟ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ نُحِبُّ ذَلِكَ. قَالَ: أَفَلاَ يَغْدُوْ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمَ، أَوْ يَقْرَأَ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ، وَثَلاَثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثٍ، وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ، وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ اْلإِبِلِ
Dari Uqbah bin Amir Radhiallahu’anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam keluar, sedang kami di serambi masjid (Madinah). Lalu dia bersabda: “Siapakah di antara kau yang bahagia berangkat pagi pada tiap hari ke Buthhan atau Al-Aqiq, kemudian kembali dengan membawa dua unta yang besar punuknya, tanpa mengerjakan dosa atau memutus sanak?” Kami (yang hadir) berkata: “Ya kami senang, wahai Rasulullah!” Lalu dia bersabda: “Apakah seseorang di antara kau tidak berangkat pagi ke masjid, kemudian memahami atau membaca dua ayat Al-Qur’an, hal itu lebih baik baginya daripada dua unta. Dan (bila memahami atau membaca) tiga (ayat) akan lebih baik daripada memperoleh tiga (unta). Dan (bila memahami atau mengajar) empat ayat akan lebih baik baginya daripada memperoleh empat (unta), dan demikian dari seluruh bilangan unta.” [6]
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ، وَمَنِ اضْطَجَعَ مَضْجَعًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ
“Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, kemudian tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapat eksekusi dari Allah dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu daerah kemudian tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapat eksekusi dari Allah.” [7]
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيْهِ، وَلَمْ يُصَلُّوْا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةٌ، فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ
“Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca shalawat kepada Nabinya, pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka, maka jikalau Allah menghendaki dapat menyiksa mereka dan jikalau menghendaki mengampuni mereka.” [8]
مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
“Setiap kaum yang bangkit dari suatu majelis, yang mereka tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, maka mereka laksana bangkit dari bangkai keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari Kiamat).” [9]
---------------------------------------
[1] HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 11/208. Imam Muslim meriwayatkan dengan lafazh sebagai berikut:
“Perumpamaan rumah yang dipakai untuk dzikir kepada Allah dengan rumah yang tidak dipakai untuk dzikir, laksana orang hidup dengan yang mati”. (Shahih Muslim 1/539).
[2] HR. At-Tirmidzi 5/459, Ibnu Majah 2/1245. Dan lihat Shahih Tirmidzi 3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/316.
[3] HR. Al-Bukhari 8/171 dan Muslim 4/2061. Lafazh hadits ini riwayat Al-Bukhari.
[4] HR. At-Tirmidzi 5/458, Ibnu Majah 2/1246, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/317.
[5] HR. At-Tirmidzi 5/175. dan lihat Shahih Shahih At-Tirmidzi 3/9 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 5/340.
[6] HR. Muslim 1/553.
[7] HR. Abu Dawud 4/264 dan yang lainnya; dan lihat Shahih Shahih al-Jaami’ 5/342.
[8] At-Tirmidzi dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/140.
[9] HR. Abu Dawud 4/264, Ahmad 2/389 dan lihat Shahih al-Jami’ 5/176.
Sumber: Hisnul Muslim, Syaikh Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani, halaman 6 - 12
0 Komentar untuk "Apa Sih Keutamaan Dzikir Itu?"