Muhammadiyah Harus Bisa Mendidik Keadaban Generasi Milenial

Muhammadiyah Harus Mampu Mendidik Keadaban Generasi Milenial

Saat ini ada tantangan sosial yang sangat kompleks, dimana masyarakat hidup sangat sarat dengan teknologi. Masyarakat banyak diatur oleh sebuah teknologi digital yang bukan hanya mengubah cara berfikir, tetapi juga mengubah perilaku. Kondisi menyerupai ini riil ada disekitar kita dan tidak dapat dihindari.


Atas dasar itulah maka Pengkajian Ramadhan Muhammadiyah tahun 2018 ini mengambil tema Keadaban Digital: Dakwah Pencerahan di Zaman Milenial.

“Tema ini diangkat bukan hanya sekadar untuk gaya-gayaan, ini ialah masalah bersama yang harus kita tangani bersama," tutur Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah ketika membuka Pengkajian Ramadhan 1439 H PP Muhammadiyah, Ahad (27/5).

Haedar menjelaskan, generasi milenial itu bersama-sama banyak. Zaman ini kita hidup di tengah perkembangan teknologi digital. Masyarakatnya sangat menguasai teknologi digital.

“Maka cara berfikirnya masyarakat milenial itu berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka tidak lagi memakai hal-hal yang manual,” terperinci Haedar.

Haedar menilai, masyarakat menyerupai ini juga biasanya melompati zamannya. Mereka kritis pada banyak sekali hal, termasuk pada wilayah agama. Mereka juga yang mempunyai orientasi saintifik sangat detail, pada cabang-cabang yang mereka ingin memasukinya. Seperti pada hal-hal yang mereka minati.

“Mereka tidak suka pada hal-hal yang bersifat absrak. Selain itu, masyarakat tersebut gandrung dengan inovasi," terperinci Haedar di Universitas Prof. Dr Hamka (UHAMKA).

Haedar mengatakan, bagaimana kita mendekati generasi ini dengan pendekatan keagamaan, merupakan suatu tantangan bagi Muhammadiyah.

“Sebab generasi ini dalam konteks mereka, berada dalam ruang sosial dalam arti yang luas, menyerupai ekonomi politik dan budaya, dengan tingkat mobilisasi yang sangat tinggi,” terang Haedar.

Menurut Haedar, ada beberapa masalah ketika seseorang tergantung pada teknologi. Pertama, nalarnya akan instrumental. Mereka akan berfikir teknis dan sudah terprogram.

“Manusia di zaman teknologi, contoh fikirnya instrumental,” terang Haedar.

Kedua, alam berfikirnya cenderung hedonis. Menyenangi hal-hal yang bersifat buatan. Melakukan hal-hal yang tidak biasa. Ketiga, masyarakat yang sangat berfikir rasional.

“Masyarakat menyerupai ini akan mengalami caos (mengalami disorientasi diri). Terkadang masyarakat menyerupai ini simpel panik, dapat simpel marah. Kemudian masyarakat ini juga mengalami kegersangan ruhani,” ucap Haedar.

“Orang itu akan mencari oase dalam dirinya yang sempat hilang, lalu memenuhi kebutuhan dan kehausan dirinya,” imbuh Haedar.

Maka dalam menghadapi kondisi menyerupai ini, Muhammadiyah harus mengedepankan tabiat yang baik dan tabiat yang utama. Muhammadiyah harus mendidik keadaban, ini di atas tarbiyah.

“Dalam banyak sekali hal, baik sosial maupun politik, di sana ada perbedaan, di sana ada cara yang berbeda, tetapi kita harus tetap menjaga keadaban. Termasuk kita juga dalam menjaga agama yang kita yakini, harus dengan cara-cara yang beradab. Manusia masuk akal marah, tetapi marahnya kita jangan berlebihan, jangan hingga melaksanakan sesuatu yang tidak wajar,” tegas Haedar.

Diakhir, Haedar mengatakan, untuk melaksanakan kebaikan yang beradab itu, maka kita harus meningkatkan kualitas manusianya, semoga generasi milenial ini melanjutkan tradisi orang bau tanah yang beradab.

“Maka para pendidik pun harus lebih bijak lagi dalam memberika keteladanan.  Oleh alasannya itu, media umum harus menjadi perhatian kita. Kita jua harus melaksanakan pembudayaan," pesan Haedar. (Syifa/MUHAMMADIYAH.OR.ID)

Related : Muhammadiyah Harus Bisa Mendidik Keadaban Generasi Milenial

0 Komentar untuk "Muhammadiyah Harus Bisa Mendidik Keadaban Generasi Milenial"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close