Amr Bin Ash Radhiyallahu 'Anhu

Amr Bin Ash Radhiyallahu 'Anhu


Amr bin Ash merupakan salah satu tokoh Quraisy yang paling gencar menghalangi dakwah Nabi SAW dan menyiksa orang-orang lemah yang masuk Islam. Karena itu Nabi SAW sempat berdoa kepada Allah semoga menurunkanazab kepada tiga orang, yang salah satunya ialah 'Amr bin 'Ash. Tetapi kemudian turun ayat yang melarang Nabi SAW melaksanakan hal itu, yakni mendoakan keburukan bagi insan (Surah Ali Imran 128).

Amr bin Ash mempunyai kemampuan yang tinggi di bidang politik dan strategi, alasannya ialah itu ia menyadari bahwa dengan dikukuhkannya perjanjian Hudaibiyah, agama Islam yang dibawa Nabi SAW akan mencapaiketinggian yang mustahil bisa dibendung lagi oleh orang Quraisy. Tetapi pengamatan dan prediksi yang tajam ini belum cukup untuk membawanya kepada Islam, ia justru berkata kepada teman-teman dekatnya, "Marilah kita bergabung dengan Raja Najasyi di Habasyah dan menjadi anak buahnya. Jika Muhammad menang atas kaum Quraisy, kita sudah ada di sisi Najasyi. Tetapi bila kaum kita yang menang, maka kita ialah orang yang telah mereka kenal, tidak ada perilaku yang muncul dari mereka kecuali kebaikan saja."


Teman-temannya itu menyetujuinya. Amr bin Ash memang telah cukup dikenal oleh Najasyi, raja Habasyah, alasannya ialah ia pernah menjadi duta kaum Quraisy ketika kaum muslim hijrah ke Habasyah. Ia memanfaatkan korelasi baiknya ini semoga bisa terselamatkan, ketika kontradiksi dua kubu, Kaum Quraisy dan orang-orang Islam, makin memuncak. Amr membawa kulit-kulit yang disamak, salah satu barang yang sangat disukai Najasyi, sebagai hadiah dalam jumlah yang cukup besar.



Setibanya di Habasyah dan bersiap menghadap Najasyi, tampak utusan Nabi SAW, Amr bin Umayyah adh Dhamri, masuk menemui Najasyi berkaitan dengan keberadaan Ja'far bin Abu Thalib dan kaum Muhajirin lainnya di Habasyah. Setelah Amr bin Umayyah keluar dari majelis Najasyi, Amr bin Ash memasuki ruangan, ia bersujud menyerupai yang selama ini dilakukannya, dan Najasyi menyapanya, "Selamat tiba sahabat karibku, apakah engkau membawa hadiah dari negerimu untukku?"



Ketika Amr menyerahkan hadiah kulit-kulit tersebut, tampak sekali kegembiraan dan ketakjuban Najasyi, apalagi jumlahnya cukup banyak. Pada dikala melihat utusan Nabi SAW datang, muncul niat Amr untuk membunuh sahabat Nabi SAW itu, maka ia berkata kepada Najasyi, "Wahai tuanku, saya melihat seorang lelaki yang gres keluar dari majelis ini, ia ialah utusan dari lelaki yang menjadi musuh kami. Serahkanlah ia padaku untuk kubunuh, alasannya ialah lelaki itu (Muhammad) telah banyak menghina dan melecehkan pemuka-pemuka kami."



Mendengar usul Amr ini, Najasyi sangat marah, danAmr menangkap mulut itu dan ia sangat ketakutan. Kalau saja dikala itu bumi terbelah, rasanya ia ingin memasukinya semoga terhindar dari kemarahan Najasyi. Karena itu buru-buru ia berkata lagi, "Tuanku, demi Allah, saya menduga tuan tidak menyukai permintaanku itu!!"



Najasyi berkata, "Apakah engkau meminta saya menyerahkan utusan dari seorang lelaki yang didatangi Malaikat Jibril, sebagaimana ia tiba kepada Musa, semoga engkau bisa membunuh utusan itu?"



"Wahai Najasyi, Apakah ia memang orang yang menyerupai itu?" Tanya 'Amr.



Amr bin Ash tentulah tidak mengerti bahwa telah beberapa hari lamanya utusan Rasulullah SAW tersebut tinggal di Habasyah, dan salah satu misinya ialah membawa surat ia untuk menyeru Najasyi memeluk Islam, dan ia telah menyambutnya dengan tangan terbuka. Bahkan Najasyi telah mewakili Rasulullah SAW melamar Ummu Habibah binti Abu Sufyan untuk menjadi istri beliau.



Najasyi berkata, “Kecelakaan bagimu, hai Amr, taatilah saya dan ikutilah dia (Nabi SAW), alasannya ialah sesungguhnya dia berada di atas kebenaran. Dan dia akan memperoleh kemenangan dari siapapun yang menentangnya, sebagaimana Musa bin Imran memperoleh kemenangan atas Fir'aun dan bala tentaranya."



Mendengar ucapan Najasyi ini, menyerupai ada kilat yang menyambar hatinya, tetapi sekaligus membuka mata hatinya hingga hidayah Allah SWT meneranginya. Amr berkata kepada Najasyi, "Maukah engkau memba'iat saya atas islam untuknya?"



“Baiklah!!” Kata Najasyi, dan ia memba'iat 'Amr untuk memeluk Islam.



Amr keluar dari majelis Najasyi dengan pandangan perihal Nabi SAW, yang jauh berbeda dengan ketika ia memasukinya. Tetapi ia masih menyembunyikan keislamannya dari sahabat- sahabatnya yang menunggu di luar, dan mengajak mereka kembali ke Makkah dengan dalih misinya gagal Diam-diam ia berencana menemui Nabi SAW di Madinah untuk menyatakan dan mengukuhkan keislamannya.



Beberapa kemudian, di suatu pagi yang masih cukup gelap, 'Amr bin Ash meninggalkan kota Makkah menuju Madinah hingga tidak ada orang yang mengetahuinya. Tetapi ketika hingga di Haddah, suatu daerah antara Makkah dan Thaif, Amr melihat dua orang telah berjalan mendahuluinya meninggalkan kota Makkah. Ketika keduanya beristirahat, salah satunya dari mereka menambatkan tunggangannya,dan satunya lagi masuk ke kemah. Setelah makin dekat, ternyata orang itu Khalid bin Walid, Amr pun bertanya, "Hendak kemanakah engkau, hai Abu Sulaiman?"



Khalid menjawab kalau akan ke Madinah menemui Nabi SAW untuk masuk Islam, tak usang kemudian orang yang di dalam kemah keluar, ternyata Utsman bin Thalhah. Amr besar hati sekali alasannya ialah bertemu dengan sahabat seperjuangan di dalam kekafiran, yang bermaksud sama untuk memeluk Islam. Mereka-pun setuju untuk bersama-sama memberikan ba’iat keislaman di hadapan Nabi SAW.



Mereka bertiga hingga di Madinah di awal bulan Safar tahun 8 H selepas ashar, mereka mendekati masjid Nabi SAW. Tampak kegembiraan Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya melihat kedatangannya, Beliau bersabda, "Makkah telah melepas jantung-jantung hatinya kepada kita…."



Terdengar juga seorang sahabat lainnya berkomentar, "Seluruh penduduk Makkah akan tunduk kepada ia alasannya ialah dua lelaki ini…"



Amr merasa, bahwa yang dimaksud dua orang itu ialah dirinya dan Khalid bin Walid. Pertama Khalid bin Walid yang berba'iat kepada Rasulullah SAW untuk memeluk Islam,Amr menyusul dan diikuti olehUtsman bin Thalhah.Amr berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya berba'iat kepadamu semoga diampuni dosa-dosaku yang terdahulu."



Nabi SAW bersabda, "WahaiAmr, berba'iatlah alasannya ialah sesungguhnya Islam menghapus dosa-dosa yang terdahulu, dan hijrah juga menghapus dosa-dosa yang telah lalu."



Sejak keislamannya, ia terjun dalam beberapa pertempuran bersama Rasulullah SAW. Tetapi jiwa pemimpin dan kelicinan strateginya gres menonjol jaman khalifah Umar bin Khaththab, bahkan ia populer dengan sebutan "Penakluk Mesir", alasannya ialah pasukan yang dikomandaninya berhasil mengalahkan dan mengusir pasukan Romawi dari sana, dan kesannya Mesir menjadi salah satu negara yang menjadi ikon Islam hingga sekarang.



Sebuah insiden menarik terjadi dalam pertempuran melawan pasukan Romawi di Mesir. Riwayat lain menyebutkan insiden ini terjadi di Perang Yarmuk di Syiria, juga melawan pasukan Romawi. Amr bin Ash sebagai komandan pasukan muslim yang mengepung benteng Romawi, diundang oleh komandan benteng (arthabon) untuk berunding. Sebenarnya undangan ini hanya jebakan belaka, mereka telah menyiapkan perangkap, bila Amr bin Ash kembali dari pertemuan tersebut, mereka akan menimpakan batu-batu yang telah disiapkan hingga ia tewas.



Tanpa prasangka apa-apa, Amr memenuhi undangan tersebut. Setelah terjadi beberapa kesepakatan, Amr akan kembali, tetapi ia menangkap suatu tanda-tanda yang tidak semestinya. Di luar ruangan, ia melihat beberapa gerakan di atas benteng yang mencurigakan, padahal ia akan lewat di bawahnya. Sadarlah Amr bahwa ia masuk dalam jebakan mereka. Ia berfikir cepat, kemudian kembali menemui Arthabon dan berkata, "Wahai Arthabon, di markasku di sana, menunggu beberapa sahabat utama Rasulullah, merekalah yang paling didengar pendapatnya oleh khalifah Umar bila mengambil keputusan penting. Karena itu saya ingin membawa mereka ke sini untuk memantapkan kesepakatan kita ini…."



Arthabon terpancing dengan siasat Amr yang bahu-membahu hanya bohong semata, ia berfikir, "Kalau bisa membunuh beberapa tokoh orang muslim sekaligus, sebaiknya ditunda saja hingga mereka semua datang. Apalagi tampaknya orang ini (Amr bin Ash), bukanlah pimpinan tertinggi dari pasukan muslim tersebut…"



Ia segera memberi kode tertentu kepada prajuritnya untuk menunda atau membatalkan rencananya, dan Amrbisa keluar dari benteng dengan selamat. Ia tersenyum dalam hati melihat Arthabon terpengaruhi muslihatnya. Keesokan harinya, Amr mengerahkan pasukannya menyerbu benteng Mesir dengan semangat membara. Sementara itu pasukan Romawi yang justru tidak siap dengan serangan tersebut. Mereka beranggapan kalau para pimpinan pasukan muslim, menyerupai yang dikatakan Amr, masih akan tiba untuk mematangkan perundingan. Akibatnya mereka dengan gampang dikalahkan dan benteng tersebut jatuh ke tangan kaum muslimin, berkat kepiawaian Amr bin Ash.



Amr bin Ash ialah tipikal seorang negarawan ulung dan mempunyai ambisi dalam kekuasaan, namun demikian ia termasuk orang yang amanah. Karena itu, Umar bin Khaththab tetap mempercayainya memegang jabatan gubernur Mesir walaupun ia hidup bergelimang harta, tetapi tentu saja ia dalam pengawasan yang ketat dari Umar. Pernah ia hidup terlalu berlebihan dari kekayaan yang dimilikinya, segera saja Umar mengirim utusan, yakni Muhammad bin Maslamah, dan memerintahkan harta Amr dibagi dua, separoh untuk Amr bin Ash dan separuhnya lagi diserahkan ke baitul mal, untuk kemaslahatan kaummuslimin secara umum. Amr-pun dengan bahagia hari mendapatkan keputusan Umar tersebut.



Ketika terjadi pertikaian antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, pena takdir membawa Amr bin Ash pada pilihan berpihak Muawiyah, tentu dengan alasan dan motivasi yang hanya diketahui oleh Amr. Yang jelas, tugas Amr bin Ash sangat besar dalam memenangkan Muawiyah atas Ali bin Abi Thalib, walau dengan cara dan jalan yang tidak sepenuhnya benar, dengan cara siasat dan tipu muslihat yang memang sangat dikuasai oleh Amr bin Ash.



Dalam pertempuran Shiffin, ketika pasukan Muawiyah terdesak dan hampir dikalahkan oleh Pasukan Ali, Amr menyarankan kepada Muawiyah untuk mengangkat al Qur'an dengan pedang atau tombaknya dan berteriak untuk bertahkim/berhukum dengan Al Qur'an. Siapapun tahu bahwa Ali bin Abi Thalib orang yang sangat mengenal dan menghargai Al Qur'an, bahkan ia termasuk salah satu dari "pemimpin-pemimpin" para penulis dan penghafalnya.Salah satu dari lima orang, yakni Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.



Begitu sarannya tersebut dilaksanakan Muawiyah, Ali memerintahkan pasukannya untuk menghentikan serangan kepada pasukan Muawiyah. Banyak sekali kecaman dari sahabat dan tentaranya atas sikapnya ini, tetapi Ali tak bergeming. Pada dasarnya Ali memang tidak menghendaki peperangan tersebut terjadi, dan ia juga bukan tipikal orang yang ambisius dengan kemenangan, kekuasaan dan jabatan. Maka ketika jalan negosiasi yang diminta, apalagi berhujjah dengan al Qur'an, serta merta Ali menyetujuinya.



Masing-masing pihak mengirimkan juru runding, Muawiyah mengirim Amr bin Ash dan Ali bin Abi Thalib mengirimkan Abu Musa al Asy'ari. Sesungguhnyalah Ali ingin mengirimkan Abdullah bin Abbas alasannya ialah ia telah mengenal dengan baik huruf Amr bin Ash yang suka bersiasat, dan itu akan bisa diimbangi oleh Ibnu Abbas. Sementara Abu Musa al Asy'ari seorang sahabat yang saleh, yang selalu saja husnudzon pada orang lain. Tetapi alasannya ialah dominan pasukan menghendaki Abu Musa, Ali menyetujuinya.



Dalam negosiasi dua tokoh sahabat yang berbeda huruf ini, disepakati bahwa kedua pemimpin harus meletakkan jabatannya terlebih dahulu, kemudian diadakan pemilihan eksklusif terhadap salah satu dari keduanya,siapa yang diba'iat lebih banyak, dialah yang berhak menjadi khalifah. Masing-masing wakil pihak harus berpidato di hadapan seluruh pasukan dan melepaskan jabatan yang diwakilinya, gres sehabis itu bisa dilaksanakan pemilihan. Abu Musa mendapatkan negosiasi tersebut dengan segala prasangka baiknya kepada Amr bin Ash.



Abu Musa menuruti usul Amr untuk berpidato pertama kali dan menanggalkan jabatan khalifah dari Ali. Setelah Abu Musa turun dari podium, Amr bin Ash menggantikan berpidato, ia berkata, "Sesungguhnya Abu Musa telah menanggalkan jabatan khalifah dari pemimpinnya, Ali bin Abi Thalib, dan saya pun menyatakan hal yang sama. Selanjutnya, dengan ini saya tetapkan Muawiyah sebagai khalifah dan Amirul mukminin yang bertanggung jawab atas penuntutan darah khalifah Utsman bin Affan, hendaklah kalian berba'iat kepadanya."



Abu Musa al Asy'ari terperangah kaget dengan perkataan Amr bin Ash, sama sekali ia tidak menyangka tipu muslihat tersebut. Sementara Ali tampak tenang, tampaknya ia telah menduga hasil dari pertemuan dua tokoh tersebut. Pasukan Ali yang sebelumnya telah terpecah belah alasannya ialah penghentian pertempuran yang diambang kemenangan makin kacau balau. Sebagian berbalik memusuhi Ali, sebagian lagi keluar dari pasukan utama.



Inilah tugas besar Amr bin Ash dalam membalik keadaan, dari kekalahan total menjadi kemenangan pihak Muawiyah atas pihak Ali bin Abi Thalib.Tetapi menjelang ajalnya di tahun 43 hijriah, ketika itu ia menjabat gubernur Mesir di masa pemerintahan Muawiyah, seakan-akan ia menyadari semua langkah-langkah keliru dalam bersiasat dan bermuslihat, dan ia berdoa, "Ya Allah, saya ini orang yang tak luput dari kesalahan, mohon Engkau memaafkannya, saya ini orang yang tak sunyi dari kelemahan, mohon Engkau menunjukkan pertolongan. Jika Engkau tidak melimpahkan rahmat karunia- Mu, celakalah nasibku, Ya Rabbi…!!"

Related : Amr Bin Ash Radhiyallahu 'Anhu

0 Komentar untuk "Amr Bin Ash Radhiyallahu 'Anhu"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close