Jelaskan Watak Dan Sistem Dalam Menyodorkan Nasihat!

Berikut ini merupakan adat dan sistem dalam menyodorkan pesan tersirat pada orang lain:

1. Disampaikan dengan cara santun dan lemah lembut;
Dalam banyak ayat Allah Swt. mengajarkan kita bagaimana menyodorkan dakwah atau pesan tersirat terhadap orang lain dengan cara santun dan lemah lembut, di antaranya dalam ayat berikut.

”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (Q.S. ²li 'Imr±n/3:159)

Ayat di atas pertanda bahwa dalam menyediakan pesan tersirat janganlah kita berlaku kasar, egois, sok tahu, merasa paling benar, terlebih memojokkan, mereka niscaya tidak akan bersimpati terhadap kita  bahkan tidak mau lagi menggubris pesan tersirat kita.

Lebih lanjut terkait dengan taktik dakwah, simaklah ayat berikut!
“Serulah (manusia) terhadap jalan Tuhanmu dengan pesan tersirat dan pelajaran yang bagus dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengenali tentang siapa yang kesasar dari jalan-nya dan Dialah yang lebih mengenali orang-orang yang mendapat
petunjuk”  (Q.S. An-Nahl/16:125).

Dalam ayat di atas terdapat beberapa adat bertausiyah atau berdakwah, menyerupai yang disebutkan di bawah ini.

a. Disampaikan dengan pesan tersirat (bijak);
b. Jika berupa pesan tersirat lisan, hendaknya disampaikan dengan cara yang baik;
c. Jika mesti bertukar argumen (debat, diskusi, atau dialog), hendaknya dilaksanakan dengan cara terbaik;
d. Menghargai perbedaan. Ketika kita bertukar argumen dengan orang yang kita nasihati, lalu tidak terjadi titik temu, hargai usulan mereka, dan tidak semestinya kita memaksa mereka untuk
tunduk terhadap usulan dan undangan kita. Dakwah merupakan mengajak dengan cara santun, bukan memaksa, lantaran Rasulullah pun dihentikan memaksa,”Kamu bukanlah seorang pemaksa bagi mereka” (Q.S. al-Ghasyiyah/88:22)

2. Memperhatikan  tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan dan kesanggupan berpikir objek dakwah mesti menjadi pertimbangan dalam menyodorkan dakwah billisan, Rasulullah bersabda: “Berbicaralah dengan insan sesuai dengan kadar nalar (daya pikir) mereka”(H.R. Dailami).

3. Menggunakan bahasa yang sesuai.
Bahasa yang digunakan hendaknya bahasa yang sanggup dimengerti dan sesuai dengan tingkat intelektual objek dakwah. Ketika mengatakan di hadapan golongan penduduk awam, gunakan bahasa yang berlainan dengan  yang digunakan untuk berceramah di hadapan kaum terpelajar, dan sebaliknya.

4. Memperhatikan budaya.
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Pepatah itu diinginkan dalam dunia dakwah. Seorang dai yang tidak menghargai budaya setempat, bukan saja susah memperoleh simpati, namun bisa jadi tidak mempunyai peluang berdakwah lagi dikala penduduk tersinggung dan merasa tidak dihargai budayanya.

Menghargai budaya bukan bermakna melebur ke dalam kesesatan yang ada dalam suatu masyarakat, akan namun berdakwah dengan pintar dan cermat dalam memutuskan pendekatan dan cara.

Mengubah budaya yang mengandung kemungkaran mesti tetap dilakukan, namun lagi-lagi merupakan “cara” yang digunakan mesti diperhitungkan masak-masak.

Di sinilah para dai dituntut untuk mempunyai pengetahuan seluas-luasnya agar bisa merespon setiap permasalahan dengan santun dan bijak.

5. Memperhatikan tingkat sosial-ekonomi.
Kondisi ekonomi penduduk sasaran kita berdakwah merupakan hal yang mesti diamati oleh para dai.

Jika secara ekonomi mereka tergolong dalam klasifikasi mustahiq(orang yang berhak memperoleh zakat) lantaran miskin, jangan didominasi bahan tentang keharusan zakat, namun motivasi bagaimana biar zakat yang diterima sanggup produktif dan berikutnya tidak lagi menjadi mustahiq, namun menjadi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) lantaran sudah sanggup bangun diatas kaki sendiri secara ekonomi.

6. Memeperhatikan usia objek dakwah.
Saling mengasihi dan saling menghormati berlaku dalam segala urusan, terlebih dalam urusan dakwah.

Pada prinsipnya siapa pun punya potensi untuk memperoleh pesan tersirat dan dakwah kita, namun adat kita dalam menasihati orangtua tidak dapat disamakan dengan menasihati teman
sebaya atau orang yang lebih muda.

Jika ini tidak diperhatikan, orangtua yang kita harap mendukung dakwah kita dalam suatu kampung misalnya, justru akan menjadi persoalan lantaran mereka tersinggung dangan cara kita.

7. Yakin dan Optimis.
Seorang dai mesti percaya bahwa yang disampaikan merupakan pesan tersirat yang bersumber dari Yang Maha Benar, walaupun disampaikan sesuai dengan yang dipahaminya, dan sarat harap bahwa kebenaran yang disampaikan nantinya akan tegak mengambil alih kebatilan.

Firman Allah Swt.: .. (apa yang sudah kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang tiba dari Tuhanmu, lantaran itu janganlah kau tergolong orang yang ragu-ragu. (Q.S ali-Imron/3:60).

Dan katakanlah: “yang benar sudah tiba dan yang bathil sudah lenyap”
Sesungguhnya yang batil itu merupakan sesuatu yang niscaya lenyap. (Q.S. alIsra/17:81).

8. Menjalin kerja sama.
Dakwah merupakan kerja besar yang sulit dipercayai dipanggul sendiri oleh seorang dai atau banyak orang secara sanggup bangun diatas kaki sendiri dan terlepas dari yang lain.

Di antara sesama dai perlu ada jaringan dakwah yang terorganisasi dengan baik. Bukan cuma sesama dai, kolaborasi juga perlu dijalin dengan pemerintah selaku pemegang kekuasaan, dan juga dengan semua lapisan masyarakat.

Mereka mesti pundak membahu dan saling menopang dalam menjalankan misi mulia ini, menegakkan “amar ma’ruf nahi munkar”.

Barangkali inilah salah satu perwujudan dari perintah Allah Swt. berikut: …Dan tolong-menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan gotong royong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kau terhadap Allah, bergotong-royong Allah amat berat siksaNya. (Q.S. al-Maidah/4:2).

9. Konsekuen dengan perkataan (keteladanan).
Apa yang kita katakan sebaiknya sama dengan apa yang kita lakukan. Dengan keteladanan kita berharap orang yang kita nasihati mau mengikuti dengan suka rela.

Jika kita belum sanggup melaksanakan kebaikan menyerupai yang kita katakan, jangan lalu berhenti berdakwah, tetapi jadikan nasihatnasihat yang kita sampaikan itu selaku pemicu dan motivasi biar kita secepatnya sanggup menjadi teladan yang bagus bagi objek dakwah

Singkatnya, kebenaran memang mesti tetap disampaikan meski itu pahit, namun para dai wajib berbekal diri dengan pengetahuan seluas-luasnya, baik terkait dengan bahan dakwah maupun dengan metodenya.

Karena cuma dai yang berwawasan luas saja yang sanggup menatap perbedaan selaku sesuatu yang lazim dan menyikapinya dengan wajar.

Dai yang merasa paling benar dan tukang paksa tidak akan memperoleh wilayah di hati umat, lantaran berlawanan dengan fitrah manusia, yakni bahwa semua insan ingin dianggap keberadaannya dan dihargai.

Di segi lain, dai juga mesti berupaya konsekuen dengan perkataannya, sehingga sanggup menjadi teladan yang bagus bagi umat.

Dalam segala hal, Rasulullah saw.adalah teladan yang paripurna.   Mari kita teladani beliau!

Related : Jelaskan Watak Dan Sistem Dalam Menyodorkan Nasihat!

0 Komentar untuk "Jelaskan Watak Dan Sistem Dalam Menyodorkan Nasihat!"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close