Asuransi yang Dibolehkan dan Asuransi yang Dilarang*
MAKNA ASURANSI
Yang dimaksud dengan asuransi, ialah perjanjian jaminan dari pihak pemberi jaminan (yaitu perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta atau upah secara rutin, atau memberi ganti barang yang lain, kepada pihak yang diberi jaminan (yaitu nasabah asuransi), pada waktu terjadi petaka atau terjadinya bahaya, dan dijelaskan dengan perjanjian. Pemberian itu sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan nasabah kepada perusahaan asuransi.
Dari klarifikasi ini, sanggup diketahui secara terang bahwa dalam perjanjian asuransi itu terdapat tiga unsur yang melingkupinya, yaitu: (1) bentuk dan jumlah jaminan yang akan diberikan perusahaan asuransi, (2) ancaman atau petaka yang terjadi, (3) angsuran atau pembayaran yang dibayar oleh nasabah.
SEJARAH ASURANSI
Asuransi yang pertama kali muncul ialah dalam bentuk asuransi perjalanan laut, yaitu pada kala 14 Masehi. Namun sebenarnya, asuransi ini mempunyai akar sejarah sejak sebelum Masehi. Praktek asuransi waktu itu, seseorang meminjamkan sejumlah harta riba untuk kapal yang akan berlayar. Jika kapal itu hancur, maka pinjaman tersebut hilang. Jika kapal selamat, maka pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan) yang disepakati. Kapal itu digadaikan sementara sebagai jaminan pengembalian hutang dan ribanya.
Demikianlah asal muasal perusahaan asuransi. Di dalamnya merupakan perjanjian yang bersifat riba, mengandung unsur perjudian dan bahaya. Dan hingga pada dikala ini, asuransi tetap mempunyai unsur-unsur sebagaimana dikala muncul pertama kali.
Kemudian, pada kala 17 Masehi muncul asuransi di daratan, yaitu di kalangan bangsa Inggris. Pertama kali, muncul dalam bentuk asuransi kebakaran. Kemunculannya sesudah terjadi kebakaran hebat di kota London pada tahun 1666 Masehi. Kerugian yang diderita pada waktu itu, tidak kurang dari 13 ribu rumah, dan sekitar 100 gereja terbakar. Dari sini, asuransi kebakaran kemudian menyebar ke banyak negara di luar Inggris pada kala 18 Masehi, khususnya di Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat, serta semakin bertambah jenisnya, khususnya pada kala 20 Masehi.
JENIS-JENIS ASURANSI
Dilihat dari bentuk dan tujuannya, asuransi sanggup dikategorikan dalam dua jenis.
Yaitu at-Ta’mîn at-Tijâri dan at-Ta’mîn at-Ta’âwuni.
Asuransi at-Ta’mîn at-Tijâri. Yaitu asuransi yang bertujuan mencari keuntungan, atau asuransi yang dijadikan usaha, asuransi yang mempunyai angsuran yang pasti. Angsuran ini, otomatis menjadi milik perusahaan asuransi sebagai ganti dari pembayaran yang beliau tanggung bila terjadi musibah, atau sesuai dengan yang disepakati.
Jika jumlah pembayaran dari perusahaan lebih besar dari uang angsuran, maka itu ditanggung oleh perusahaan dan merupakan kerugiannya. Jika tidak terjadi musibah, maka angsuran itu menjadi milik perusahaan tanpa ganti apapun dan ini merupakan laba bagi perusahaan asuransi.
Inilah asuransi yang hendak dibicarakan di sini. Dan ini terlarang, lantaran bersifat spekulasi yang merugikan salah satu pihak.
Asuransi at-Ta’mîn at-Ta’âwuni, dan disebut juga dengan at-Ta’mîn at-Tabâduli, atau at-Ta’mîn al-Islami. Yaitu asuransi gotong-royong, atau asuransi yang sesuai dengan agama Islam. Asuransi ini tidak bertujuan mencari keuntungan, namun hanya bersifat tolong-menolong dalam menanggung kesusahan.
Contohnya, sekelompok orang bersama-sama mengumpulkan uang. Dengan uang ini, mereka membantu orang yang terkena musibah.
Perusahaan asuransi Islam ini, tidak otomatis mempunyai uang angsuran dari nasabah. Demikian juga uang yang dibayarkan ketika terjadi petaka bukan milik perusahaan, namun milik bersama. Perusahaan ini hanyalah menyimpan, mengembangkan, dan menunjukkan bantuan.
Selain dua jenis asuransi di atas, masih ada jenis asuransi lainnya, yaitu at-Ta’mîn al-Ijtima’i (jaminan keamanan sosial).
Asuransi at-Ta’mîn al-Ijtima’i ini, juga tidak mencari laba dan bukan asuransi khusus pada seseorang yang khawatir terjadinya petaka tertentu. Asuransi at-Ta’mîn al-Ijtima’i ini bertujuan untuk membantu orang banyak, yang kemungkinan bisa berjumlah jutaan orang. Seperti yang dilakukan oleh negara atau suatu pemerintahan untuk para pegawainya, yang dikenal dengan istilah peraturan pensiun (di Indonesia dikenal dengan istilah Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau Taspen, Red.).
Yaitu dengan cara memotong honor bulanan dalam prosentase tertentu, dan ketika telah hingga masa pensiun, maka uang (pemotongan gaji) tersebut diberikan kembali dalam bentuk honor pensiun bulanan, atau uang pesangon yang diberikan sekaligus untuk membantu kehidupannya. Dan jenis ini, bersama-sama tidak termasuk dalam kategori asuransi. Namun hal ini tidak mengapa, asalkan tidak disimpan di bank yang menjalankan riba.
MACAM-MACAM ASURANSI TIJÂRI
At-Ta’mîn at-Tijâri, sebagai asuransi yang bertujuan mencari laba ini sangat banyak macamnya. Antara lain sebagaimana berikut.
Pertama. Asuransi Kecelakaan.
Asuransi jenis ini berkenaan dengan harta-harta yang dimiliki, menyerupai asuransi pencurian, asuransi kebakaran, dan semacamnya. Juga diberlakukan untuk pertanggungan terhadap nasabah, menyerupai asuransi kecelakaan kendaraan, asuransi kecelakaan kerja, dan semacamnya.
Kedua. Asuransi Pribadi.
Yaitu asuransi dari bahaya-bahaya yang bekerjasama dengan insan itu sendiri, berkaitan dengan kehidupannya, kesehatannya, atau keselamatannya. Asuransi ini meliputi asuransi jiwa dan asuransi dari musibah-musibah yang menimpa tubuh (jasmani).
Asuransi jiwa, yaitu perjanjian yang mengharuskan perusahaan asuransi menunjukkan sejumlah uang kepada nasabah atau kepada orang ketiga, ketika nasabah (atau orang ketiga) itu meninggal dunia, ataupun pemberiaan dalam keadaan nasabah (atau orang ketiga) itu masih hidup hingga umur tertentu. Pemberian perusahaan asuransi ini sebagai ganti dari angsuran-angsuran yang telah disetorkan oleh nasabah terdahulu.
Asuransi jiwa ini sanggup digolongkan dalam beberapa macam.
1. Asuransi Kematian.
Yaitu pemberian sejumlah uang pada dikala kematian nasabah, dan meliputi tiga macam.
a. Asuransi Selama Hidup.
Yaitu perusahaan asuransi menunjukkan sejumlah uang kepada orang yang diasuransikan pada dikala kematian orang yang membayar asuransi (nasabah).
Jika asuransi untuk jangka tertentu, menyerupai 20 tahun misalnya, dan nasabah itu meninggal sebelum masa 20 tahun, maka angsurannya (setorannya) gugur, dan orang yang diasuransikan tersebut berhak mendapat sejumlah uang asuransi secara penuh. Ini berarti kerugian bagi perusahaan. Dan bila nasabah masih hidup melewati masa 20 tahun, maka angsurannya berhenti, tetapi uang asuransi tidak diberikan kepada orang yang diasuransikan, kecuali sesudah kematian nasabah.
b. Asuransi Berjangka Waktu Tertentu.
Yaitu nasabah membayar angsuran asuransi, dan perusahaan akan membayar sejumlah uang asuransi untuk orang yang diansuransikan bila nasabah meninggal dalam jangka waktu (masa) asuransi. Jika nasabah masih hidup melewati jangka waktu asuransi, maka angsuran yang telah ia bayarkan hilang, dan perusahaan asuransi mengambil uang tersebut dengan tanpa imbalan apapun. Asuransi jenis ini sangat terang unsur perjudiannya.
c. Asuransi Selama Hidupnya Orang Yang Diasuransikan.
Yaitu perusahaan asuransi menunjukkan sejumlah uang kepada orang yang diasuransikan, bila beliau tetap hidup sesudah kematian orang yang membayar asuransi (nasabah). Tetapi bila orang yang diasuransikan meninggal sebelum orang yang membayar asuransi (nasabah), maka asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu hilang. Asuransi jenis ini juga sangat terang unsur perjudiannya.
2. Asuransi Untuk Keadaan Tetap Hidup.
Yaitu tetap hidupnya nasabah. Asuransi ini kebalikan dari bentuk (1.a). Dalam asuransi ini, nasabah membayar sejumlah uang tertentu kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan akan membayarkan sejumlah uang tertentu juga –yang lebih banyak- pada waktu yang ditentukan, bila nasabah itu tetap hidup hingga waktu tersebut. Tetapi bila nasabah meninggal sebelum waktu yang ditetapkan dalam perjanjian asuransi, maka asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu hilang. Begitu pula andal waris nasabah tidak sanggup memanfaatkannya. Asuransi jenis ini juga sangat terang unsur perjudiannya.
3. Asuransi Yang Memiliki Unsur Kombinasi.
Yaitu penggabungan dua jenis asuransi di atas. Perusahaan asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang asuransi kepada orang yang diasuransikan, bila nasabah meninggal pada selang waktu tertentu, atau membayarkan kepada nasabah bila ia masih hidup sesudah selesainya waktu asuransi. Oleh lantaran itu, angsuran asuransi jenis ini lebih besar (nominalnya) dari dua jenis asuransi yang disebutkan sebelumnya (1 dan 2).
Adapun asuransi dari musibah-musibah yang menimpa badan, yaitu perusahaan asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang (klaim) kepada orang yang diasuransikan, bila nasabah tertimpa petaka yang berkaitan dengan badannya selama masa asuransi. Atau diberikan kepada orang tertentu, bila nasabah yang mengikuti asuransi itu meninggal.
Termasuk dalam jenis ini, yaitu asuransi kesehatan. Dan terkadang asuransi kesehatan meliputi seluruh jenis penyakit, atau penyakit tertentu, atau tindakan operasi penyakit, atau sebagian penyakit. Dokumen transaksi asuransi memilih jenis ancaman yang diasuransikan, dan yang tercatat itulah yang mendapat jaminan asuransi dari perusahaan.
HUKUM ASURANSI TIJÂRI
Asuransi tijâri (yang merupakan perjuangan untuk mencari keuntungan) dengan semua jenisnya, hukumnya haram, lantaran beberapa sebab:
1. Perjanjian Asuransi Tijâri Merupakan Perjanjian Penggantian Harta Yang Mengandung Ketidakpastian, Dan Mengandung Bahaya Yang Sangat Besar.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan watu dan jual beli gharar” [HR. Muslim, no. 1513]
Jual beli dengan kerikil, menyerupai seorang penjual menyampaikan ”aku menjual kain yang terkena watu yang saya lemparkan”. Atau ”aku menjual tanah ini mulai sini, hingga jarak watu yang saya lemparkan”. Atau semacamnya yang tidak ada kejelasan.
Sedangkan jual beli gharar, yaitu jual beli yang mengandung ketidakjelasan, tipu-daya, dan tidak bisa menyerahkan barang, menyerupai menjual ikan di dalam kolam, menjual burung yang terbang di udara, dan semacamnya. (Lihat Syarh Muslim, karya Imam an-Nawâwi).
2. Asuransi Tijâri Termasuk Dalam Kategori Jenis Perjudian.
Karena pada asuransi itu terdapat ancaman kerugian dalam pertukaran harta, kerugian dengan tanpa berbuat kejahatan atau penyebabnya, dan laba dengan tanpa imbalan, atau dengan imbalan yang tidak sepadan. Karena nasabah asuransi, terkadang gres menyetor sekali angsuran, kemudian terjadi kecelakaan (musibah), sehingga perusahaan asuransi menderita kerugian sejumlah uang asuransi. Atau tidak terjadi kecelakaan sama sekali, sehingga perusahaan asuransi mendapat laba dari angsuran-angsuran nasabah asuransi dengan tanpa imbalan. Dengan demikian, asuransi termasuk dalam larangan perjudian, sebagaimana disebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, yaitu termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu semoga kau mendapat keberuntungan” [Al-Maidah/5: 90]
3. Perjanjian Asuransi Tijâri Mengandung Riba.
Karena laba yang didapatkan perusahaan asuransi itu tanpa imbalan. Sedangkan laba nasabah merupakan suplemen dari harta pokoknya yang tidak ada imbalannya. Dan riba di dalam Islam sangat keras larangannya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) bila kau orang-orang yang beriman. Jika kau tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan bila kau bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kau tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [al-Baqarah/2:278-279]
4. Asuransi Tijâri Merupakan Perlombaan Yang Hukumnya Haram, Karena Mengandung Ketidakjelasan, Bahaya Kerugian, Dan Perjudian.
Demikianlah, bahwa syariat Islam tidak memperbolehkan perlombaan yang pemenangnya mengambil harta, kecuali yang padanya terdapat pembelaan dan kemenangan terhadap Islam, untuk meninggikan Islam dengan hujjah, atau dengan senjata. Dan Nabi n telah membatasi dengan tiga macam perlombaan, yang pemenangnya dibolehkan mengambil upah (hadiah).
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
“Tidak boleh mengambil hadiah harta perlombaan kecuali pada onta, kuda, atau anak panah” [HR Abu Dawud, no. 2574; at-Tirmidzi, no. 1700]
Yaitu tidak boleh mengambil harta dengan perlombaan, kecuali pada salah satu dari tiga perkara di atas. Karena ketiganya –dan yang semaknanya- termasuk persiapan peperangan dan kekuatan berjihad memerangi musuh. Dan menunjukkan hadiah padanya merupakan dorongan kepada jihad. [Lihat Tuhfatul-Ahawadzi].
5. Perjanjian Asuransi Tijâri, Mengandung Unsur Mengambil Harta Orang Lain Dengan Tanpa Imbalan.
Perbuatan menyerupai ini merupakan kebatilan. Sebab Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. [an-Nisa’/4: 29]
6. Perjanjian Asuransi Tijâri Mewajibkan Sesuatu Yang Tidak Diwajibkan Oleh Syariat.
Karena perusahaan asuransi tidak menciptakan kecelakaan dan tidak melaksanakan perkara yang menyebabkan kecelakaan, namun ia wajib membayar klaim. Hal itu lantaran perjanjian dengan nasabah untuk memberi jaminan pertangungan atas ancaman yang menimpa nasabah dengan imbalan setoran angsuran nasabah.
Berdasarkan keterangan ini, maka banyak aliran para ulama yang mengharamkan asuransi tijâri dengan segala jenisnya. Begitu pula dari klarifikasi ini nampak, bahwa asuransi yang dikala ini banyak beredar, yang dilakukan sebagai perjuangan untuk meraih keuntungan, termasuk perkara yang tidak boleh syariat. Adapun asuransi yang dibolehkan, yaitu asuransi at-Ta’mîn at-Ta’âwuni. Asuransi yang bertujuan untuk gotong royong, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XI/1428H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
* Makalah ini ditulis oleh Ustadz Muslim al-Atsari dengan judul ASURANSI DAN HUKUMNYA bersumber dari kitab Mausûah al-Qadhâyâ al-Fiqhiyyah al-Mu’âshirah wal-Iqtishâd al-Islami, karya Syaikh Prof. Dr. Ali Ahmad as-Sâlûs, Penerbit Dar ats-Tsaqafah Qathar, halaman 363-395. Beliau merupakan pengajar bidang fiqh dan ushûl di Kuliyah Syari’at Universitas Qathar. Penulisan makalah ini, juga dengan mengambil beberapa suplemen dari acuan lain. [Sumber: https://almanhaj.or.id/]
0 Komentar untuk "Asuransi Yang Dibolehkan Dan Asuransi Yang Dilarang*"