Daftar Tanya Jawab Kebijakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
1. Mengapa pemerintah mengganti USBN?
USBN dikembalikan pada esensinya, yaitu asesmen simpulan jenjang yang dilakukan oleh guru dan sekolah. Kelulusan siswa pada simpulan jenjang memang merupakan wewenang sekolah yang didasarkan pada evaluasi oleh guru. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas dan juga prinsip pendidikan bahwa yang paling memahami siswa yaitu guru.
Selain itu, asesmen simpulan jenjang oleh sekolah memungkinkan evaluasi yang lebih komprehensif, yang tidak hanya didasarkan pada tes tertulis pada simpulan tahun. Hal ini juga mendorong sekolah untuk mengintensifkan dan memperluas pelibatan guru dalam semua tingkat dalam proses asesmen.
2. Apa ganti USBN?
Gantinya yaitu ujian yang dikelola tiap-tiap sekolah. Ujian tersebut sanggup dilaksanakan dalam bermacam-macam bentuk asesmen sesuai dengan kompetensi yang diukur.
3. Seperti apa pelaksanaan ujian sekolah pengganti USBN?
Dari sisi bentuk ujian, guru boleh dan dibutuhkan memakai bermacam-macam bentuk asesmen. Hal ini sanggup berupa tes tertulis menyerupai ketika ini. Namun guru juga disarankan memakai asesmen bentuk lain menyerupai penugasan, portofolio siswa, dan project kolaboratif.
Dari sisi waktu pelaksanaan, asesmen yang menjadi penggalan dari ujian ini tidak selalu harus dilakukan di penghujung tahun pedoman sebagaimana ujian konvensional selama ini. Misalnya, nilai ujian simpulan jenjang sanggup didasarkan pada evaluasi portofolio dan penugasan yang dilakukan semenjak semester ganjil.
Kedua perubahan ini memungkinkan kompetensi siswa dinilai secara lebih komprehensif. Perubahan ini juga memungkinkan evaluasi yang lebih terdiferensiasi, sesuai dengan kebutuhan individual siswa.
4. Bagaimana jikalau guru merasa kurang siap melaksanakan evaluasi simpulan jenjang?
USBN memposisikan sebagian besar guru sebagai peserta dan pengguna tes yang dikembangkan oleh pemerintah sentra dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di bawah koordinasi dinas pendidikan daerah. Semua siswa dan semua sekolah dalam satu tempat terikat untuk memakai bentuk ujian sama.
Hal ini menghambat kemerdekaan guru untuk berguru melaksanakan asesmen. Dengan mengembalikan kewenangan evaluasi simpulan jenjang pada sekolah, guru didorong untuk mulai dan secara terus menerus menyebarkan kapasitas profesionalnya terkait asesmen.
Selain itu, menciptakan soal tes tertulis yang bermutu memang tidak mudah. Kabar baiknya, evaluasi simpulan jenjang tidak harus mengandalkan tes tertulis. Guru sanggup memakai bermacam-macam bentuk
asesmen yang sesuai dengan kompetensi yang diukur, termasuk bentuk asesmen yang lebih dikenal oleh masing-masing guru.
5. Apa tugas yang dibutuhkan dari dinas pendidikan?
Dinas Pendidikan tidak lagi mengkoordinasi atau memfasilitasi penyelenggaraan ujian yang seragam. Peran Dinas dibutuhkan bergeser ke arah pengembangan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan mutu pembelajaran.
6. Apa konsekuensi kebijakan gres ini pada guru?
Guru menjadi lebih merdeka dalam mengajar dan melaksanakan asesmen siswa. Guru sanggup melaksanakan asesmen yang lebih sesuai untuk kebutuhan siswa dan situasi kelas/sekolahnya. Hal ini juga mendorong guru untuk terus menyebarkan kompetensi profesionalnya, terutama terkait asesmen siswa.
7. Apa konsekuensi kebijakan gres ini bagi sekolah?
Sekolah perlu mendukung praktik asesmen yang baik, yakni asesmen yang berdampak nyata pada proses dan hasil berguru siswa. Hal ini sanggup dilakukan dengan memfasilitasi guru untuk berkolaborasi mengenai taktik asesmen yang sempurna bagi siswa dan kondisi sekolah masing-masing.
8. Apa konsekuensi kebijakan gres ini bagi siswa?
Tekanan psikologis bagi siswa akan berkurang sebab asesmen sanggup dilakukan secara lebih komprehensif, tidak hanya pada waktu spesifik di simpulan tahun pedoman menyerupai praktik selama ini. Siswa sanggup mempunyai lebih banyak kesempatan, dan melalui lebih banyak cara, untuk mengatakan kompetensinya.
Sumber: https://www.kemdikbud.go.id/
1. Mengapa pemerintah mengganti USBN?
USBN dikembalikan pada esensinya, yaitu asesmen simpulan jenjang yang dilakukan oleh guru dan sekolah. Kelulusan siswa pada simpulan jenjang memang merupakan wewenang sekolah yang didasarkan pada evaluasi oleh guru. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas dan juga prinsip pendidikan bahwa yang paling memahami siswa yaitu guru.
Selain itu, asesmen simpulan jenjang oleh sekolah memungkinkan evaluasi yang lebih komprehensif, yang tidak hanya didasarkan pada tes tertulis pada simpulan tahun. Hal ini juga mendorong sekolah untuk mengintensifkan dan memperluas pelibatan guru dalam semua tingkat dalam proses asesmen.
2. Apa ganti USBN?
Gantinya yaitu ujian yang dikelola tiap-tiap sekolah. Ujian tersebut sanggup dilaksanakan dalam bermacam-macam bentuk asesmen sesuai dengan kompetensi yang diukur.
3. Seperti apa pelaksanaan ujian sekolah pengganti USBN?
Dari sisi bentuk ujian, guru boleh dan dibutuhkan memakai bermacam-macam bentuk asesmen. Hal ini sanggup berupa tes tertulis menyerupai ketika ini. Namun guru juga disarankan memakai asesmen bentuk lain menyerupai penugasan, portofolio siswa, dan project kolaboratif.
Dari sisi waktu pelaksanaan, asesmen yang menjadi penggalan dari ujian ini tidak selalu harus dilakukan di penghujung tahun pedoman sebagaimana ujian konvensional selama ini. Misalnya, nilai ujian simpulan jenjang sanggup didasarkan pada evaluasi portofolio dan penugasan yang dilakukan semenjak semester ganjil.
Kedua perubahan ini memungkinkan kompetensi siswa dinilai secara lebih komprehensif. Perubahan ini juga memungkinkan evaluasi yang lebih terdiferensiasi, sesuai dengan kebutuhan individual siswa.
4. Bagaimana jikalau guru merasa kurang siap melaksanakan evaluasi simpulan jenjang?
USBN memposisikan sebagian besar guru sebagai peserta dan pengguna tes yang dikembangkan oleh pemerintah sentra dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di bawah koordinasi dinas pendidikan daerah. Semua siswa dan semua sekolah dalam satu tempat terikat untuk memakai bentuk ujian sama.
Hal ini menghambat kemerdekaan guru untuk berguru melaksanakan asesmen. Dengan mengembalikan kewenangan evaluasi simpulan jenjang pada sekolah, guru didorong untuk mulai dan secara terus menerus menyebarkan kapasitas profesionalnya terkait asesmen.
Selain itu, menciptakan soal tes tertulis yang bermutu memang tidak mudah. Kabar baiknya, evaluasi simpulan jenjang tidak harus mengandalkan tes tertulis. Guru sanggup memakai bermacam-macam bentuk
asesmen yang sesuai dengan kompetensi yang diukur, termasuk bentuk asesmen yang lebih dikenal oleh masing-masing guru.
5. Apa tugas yang dibutuhkan dari dinas pendidikan?
Dinas Pendidikan tidak lagi mengkoordinasi atau memfasilitasi penyelenggaraan ujian yang seragam. Peran Dinas dibutuhkan bergeser ke arah pengembangan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan mutu pembelajaran.
6. Apa konsekuensi kebijakan gres ini pada guru?
Guru menjadi lebih merdeka dalam mengajar dan melaksanakan asesmen siswa. Guru sanggup melaksanakan asesmen yang lebih sesuai untuk kebutuhan siswa dan situasi kelas/sekolahnya. Hal ini juga mendorong guru untuk terus menyebarkan kompetensi profesionalnya, terutama terkait asesmen siswa.
7. Apa konsekuensi kebijakan gres ini bagi sekolah?
Sekolah perlu mendukung praktik asesmen yang baik, yakni asesmen yang berdampak nyata pada proses dan hasil berguru siswa. Hal ini sanggup dilakukan dengan memfasilitasi guru untuk berkolaborasi mengenai taktik asesmen yang sempurna bagi siswa dan kondisi sekolah masing-masing.
8. Apa konsekuensi kebijakan gres ini bagi siswa?
Tekanan psikologis bagi siswa akan berkurang sebab asesmen sanggup dilakukan secara lebih komprehensif, tidak hanya pada waktu spesifik di simpulan tahun pedoman menyerupai praktik selama ini. Siswa sanggup mempunyai lebih banyak kesempatan, dan melalui lebih banyak cara, untuk mengatakan kompetensinya.
Sumber: https://www.kemdikbud.go.id/
0 Komentar untuk "8 Tanya Jawab Wacana Mulai Tahun 2020 Usbn Dihapus Dan Diganti Dengan Asesmen Sekolah"