Jenis-Jenis Model Pembelajaran untuk Menghidupkan Kelas dan Meningkatkan Prestasi Belajar Siswanya Bapak/Ibu Guru_Proses pembelajaran merupakan hal paling krusial untuk memastikan materi yang disampaikan sanggup diterima oleh akseptor didik dengan baik. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan model pembelajaran yang sempurna supaya pengetahuan keilmuan yang dimiliki oleh sang guru sanggup diteruskan. Dengan menerapkan model yang tepat, suasana kelas akan menjadi lebih kondusif, terarah, dan menyenangkan. Dalam praktiknya, tidak ada satu pun model dan taktik pembelajaran yang paling sempurna untuk diterapkan dalam segala situasi kondisi. Hal ini dikarenakan banyak aspek yang saling mempengaruhi, antara lain kondisi siswa, kemudahan serta media yang tersedia, kondisi guru, serta sifat materi materi ajar. Karenanya, Bapak/Ibu bisa memahami dan menerapkan jenis-jenis model pembelajaran berikut dengan memodifikasi sesuai kebutuhan.
Sebelas Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Prestasi Peserta Didik
1. CL (Cooperative Learning)
Pembelajaran yang dilakukan dengan model ini menekankan pada fitrah insan sebagai makhluk sosial yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lain. Di sini proses pembelajaran menekankan pada tujuan dan tanggung jawab bersama dengan impian akseptor didik mau bekerja sama dan membagi tugas, serta mempunyai rasa senasib sepenanggungan.
Belajar dalam konteks ini bisa menjadi sesuatu hal yang menyenangkan sebab siswa dilatih untuk saling berbagi. Tak hanya menyebarkan pengetahuan dan tugas, siswa juga ditekankan untuk berlatih interaksi-komunikasi-sosialisasi. Hal ini juga diperlukan bisa mananamkan sifat kooperatif pada pribadi siswa. Proses ini menjadi miniature yang bisa diumpamakan dalam kehidupan bermasyarakat untuk berguru mengenali kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pelaksanaan model CL bisa dilakukan dengan membagi kelas dalam beberapa kelompok berisi 4 hingga 5 akseptor didik. Sebaiknya siswa dipilih secara heterogen dengan mempertimbangkan kemampuan, gender dan abjad yang berbeda-beda. Di sini pengajar berfungsi sebagai media control dan fasilitator untuk selanjutnya meminta masing-masing kelompok berdiskusi dan menampilkan presentasi.
2. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran tipe kontekstual dimulai dengan sajian atau tanya jawab verbal yang melibatkan guru dan murid. Topik yang dibahas seputar dunia konkret kehidupan akseptor didik (daily life modelling).
Prinsip pembelajaran tipe CTL ini berpusat pada acara siswa. Dengan begitu, siswa akan aktif terlibat sebab merekalah yang melaksanakan mengalami dan berproses di dalamnya.
Berbeda dengan model lainnya, pembelajaran ini menerapkan 7 indikator dalam prosesnya.
-Indikator pertama yakni modelling yang fokus pada pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, rambu-rambu dan contoh.
-Kedua, questioning di mana guru ditekankan untuk eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, generalisasi.
-Ketiga, learning community. Proses ini melibatkan siswa dalam berguru kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan.
-Indikator keempat yakni inquiry, yakni identifikasi, investigasi, menyusun hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan.
-Kelima constructivism yang fokus untuk membangun pemahaman personal, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis.
-Keenam, reflection, melibatkan review, rangkuman, tindak lanjut.
-Ketujuh, authentic assessment, yakni penilaian selama proses dan sesudahnya, penilaian aktivitas-usaha siswa, serta penilaian portofolio.
3. RME (Realistic Mathematics Education)
Tipe pembelajaran ini dikembangkan oleh Freud asal Belanda dengan mengadopsi pola guided reinvention guna membangun konsep-aturan melalui proses matematika. Prinsip dasar pembelajaran ini terletak pada acara konstruktivis, realitas, pemahaman, inter-twinment, interaksi dan bimbingan guru untuk melaksanakan pendampingan.
4. DL (Direct Learning)
Pembelajaran tipikal ini dilakukan secara pribadi antara guru dengan siswa. Prosesnya sangat simpel sebab merupakan model konvensional yang telah umum diterapkan dari zaman dulu kala.
Pembelajaran semacam ini cocok untuk diterapkan pada pengetahuan yang bersifat informatif dan prosedural. Cara penyampaian materi mirip ini juga sering dikenal dengan metode ceramah atau ekspositori.
5. PBL (Problem Based Learning)
Model pembelajaran berbasis kasus ini fokus untuk melatih dan mengembangkan kemampuan problem solving dengan menyajikan permasalahan-permasahlahan untuk dipecahkan. Dalam prosesnya diperlukan siswa sanggup terangsang kemampuan berpikirnya untuk lebih terbuka, negosiatif dan demokratis terhadap situasi tertentu. Indikator yang dipakai yakni metakognitif, elaborasi, interpretasi, induksi, identifikasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, serta inkuiri.
6. OE (Open Ended)
Pembelajaran dengan model Open Ended, atau sering disebut dengan problem terbuka, merupakan pembelajaran yang menyajikan kasus dengan banyak sekali kemungkinan pemecahannya. Dalam prosesnya, dibutuhkan orisinalitas ide, kognitif dan sifat kritis yang tinggi, komunikasi-interaksi, serta keterbukaan. Siswa didorong untuk melaksanakan banyak sekali metode, cara dan pendekatan yang bervariasi untuk memecahkan persoalan.
Orientasi utama pembelajaran tipe ini yakni membentuk pola pikir, keterbukaan, dan problem solving dari banyak sekali variable kemungkinan. Namun, pada hakikatnya, pembelajaran OE lebih mengedepankan proses ketimbang output yang dihasilkan.
7. Probing-prompting
Tipe pembelajaran probing-prompting dilakukan dengan serangkaian pertanyaan yang disusun oleh guru. Rangkaian pertanyaan ini merujuk untuk menggali pengetahuan dan pengalaman setiap siswa.
Dengan begitu, guru juga disarankan menuntun siswa dengan mengikuti proses berpikirnya. Selanjutnya, para siswa akan merekonstruksikan konsep prinsip-aturan menjadi sebuah pengetahuan baru.
Proses pembelajaran dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak untuk kemudian diberi pertanyaan. Dengan begitu, siswa dipaksa bersikap antisipatif dan turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Untuk menghilangkan kesan tegang ketika sesi tanya-jawab ini berlangsung, hendaknya guru memberikan pertanyaan dengan nada ramah dan menyejukkan.
8. SAVI
Pembelajaran dengan sistem SAVI menekankan bahwa berguru seharusnya memanfaatkan semua panca indra yang dimiliki oleh akseptor didik. Istilah SAVI sendiri merupakan akronim dari Somatic (gerakan tubuh), Auditory, Visualization, dan Intellectually. Artinya, proses pembelajaran melalui model ini harus melibatkan semua hal dari badan yang bisa dilibatkan. Tak hanya mendengarkan, menyimak, berbicara, tetapi juga visualisasi, menanggapi, olah pikir, dan sebagainya.
9. TAI (Team Assisted Individually)
Secara literal pembelajaran jenis ini sanggup diartikan sebagai Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK). Karakteristik utama pembelajaran ini menekankan bahwa tanggung jawab berguru sepenuhnya berada pada siswa. Karenanya, pada prosesnya guru tak hanya sekedar menawarkan materi jadi, namun berusaha menawarkan stimulus supaya siswa bisa membangun pengetahuan secara individual. Pola komunikasi yang dilakukan yakni negosiasi.
10. NHT (Numbered Head Together)
Pembelajaran tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang berorientasi pada pengarahan. Untuk menjalankannya, buatlah kelompok secara heterogen dengan nomor yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, berikan materi asuh untuk bekerja secara berkelompok. Ajak siswa untuk melaksanakan presentasi dengan nomor yang sesui dengan kiprah masing-masing. Pancing hingga terjadi diskusi kelas, berikan kuis dan skor secara gamblang dan adil.
11. Quantum
Dalam proses pembelajaran memakai sistem quantum, pelaksanaan pembelajaran diibaratkan layaknya permainan musik orkestra-simfoni. Prinsip utamanya yakni semua berbicara-bermakana, semua mempunyai tujuan. Karenanya, guru mempunyai peranan penting untuk membuat suasana kondusif, interaktif, namun tetap saling menghargai.
Strategi yang ditanamkan melalui pembelajaran ini yakni tumbuh dan kembangkan minat, alami secara realistis, generalisasi hingga konsep, demonstrasi lewat presentasi-komunikasi. Diakhiri dengan tanya-jawab-latihan-rangkuman untuk memastikan pembelajaran terserap dengan baik. Jangan lupa untuk menawarkan reward pada siswa dikarenakan telah berpartisipasi aktif.
Dari beberapa model pembelajaran tersebut, Bapak/Ibu Guru bisa menentukan salah satu yang paling sempurna diterapkan untuk kelas Bapak/Ibu. Jika memang memungkinkan, gunakan secara variatif dan berselang-seling untuk mendapat output yang berbeda. Yang terpenting, pelajari prinsip dan hukum mainnya terlebih dahulu sebelum mengeksekusinya.
Sebelas Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Prestasi Peserta Didik
1. CL (Cooperative Learning)
Pembelajaran yang dilakukan dengan model ini menekankan pada fitrah insan sebagai makhluk sosial yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lain. Di sini proses pembelajaran menekankan pada tujuan dan tanggung jawab bersama dengan impian akseptor didik mau bekerja sama dan membagi tugas, serta mempunyai rasa senasib sepenanggungan.
Belajar dalam konteks ini bisa menjadi sesuatu hal yang menyenangkan sebab siswa dilatih untuk saling berbagi. Tak hanya menyebarkan pengetahuan dan tugas, siswa juga ditekankan untuk berlatih interaksi-komunikasi-sosialisasi. Hal ini juga diperlukan bisa mananamkan sifat kooperatif pada pribadi siswa. Proses ini menjadi miniature yang bisa diumpamakan dalam kehidupan bermasyarakat untuk berguru mengenali kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pelaksanaan model CL bisa dilakukan dengan membagi kelas dalam beberapa kelompok berisi 4 hingga 5 akseptor didik. Sebaiknya siswa dipilih secara heterogen dengan mempertimbangkan kemampuan, gender dan abjad yang berbeda-beda. Di sini pengajar berfungsi sebagai media control dan fasilitator untuk selanjutnya meminta masing-masing kelompok berdiskusi dan menampilkan presentasi.
2. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran tipe kontekstual dimulai dengan sajian atau tanya jawab verbal yang melibatkan guru dan murid. Topik yang dibahas seputar dunia konkret kehidupan akseptor didik (daily life modelling).
Prinsip pembelajaran tipe CTL ini berpusat pada acara siswa. Dengan begitu, siswa akan aktif terlibat sebab merekalah yang melaksanakan mengalami dan berproses di dalamnya.
Berbeda dengan model lainnya, pembelajaran ini menerapkan 7 indikator dalam prosesnya.
-Indikator pertama yakni modelling yang fokus pada pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, rambu-rambu dan contoh.
-Kedua, questioning di mana guru ditekankan untuk eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, generalisasi.
-Ketiga, learning community. Proses ini melibatkan siswa dalam berguru kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan.
-Indikator keempat yakni inquiry, yakni identifikasi, investigasi, menyusun hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan.
-Kelima constructivism yang fokus untuk membangun pemahaman personal, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis.
-Keenam, reflection, melibatkan review, rangkuman, tindak lanjut.
-Ketujuh, authentic assessment, yakni penilaian selama proses dan sesudahnya, penilaian aktivitas-usaha siswa, serta penilaian portofolio.
3. RME (Realistic Mathematics Education)
Tipe pembelajaran ini dikembangkan oleh Freud asal Belanda dengan mengadopsi pola guided reinvention guna membangun konsep-aturan melalui proses matematika. Prinsip dasar pembelajaran ini terletak pada acara konstruktivis, realitas, pemahaman, inter-twinment, interaksi dan bimbingan guru untuk melaksanakan pendampingan.
4. DL (Direct Learning)
Pembelajaran tipikal ini dilakukan secara pribadi antara guru dengan siswa. Prosesnya sangat simpel sebab merupakan model konvensional yang telah umum diterapkan dari zaman dulu kala.
Pembelajaran semacam ini cocok untuk diterapkan pada pengetahuan yang bersifat informatif dan prosedural. Cara penyampaian materi mirip ini juga sering dikenal dengan metode ceramah atau ekspositori.
5. PBL (Problem Based Learning)
Model pembelajaran berbasis kasus ini fokus untuk melatih dan mengembangkan kemampuan problem solving dengan menyajikan permasalahan-permasahlahan untuk dipecahkan. Dalam prosesnya diperlukan siswa sanggup terangsang kemampuan berpikirnya untuk lebih terbuka, negosiatif dan demokratis terhadap situasi tertentu. Indikator yang dipakai yakni metakognitif, elaborasi, interpretasi, induksi, identifikasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, serta inkuiri.
6. OE (Open Ended)
Pembelajaran dengan model Open Ended, atau sering disebut dengan problem terbuka, merupakan pembelajaran yang menyajikan kasus dengan banyak sekali kemungkinan pemecahannya. Dalam prosesnya, dibutuhkan orisinalitas ide, kognitif dan sifat kritis yang tinggi, komunikasi-interaksi, serta keterbukaan. Siswa didorong untuk melaksanakan banyak sekali metode, cara dan pendekatan yang bervariasi untuk memecahkan persoalan.
Orientasi utama pembelajaran tipe ini yakni membentuk pola pikir, keterbukaan, dan problem solving dari banyak sekali variable kemungkinan. Namun, pada hakikatnya, pembelajaran OE lebih mengedepankan proses ketimbang output yang dihasilkan.
7. Probing-prompting
Tipe pembelajaran probing-prompting dilakukan dengan serangkaian pertanyaan yang disusun oleh guru. Rangkaian pertanyaan ini merujuk untuk menggali pengetahuan dan pengalaman setiap siswa.
Dengan begitu, guru juga disarankan menuntun siswa dengan mengikuti proses berpikirnya. Selanjutnya, para siswa akan merekonstruksikan konsep prinsip-aturan menjadi sebuah pengetahuan baru.
Proses pembelajaran dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak untuk kemudian diberi pertanyaan. Dengan begitu, siswa dipaksa bersikap antisipatif dan turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Untuk menghilangkan kesan tegang ketika sesi tanya-jawab ini berlangsung, hendaknya guru memberikan pertanyaan dengan nada ramah dan menyejukkan.
8. SAVI
Pembelajaran dengan sistem SAVI menekankan bahwa berguru seharusnya memanfaatkan semua panca indra yang dimiliki oleh akseptor didik. Istilah SAVI sendiri merupakan akronim dari Somatic (gerakan tubuh), Auditory, Visualization, dan Intellectually. Artinya, proses pembelajaran melalui model ini harus melibatkan semua hal dari badan yang bisa dilibatkan. Tak hanya mendengarkan, menyimak, berbicara, tetapi juga visualisasi, menanggapi, olah pikir, dan sebagainya.
9. TAI (Team Assisted Individually)
Secara literal pembelajaran jenis ini sanggup diartikan sebagai Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK). Karakteristik utama pembelajaran ini menekankan bahwa tanggung jawab berguru sepenuhnya berada pada siswa. Karenanya, pada prosesnya guru tak hanya sekedar menawarkan materi jadi, namun berusaha menawarkan stimulus supaya siswa bisa membangun pengetahuan secara individual. Pola komunikasi yang dilakukan yakni negosiasi.
10. NHT (Numbered Head Together)
Pembelajaran tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang berorientasi pada pengarahan. Untuk menjalankannya, buatlah kelompok secara heterogen dengan nomor yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, berikan materi asuh untuk bekerja secara berkelompok. Ajak siswa untuk melaksanakan presentasi dengan nomor yang sesui dengan kiprah masing-masing. Pancing hingga terjadi diskusi kelas, berikan kuis dan skor secara gamblang dan adil.
11. Quantum
Dalam proses pembelajaran memakai sistem quantum, pelaksanaan pembelajaran diibaratkan layaknya permainan musik orkestra-simfoni. Prinsip utamanya yakni semua berbicara-bermakana, semua mempunyai tujuan. Karenanya, guru mempunyai peranan penting untuk membuat suasana kondusif, interaktif, namun tetap saling menghargai.
Strategi yang ditanamkan melalui pembelajaran ini yakni tumbuh dan kembangkan minat, alami secara realistis, generalisasi hingga konsep, demonstrasi lewat presentasi-komunikasi. Diakhiri dengan tanya-jawab-latihan-rangkuman untuk memastikan pembelajaran terserap dengan baik. Jangan lupa untuk menawarkan reward pada siswa dikarenakan telah berpartisipasi aktif.
Dari beberapa model pembelajaran tersebut, Bapak/Ibu Guru bisa menentukan salah satu yang paling sempurna diterapkan untuk kelas Bapak/Ibu. Jika memang memungkinkan, gunakan secara variatif dan berselang-seling untuk mendapat output yang berbeda. Yang terpenting, pelajari prinsip dan hukum mainnya terlebih dahulu sebelum mengeksekusinya.
0 Komentar untuk "11 Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Prestasi Penerima Didik"