Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Sholawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam keluarga serta para teman dekat dan pengikut yang istiqamah menuruti Baginda sampai ke hari kiamat. Wahai Sahabatku yang senantiasa di rahmati oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
Kata tulus dan pasrah. Itulah dua kata yang banyak orang dengar dan sering dinasihatkan. Tidak banyak orang yang dapat menguasai perilaku ini.
Jika dikaji lebih dalam lagi, tulus bermakna merelakan apa saja yang memang telah bukan milik kita. Sedangkan pasrah merupakan sesuatu yang mesti kita serahkan sepenuhnya cuma terhadap Yang Maha Kuasa yakni Allah. Sangat di sayangkan, ternyata masih banyak orang yang salah kaprah dalam memaknainya sehingga bukanlah perilaku tulus yang didapatkan, melainkan cuma suatu unek-unek dan rasa sombong.
Jika dikaji lebih dalam lagi, tulus bermakna merelakan apa saja yang memang telah bukan milik kita. Sedangkan pasrah merupakan sesuatu yang mesti kita serahkan sepenuhnya cuma terhadap Yang Maha Kuasa yakni Allah. Sangat di sayangkan, ternyata masih banyak orang yang salah kaprah dalam memaknainya sehingga bukanlah perilaku tulus yang didapatkan, melainkan cuma suatu unek-unek dan rasa sombong.
Ketika seseorang telah merelakan, bermakna ia mesti bisa tidak mengungkit-ungkit akan hal itu lagi. Jika diungkit atau dibicarakan, maka ia tidak dapat ikhlas.
Memang ini sungguh sulit untuk merelakan sesuatu yang telah pernah kita miliki, tetapi kini telah tidak lagi. Perlu dikenali bahwa apa yang sedang kita miliki di saat ini, hakikatnya bukanlah milik kita.
Semua hanyalah titipan yang mesti kita jaga sebaik mungkin. Ketika Allah mengambilnya kembali, maka kita mesti merelakan semua itu. Karena intinya itu semua merupakan bukan milik kita melainkan milik Allah.
Memang ini sungguh sulit untuk merelakan sesuatu yang telah pernah kita miliki, tetapi kini telah tidak lagi. Perlu dikenali bahwa apa yang sedang kita miliki di saat ini, hakikatnya bukanlah milik kita.
Semua hanyalah titipan yang mesti kita jaga sebaik mungkin. Ketika Allah mengambilnya kembali, maka kita mesti merelakan semua itu. Karena intinya itu semua merupakan bukan milik kita melainkan milik Allah.
Lalu, Allah pun akan menggambilnya atau akan mencabut titipan yang kita miliki. Maka telah sewajarnya alasannya merupakan itu semua merupakan milik-Nya, bukan kepunyaan kita. Inilah yang perlu direnungkan dan ditafakkuri. Jika ketidak ikhlasan masih menempel dalam diri kita, maka bisa ditentukan hidup kita tak mungkin menemukan kebahagiaan.
Sebagai contoh, selaku materi renungan, di saat kita terbaring sakit dan tidak berdaya sehingga kita tak memiliki rasa sehat lagi. Jika kita tak bisa tulus dengan rasa sakit yang menimpa kita, justru hal itu akan menjadi sakit yang berlebih. Karena ada rasa takut, khawatir, dan cemas. Pikiran dan perasaan negatif itulah yang malah memunculkan penyakit akan kian usang berada dalam tubuh. Begitu juga sebaliknya.
Padahal, kalau ditimbang antara sehat dan sakit, akan lebih banyak sehatnya dibandingkan dengan sakit. Namun, di saat Tuhan menyediakan rasa sakit terhadap kita, kenapa kita menjadi tidak dapat mendapatkannya dengan ikhlas?
Padahal, kita pun bisa menemukan diri kita di saat kita sehat. Memang hal itu merupakan masuk akal dan manusiawi. Karena sejatinya, keperluan dasar insan merupakan mencari lezat dan menyingkir dari sengsara. Sehat merupakan lezat dan sakit merupakan sengsara.
Padahal, kita pun bisa menemukan diri kita di saat kita sehat. Memang hal itu merupakan masuk akal dan manusiawi. Karena sejatinya, keperluan dasar insan merupakan mencari lezat dan menyingkir dari sengsara. Sehat merupakan lezat dan sakit merupakan sengsara.
Selanjutnya, pasrah bisa dimaknai menyerahkan segala urusan kita terhadap Tuhan sehabis kita berupaya semampu kita. Namun, banyak orang yang merespon dan beranggapan bahwa pasrah ya tidak melakukan apa pun. Praduga itulah yang salah. Jika kita cuma menunggu takdir dan tidak mau berusaha, itu namanya putus asa, bukan pasrah.
Perlu dikenali bahwa arti pasrah bekerjsama merupakan kita melakukan kerja keras semaksimal dan sebaik-baik mungkin, sedangkan kesannya itu terserah terhadap Tuhan YME. Mau dibentuk sesuai dengan impian kita atau tidak, itu terserah oleh-Nya. Itulah pasrah sesungguhnya. Yang paling penting kita semua telah melakukan kerja keras sesuai dengan kesanggupan kita.
Lalu, berhubungan dengan arti kata sabar. Banyak orang di saat sedang ada kendala dan sedikit timbul amarah, beliau menyampaikan “sabar” sambil mengelus dada. Itu bukan sabar, tetapi menahan amarah dan masih mengeluh dalam hatinya. Sabar bukan mengeluh dan bukan menahan amarah. Sabar merupakan kondisi di saat kita bisa menemukan kondisi dengan tetap memiliki hati yang tenang. Inilah sabar. Namun, memanglah sukar jikalau dilakukan. Akan tetapi, di saat tak dilatih, maka hal itu tak akan bisa.
Hakikatnya, ikhlas, pasrah, dan sabar sungguh berhubungan bersahabat sehingga nantinya kita dapat menjadi insan yang senang alasannya merupakan bisa meraih ketenangan. Karena ketenangan bisa bikin kebahagiaan. Bahkan, lebih jauh lagi, ketenangan bisa bikin pula suatu solusi. bagi seorang yang beragama, pastinya cara itu dapat dijalankan dengan cara beribadah ataupun berdzikir. Atau melakukan amalan-amalan tertentu untuk bisa menenangkan hati dan pikiran. Demikian sedikit ulasan untuk menjadi insan yang dapat senang pastinya dunia dan akherat,Aamiin.
0 Komentar untuk "Menjadi Insan Yang Bahagia"