Sumber Hukum Islam (Fikih Kelas X)
Dalam penetapan aturan dalam Islam harus dilandasi dengan pijakan atau alasan yang disebut dengan sumber hukum. Sumber aturan yang dimaksud yaitu Al-Quran dan Al-Hadits (As-Sunnah). Namun adakalanya timbul permasalahan-permasalahan gres yang timbul akhir berkembangnya jaman, oleh lantaran itu diharapkan sesuatu yang sanggup dijadikan pijakan untuk tetapkan aturan kasus gres tersebut. Dengan didasari oleh "semangat" Al-Quran dan Al-Hadits, para ulama berijtihad dan menyusun sistematika istinbat hukum.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jikalau kau berlainan Pendapat ihwal sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jikalau kau benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An Nisa: 59)
A. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Pertama dan Utama
Al-Quran sebagai sumber yang baik dan sempurna, mempunyai sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya ialah bahwa al-Quran sanggup berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja, lantaran al-Quran diturunkan tidak hanya untuk umat tertentu dan tidak hanya berlaku pada satu zaman. Benar artinya al-Quran mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya. Mutlak artinya al-Quran tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan. Bahkan kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini muncul semakin menandakan ihwal kebenaran al-Quran.
1. Pengertian Al-Qur’an
Secara bahasa Al-Quran artinya bacaan. Sedangkan berdasarkan istilah Al-Quran ialah Kalam (firman) Allah ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lewat mediator malaikat Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, dan bagi yang membacanya termasuk ibadah.
ayat
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (Al-Insan:23)
ayat
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, supaya kau memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya:
ayat
“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Isi dan kandungan al-Quran mencakup lima hal, yaitu:
a. Tauhid (pengesaan Allah 'Azza wa jalla)
b. Ibadah (aktivitas yang menghidupkan tauhid)
c. Janji dan ancaman
d. Jalan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
e. Kisah dan dongeng (kisah-kisah orang shalih dan orang-orang yang ingkar/membangkang)
2. Kedudukan dan Fungsi Al Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh pedoman Islam, baik yang mengatur relasi insan dengan dirinya sendiri, relasi insan dengan Allah Subhanahu wa ta'ala (hablum minallah), relasi insan dengan sesamanya (hablum minannas), dan relasi insan dengan alam.
Adapun fungsi al-Quran ialah sebagai petunjuk atau pedoman kehidupan bagi umat insan dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
ayat
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kau mengadili antara insan dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kau menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), lantaran (membela) orang-orang yang khianat." (QS. An Nisa : 105)
B. Pengertian dan kedudukan Al Hadits
1. Pengertian Al Hadits
Secara bahasa (etimologi) hadits berasal dari bahasa Arab yang artinya gres (jadid), akrab (Qorib), dan informasi (khobar).
Secara istilah (terminologi) hadits ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam baik berupa ucapan (qauliyah), perbuatan (Fi’liyah), maupun ketetapan (taqririyah) Nabi.
Jadi segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik itu ucapan, perbuatan, maupun ketetapannya dianamakan sebagai hadits atau dalam istilah lain disebut Sunnah/As-Sunnah.
2. Macam-macam Hadits
Dilihat dari segi banyak atau sedikitnya jumlah perawi (orang yang meriwayatkan hadits), Hadits terbagi menjadi dua, yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.
a. Hadits Mutawatir
Secara bahasa muatawir (المتواتر) ialah isim fa’il yang diturunkan dari kata (التواتر) yakni (التتابع) yang artinya berturut-turut.
Secara istilah hadits Mutawatir ialah hadits yang periwayatnya (perawinya) banyak yang menurut kebiasaan mustahil bagi mereka untuk setuju berbohong.
Banyaknya periwayat hadits mutawatir ada dalam setiap tingkatan (thabaqat) sanad. Dengan banyaknya orang yang mendapatkan hadits tersebut maka tidak mungkin bagi para perawi itu bersepakat untuk berbohong bersama-sama.
Syarat-sayarat Hadits Mutawatir:
1. Yang meriwayatkan (perawinya) jumlahnya banyak. Para ulama’ berbeda pendapat menjadi beberapa pendapat dalam menentukan jumlah paling sedikit yang disebut dengan ‘banyak’ ini. Pendapat yang terpilih ialah jumlah orang yang meriwayatkannya paling sedikit sepuluh orang.
2. Perawi dengan jumlah yang banyak tersebut ada pada setiap tingkatan sanad.
3. Mustahil berdasarkan kebiasaan, mereka bersepakat untuk dusta.
4. Sandaran khabar mereka ialah panca indera ibarat perkataan mereka, “kami mendengar”, “kami melihat”, “kami menyentuh”, atau selainnya. Adapun apabila sandaran khabar mereka ialah aqal, ibarat contohnya pendapat ihwal barunya alam semesta, maka khabar yang demikian itu tidak disebut dengan khabar yang mutawatir.
b. Hadits Ahad
Secara bahasa Ahad (الآحاد) ialah jama’ dari (أحد) maknanya ialah satu yaitu hadit yang diriwayatkan oleh satu orang perawi.
Secara istilah hadits Ahad ialah Hadits yang tidak terkumpul padanya syarat-syarat hadits mutawatir.
Hadits Ahad sanggup menghasilkan ilmu nadhari, yaitu ilmu yang diperoleh sehabis melaksanakan pengamatan dan pendalilan.
Jenis-jenis Hadits Ahad Berdasarkan jumlah jalur periwayatannya
Berdasarkan jumlah jalur periwayatannya Hadits Ahad terbagi menjadi tiga jenis:
1. Masyhur (المشهور).
2. Aziz (العزيز).
3. Gharib (الغريب).
Dilihat dari segi mutu periwayatannya hadits terbagi menjadi Hadits Shahih, Hadits hasan, dan Hadits Dha'if.
Hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya melalui penukilan perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai selesai sanad, tanpa adanya syadz dan ‘illat (cacat).
Hadits hasan ialah hadits yang bersambung sanadnya dengan penukilan perawi yang adil yang kurang tepat hafalannya, dari awal sampai akhirnya, yang tidak ada padanya syadz dan juga ‘illat.
Hadits Dha'if ialah hadits yang tidak terdapat padanya syarat-syarat hadits hasan.
3. Kedudukan dan Fungsi Al Hadits
"dan apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS. Al Hasyr : 7)
Aku meninggalkan dua kasus untukmu sekalian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang kepada keduanya yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasulallah Shallallahu 'alaihi wa sallam (HR. Imam Malik )
Adapun fungsi Hadits terhadap Al Qur’an ialah :
a. Memperkuat hukum-hukum yang ditentukan oleh Al Qur’an sehingga kedua-duanya (Al Qur’an dan Al Hadits ) menjadi sumber hukum
Contoh, Allah SWT dalam Al Qur’an menjelaskan untuk menjauhi perkataan dusta
Kemudian Al Hadits menguatkan atas tersebut sebagai berikut :
Artinya: Maukah saya menjelaskan untuk kalian ihwal dosa-dosa yang paling besar? Para sahabat menjawab: "Baik yaa Rosulallah". Beliau meneruskan perkataannya, syrik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, seraya bangun dari sandarannya seraya meneruskan perkataannya, awas jauhilah perkataan dusta!
b. Menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum contohnya ayat ihwal haramnya bangkai yang Allah jelaskan dalam Qur’an surat Al Maidah ayat 3
Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.
Kemudian dalam sebuah Hdits Rasulallah menjelaskan:
Artinya: Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai ialah ikan dan belalang, sedangkan dua macam darah adalah, hati dan limpa ( ibnu majah dan hakim )
c. Menetapkan aturan gres atau aturan-aturan yang tidak terdapat dalam Al Qur’an
Hukum yang merupakan produk hadits/sunnah yang tidak ditunjukan oleh al-Qur’an antara lain mencuci ember yang dijilat anjing dengan mencucinya sebanyak tujuh kali salah satunya dengan tanah.
C. Pengertian,Kedudukan,dan Fungsi Ijtihad
1. Pengertian Ijtihad
Secara bahasa (etimologi) kata ijtihad berasal dari bahasa Arab yang kata kerjanya “jahada” kemudian masuk wazan "ifta'ala" menjadi ijtahad-yajtahidu-ijtihaadan, yang artinya berusaha dengan sungguh-sungguh atau mengerhakan segala kemampuan.
Secara syari’ (terminology) ialah mengerahkan upaya serius untuk melakukana pengambilan aturan syariah dari dalil-dalil syariah. Atau upaya yang sungguh-sungguh untuk mengusahakan produk aturan syariah baik yang aqliyah atau naqliyah berdasarkan sumber-sumber yang sudah tetap ibarat Al Quran, hadits, ijmak, qiyas dan lain-lain.
2. Macam-macam Ijtihad
Yusuf Al-Qardhawi membagi ijtihad menjadi dua, yaitu ijtihad intiqai/tarjihi dan ijtihad insyai.
a. Ijtihad Intiqai/Tarjihi
Merupakan ijtihad yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk menentukan pendapat jago fikih terdahulu dalam dilema tertentu, dengan menyeleksi pendapat mana yang lebih berpengaruh dalilnya dan lebih relevan untuk kondisi terkini.
b. Ijtihad Insyai (Ijtihad Kreatif)
Ijtihad ini diakukan dengan cara mengambil konklusi (kesimpulan) aturan gres dalam suatu permasalahan yang belum pernah dikemukakan oleh ulama fikih terdahulu. Pendapat gres yang dimaksud pun sama sekali berbedda dengan pendapat yang dahulu, alasannya telah diupayakan banyak sekali pemahaman dan penelitian gres secara menyeluruh yang melibatkan banyak sekali jago (ilmu pengetahuan) yang terkait. Ali Hasballah menyebut ijtihad jenis ini sebagai ijtihad kolektif (jama'i)
Sayikh Wahbah Az-Zuhaili menambahkan perlunya penghayatan mendalam terhadap maqashid asy-syar'iah (tujuan syariat dalam tetapkan hukum) diakalangan orang-orang yang terlibat dalam ijtihad insyai. Tanpa penghayatan ini, hasil ijtihad akan melenceng dan tidak sesuai dengan tujuan syariat itu sendiri.
3. Kedudukan dan fungsi ijtihad
Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber aturan Islam sehabis Al-Qur’an dan Hadits. Dalilnya adalah:
a. QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7
Artinya: : maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jikalau kamu tidak mengetahui
b. Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad
Artinya: Apabila seorang hakim menciptakan keputusan apabila ia berijtihad dan benar maka ia menerima dua pahala apabila salah maka ia menerima satu pahala.
c. Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi ihwal obrolan antara nabi Muhammad SAW dengan Muadz bin Jabbal dikala akan diutus jad gubernut di Yaman.
Adapun fungsi ijtihad ialah untuk tetapkan aturan sesuatu,yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur’an dan Hadis.
D. Perilaku orang yang berpegang teguh kepada aturan Islam
Setiap orang yang berpegang teguh kepada aturan Islam dalam kehidupannya sehari-hari tentu ia akan menampilkan sikap yang terpuji yang diridhoi Nya dan menjauhkan diri dari sikap yang dimurkai Nya. Sikap sikap yang dimaksud contohnya :
1. Mengimani Al Qur’an dan Al_Hadits
2. Menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi pedoman dalam beribadah dan Pedoman dalam Kehidupan lainnya .
3. Berusaha untuk selalu berfikir Kritis
E. Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang Teguh kepada Hukum Islam
1. Terhindar dari kesesatan
2. Menjadi Muslim yang Kaffah
3. Terhindar dari Taqlid
4. Menghargai Perbedaan
====***=======***=====***======
====***=======***=====***======
Penjelasan Point:
D. Perilaku orang yang berpegang teguh kepada aturan Islam
E. Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang Teguh kepada Hukum Islam
Perilaku orang yang berpegang teguh kepada aturan Islam:
1. Mengimani Al Qur’an dan Al_Hadits
Sudah terang bahwa Al-Qur’an al-Karim dan hadis Rasulullah SAW merupakan sumber pedoman Islam sekaligus pedoman hidup setiap muslim yang mesti diperpegangi. Di dalam khazanah keislaman, al-Qur’an lazim disebut sebagai sumber utama (pertama) dan hadis sebagai sumber kedua pedoman Islam sehabis al-Qur’an.
Al-Qur’an ialah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang membacanya merupakan suatu ibadah (Manna’ Khalil al-Qaththan, 1994:18). Sedangkan hadis atau biasa juga disebut sunnah ialah segala perkataan, perbuatan dan hal ihwal yang bekerjasama dengan nabi Muhammad SAW (Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, 1989:108). Dalam kapasitasnya sebagai pedoman hidup umat Islam, antara al-Qur’an dan hadis tidak sanggup dipisahkan lantaran al-Qur’an sebagai sumber utama dijelaskan oleh hadis, sehingga hadis disebut sebagai bayan terhadap al-Qur’an surat al-Nahl ayat 44.
Merujuk pada uraian di atas, maka sebagai pedoman hidup, al-Qur’an dan hadis mesti dijadikan imam atau ikutan dalam kehidupan sehari-hari yang mana kedua-dua sumber tersebut dipatuhi, diacu dan di laksanakan perintah-perintahnya serta dihentikan larangan-larangannya.
Berimam kepada al-Qur’an artinya mengikuti pedoman yang terkandung di dalamnya, menjadikannya panutan dan pola serta rujukan dalam berucap, berbuat dan lainnya. Perintah berimam kepada al-Qur’an dan mengikutinya merupakan konsekwensi logis dari rukun keyakinan yang ke tiga yaitu keyakinan kepada kitab. Di samping konsekwensi dari iman, berimam kepada al-Qur’an juga merupakan khitab (perintah) dari Allah SWT, lantaran al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat Manusia (Q.S. al-Baqarah: 185).Perintah berimam atau mengikuti al-Qur’an, antara lain sanggup ditemukan teksnya melalui firman Allah SWT yaitu dalam surat al-An’am ayat 155, surat al-A’raf ayat 3 dan surat az-Zumar ayat 55.
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya : Dan Al Qur'an itu ialah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah ia dan bertakwalah supaya kau diberi rahmat. (Q.S. al-An’am : 155)
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kau mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kau mengambil pelajaran (daripadanya) (Q.S. al-A’raf : 3).
Berimam kepada Hadis Rasulullah SAW artinya menyebabkan hadis Rasul sebagai pedoman dan pola serta rujukan dalam berucap, berbuat dan lainnya atau mengikuti pedoman yang terkandung di dalamnya.. Perintah berimam kepada hadis Rasulullah SAW dan mengikutinya merupakan konsekuensi logis dari beriman kepada Rasul. Sebenarnya ada lima kewajiban yang harus dijalankan seorang muslim terhadap Rasulullah SAW, yaitu; mengimani Rasulullah SAW, mentaati semua risalah dan sunnahnya, mengasihi dan menjadikannya sebagai figur, senantiasa bershalawat kepadanya dan mengasihi keluarga Rasulullah SAW.
Di dalam al-Qur’an Allah SWT tetapkan barometer seseorang cinta kepada Allah SWT ditandai dengan seberapa cintanya ia kepada Rasul atau hadis-hadisnya. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31 yang berbunyi :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : Katakanlah: "Jika kau (benar-benar) mengasihi Allah, ikutilah aku, pasti Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran : 31)
2. Menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi pedoman dalam beribadah dan Pedoman dalam Kehidupan lainnya .
Dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT haruslah berpedoman pada ketentuan Allah SWT yang sudah tertera dalam Qur’an, Hadits Nabi Muhammad SAW dan hasil ijthad para jago /ulama. Ibadah yang tidak berpedoman atau tidak merujuk kepada Al_Qur’an dan Al_hadits maka akan menjadi bid’ah, yang risikonya ibadah akan tertolak. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim,
مَنْ اَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya : barang siapa yang mengada adakan sesuatu dalam urusan kami ini (agama) yang tidak ada perintah dari kami, maka pekerjaan itu akan ditolak.”
Al-Qur’an ialah peringatan dan petunjuk Allah kepada umat manusia. Al-Qur’an dijelaskan secara terperinci dan terang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Dengan mengikuti Al-Qur’an dan as-sunnah, umat insan akan selamat dari tipudaya setan di dunia dan akhirat. Dengan mengikuti Al-Qur’an dan as-sunnah, semua aspek kehidupan insan di dunia akan terbimbing dan diberkahi oleh Allah Ta’ala.
Demikian pula nasib insan di darul abadi kelak, sebagai penduduk nirwana atau penduduk neraka, akan ditentukan dari sikap insan terhadap Al-Qur’an dan as-sunnah. Siapa beriman dan mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan as-sunnah pasti akan menjadi penduduk surga. Dan barangsiapa kafir dan membangkang dari Al-Qur’an dan as-sunnah pasti akan menjadi penduduk neraka. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Kami katakan: “Turunlah kalian semua dari surga! Maka jikalau tiba kepada kalian petunjuk darik-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku pasti mereka tidak akan mencicipi takut dan tidak pula mereka mencicipi sedih. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penduduk nereka, awet mereka di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 38-39)
Allah Ta’ala juga berfirman:
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Allah berfirman: “Turunlah kalian semua dari surga! Sebagian kalian akan menjadi musuh bagi sebagian lainnya. Maka jikalau tiba kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku pasti ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari selesai zaman dalam keadaaan buta.” (QS. Thaha [20]: 123-124)
3. Berusaha untuk selalu berfikir Kritis
Berpikir kritis atau ialah sebuah metode berpikir yang tidak mendapatkan suatu data tanpa bukti atau alasannya yang jelas. Orang yang berpegang kepada Qur’an dan Hadits akan selalu berfikit kritis apakah perilakunya sudah sesuai dengan ketentuan Al_Qur’an ? surt apa ? ayat berapa ? dan dalam hadits? riwayat siapa? Ummat islam dihentikan sama sekali untuk bertaqlid yaitu, Mengikuti perkataan orang yang perkataannya bukan hujjah.”Sebagaimana dalam Q.S. Al Isra’ ayat 36. Artinya :. dan janganlah kau mengikuti apa yang kau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang Teguh kepada Hukum Islam
1. Terhindar dari kesesatan
Al_Qur’an dan Al Hadits ialah merupakan sumber aturan Islam, Orang yang berpegang teguh kepada aturan Islam berarti berpegang teguh pada Al_ Qur’an dan Al_ Hadits. Berarti orang tersebut akan terhindari kesesatan sebagaimana dalam Hadits riwayat Imam Malik
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ. (الإمام مالك)
Artinya : Aku tinggalkan dalam kalangan kau dua kasus yang kau tidak sekali-kali akan sesat selagi kau berpegang teguh kepada keduanya, iaitu kitab Allah dan sunnah Rasulullah S.a.w.
2. Menjadi Muslim yang Kaffah
Kaffah secara bahasa artinya keseluruhan. Makna secara bahasa tersebut bisa menunjukkan citra kepada kita mengenai makna dari Muslim yang Kaffah, yakni menjadi muslim yang tidak “setengah-setengah” atau menjadi muslim yang “sungguhan,” bukan “muslim-musliman.” Kaprikornus Muslim yang kaffah ialah seorang Muslim yang mengamalkan ajaran-ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Seorang Muslim belum bisa disebut Muslim yang kaffah jikalau ia belum menjalankan pedoman Islam di segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, Muslim yang kaffah berarti yang mau diatur hidupnya oleh aturan Islam secara keseluruhan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. Al Maidah ayat 45 yang berbunyi:
وَمَن لَّمۡ يَحۡڪُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ
Artinya : dan sesiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah:5:45)
3. Terhindar dari Taqlid
Orang yang berpegang teguh kepada aturan Islam akan selalu membaca, mempelajari dan mengkaji sumber hukumnya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits maka dengan demikian akan terhindar dari ikut-ikutan tanpa mengetahui dasar atau dalilnya dalam mengamalkan pedoman islam atau yang disebut taqlid.
4. Menghargai Perbedaan
Perbedaan dalam mengamalkan pedoman Islam atau dalam beribadah kepada Allah salah satunya disebabkan dalam perbedaan memahami Al Qur’an contohnya adalah: Ada sebagian lafaz al-Qur'an yang mengandung lebih dari satu arti (musytarak). Contoh lafaz "quru" dalam QS 2: 228. Dimana quru’ bisa berarti suci bisa juga berarti haidh. Bahkan sebelum ayat tersebut diturunkan, kata Quru' telah dikenal oleh bangsa Arab bahwa ia mempunyai dua arti; masa suci dan masa kotor.
Orang yang berpegang teguh kepada aturan Islam (Qur’an dan Hadits) akan memahami kondisi tersebut sehingga dalam menyikapai perbedaan dalam pemahaman ibadah akan bijaksana .
====***=======***=====***======
====***=======***=====***======
Sumber:
- Pendidikan Fikih SMA/SMK Muhammadiyah, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah
- Taisir Musthalah Al-Hadits, Syaikh Mahmud At-Thahan
- Buku PAI dan Budi Pekerti, Kementerian Agama RI, 2014
- Lomba Kompetensi Siswa Cahaya Surya
0 Komentar untuk "Bab I. Sumber Aturan Islam (Fikih Kelas X)"