Pelaksanaan dan Cara Shalat Idul Fitri dan Idul Adha
1. Waktu dan Tempat Shalat Id
Waktu shalat ‘Id dimulai dari matahari setinggi tombak hingga waktu zawal (matahari bergeser ke barat). Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan: “Nabi saw biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha”. (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zad al- Ma’ad fi Hadyi Khair al ‘Ibad, 1:425).
Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal yaitu biar orang-orang sanggup segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan biar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fitri (Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, hlm. 201)
Tempat pelaksanaan shalat ‘Id lebih utama (lebih afdhal) dilakukan di tanah lapang, kecuali jikalau ada udzur menyerupai hujan. Hal tersebut sesuai dengan hadis dari Abu Sa’id al-Khudri yang berbunyi:
Rasulullah saw biasa keluar pada hari raya Fitri dan Adha menuju tanah lapang. (HR. Al-Bukhari)
An -Nawawi menyampaikan dalam Syarh Muslim, III: 280:
“Hadis Abu Sa’id al-Khudri di atas yaitu dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘Id sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhal (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktikkan oleh kaum muslimin di aneka macam negeri. Adapun penduduk Makkah, maka semenjak masa silam shalat‘Id selalu dilakukan di Masjidil Haram.”
2. Pelaksanaan Shalat
a. Dilaksanakan 2 raka’at, tidak ada Shalat Sunnah Qabliyah ‘Id dan Ba’diyah ‘Id.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata :
Bahwasanya Rasulullah Saw keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fitri, kemudian mengerjakan shalat ‘Id dua raka’at, ia tidak mengerjakan shalat qabliyah maupun ba’diyah ‘Id. (HR. Muslim)
b. Tanpa Adzan, Iqamah, dan Tanpa Ucapan “ash-Shalaatu Jâmi’ah”
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata,
Aku pernah melaksanakan shalat ‘Id (Idul Fitri dan Idul Adha) bersama Rasulullah saw bukan hanya sekali atau dua kali, saat itu tidak ada adzan maupun iqamah. (HR. Muslim)
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi saw hingga ke daerah shalat, ia pun mengerjakan shalat ‘Id tanpa ada adzan dan iqamah. Juga saat itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash- Shalaatu Jâmi’ah”. (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad, I: 425).
c. Tata Cara Shalat ‘Id
1) Memulai dengan takbiratul ihram, sebagaimana shalat-shalat lainnya, diiringi niat nrimo alasannya Allah
2) Membaca doa Iftitah
Abu Zur’ah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Hurairah menceritakan kepada kami, ia berkata : “Rasulullah saw berdiam antara takbir dan bacaan al-Qur’an.”-Abu Zur’ah berkata,” Aku mengira Abu Hurairah berkata, “Diam sebentar,”- kemudian saya berkata, “Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku! Anda berdiam antara takbir dan bacaan. Apa yang anda baca di antaranya?” Beliau bersabda, “Aku membaca: ALLAHUMMA BAA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIB. ALLAHUMMA NAQQINII MINAL KHATHAAYAA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAHUMMAGHSIL KHATHAAYAAYA BILMAA’I WATSTSALJI WAL BARAD (Ya Allah, jauhkanlah antara saya dan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air yang dingin).” (HR. Al-Bukhari no. 702)
Doa Iftitah itu dianjurkan dibaca untuk membuka shalat. Maka doa Iftitah yaitu diawal sebagaimana dalam shalat lainnya. Sedangkan pembacaan ta’awudz dilakukan sebelum membaca surat. Ta’awudz letaknya selalu diikuti setelahnya dengan pembacaan surat. Karena Allah Ta’ala berfirman.
Apabila kau membaca Al Alquran hendaklah kau meminta tunjangan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. (QS. An Nahl: 98). (Ibnu Qudamah, al- Mughni, III: 273-274).
3) Kemudian bertakbir (takbir al-zawaid/takbir tambahan) sebanyak tujuh kali takbir-setelah takbiratul ihram- sebelum memulai membaca alFatihah. Boleh mengangkat tangan saat takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan dalam hadis :
Diriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Ibnu Umar sesungguhnya ia mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir, menyerupai takbir pada shalat janazah dan apabila bangun dari rakaat kedua yakni pada shalat wajib. (HR. Al-Baihaqi)
4) Di antara takbir-takbir (takbirat zawaid) tidak ada bacaan dzikir tertentu. Belum didapatkan hadits shahih marfu’ yang menunjukan bacaan Rasulullah saw di antara takbir
5) Membaca al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi saw yaitu surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat al- Qamar pada raka’at kedua.
Diriwayatkan dari Ubaidillah bin Abdillah bahwa ‘Umar bin alKhattab pernah menanyakan kepada Waqid al-Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah saw saat shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fitri. Ia pun menjawab, “Nabi saw biasa membaca “Qaaf, wa alQur’an al- majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarabat as- saa’atu wan syaqq al- qamar” (surat al-Qamar).” (HR. Muslim)
Boleh juga membaca surat al-A’laa pada raka’at pertama dan surat al-Ghasiyah pada raka’at kedua. Jika hari ‘Id jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat al- A’laa pada raka’at pertama dan surat al-Ghasiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘Id maupun shalat Jum’at.
Diriwayatkan dari an-Nu’man bin Basyir ia berkata: “Rasulullah saw biasa membaca dalam shalat ‘Id maupun shalat Jum’at “Sabbihisma rabbikal a’la” (surat al A’laa) dan “Hal ataka haditsul ghasiyah” (surat al-Ghasiyah).” An-Nu’man bin Basyir menyampaikan begitu pula saat hari ‘Id bertepatan dengan hari Jum’at, ia membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat. (HR. Muslim)
6) Setelah membaca surat, kemudian melaksanakan gerakan shalat menyerupai biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).
7) Bertakbir saat bangun untuk mengerjakan raka’at kedua.
8) Kemudian bertakbir (takbir al-zawaid /takbir tambahan) sebanyak lima kali takbir -setelah takbir intiqal (bangkit dari sujud) -sebelum memulai membaca al-Fatihah.
9) Kemudian membaca surat al-Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
10) Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.
d. Khutbah Setelah Shalat ‘Id Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan
Bahwasanya Nabi saw dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘Id sebelum khutbah.(HR. Muslim)
Setelah melaksanakan shalat ‘Id, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘Id dengan sekali khutbah (karena khutbah ‘Id hanya satu khutbah, maka tidak ada duduk di antara dua khutbah). Nabi Saw memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah ia yang lainnya.
Diriwayatkan dari Jabir ia berkata Rasulullah saw berkhutbah di hadapan insan memuji Allah dan memujinya kemudian bersabda: Siapa saja yang menerima petunjuk dari Allah maka tidak ada yang menyesatkannya, dan siapa saja yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang sanggup memberi petunjuk. (HR. Muslim)
Kemudian diakhiri dengan doa, dengan mengangkat jari telunjuk tangan kanan, sebagaimana pada khutbah Jumu’ah.
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’din ia berkata: Tidak pernah sama sekali saya melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya berdoa di atas mimbar tidak pula di atas lainnya, namun saya melihat ia mengisyaratkan telunjuknya dan menggenggam jari tengah dan ibu jari. (HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, III: 210)
Disalin dari:
PENGEMBANGAN HPT (II): TUNTUNAN IDAIN DAN QURBAN, Oleh: Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hal. 6 - 15
0 Komentar untuk "Pelaksanaan Dan Cara Shalat Idul Fitri Dan Idul Adha"