Sejarah Hari Bela Negara Diperingati Setiap Tanggal 19 Desember_Kota Bukittinggi semula merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Kemudian sesudah kedatangan Belanda, kota ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri. Pada tahun 1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, daerah ini selalu ditingkatkan kiprahnya dalam ketatanegaraan yang kemudian menjelma sebuah stadsgemeente (kota) dan berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam.
Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai sentra pengendalian pemerintahan militernya untuk daerah Sumatera, bahkan hingga ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji.
Pada masa itu, kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang wilayahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya ibarat Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah. Setelah kemerdekaan Indonesia, menurut Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota usaha dan ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia sesudah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibuat pada 19 Desember 1948 di Bukittingi, Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara.
Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Hari Bela Negara, yang ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2006.
Monumen Nasional Bela Negara
Monumen Nasional PDRI atau Monumen Nasional Bela Negara yaitu monumen peringatan yang didirikan untuk memperingati sejarah usaha Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia ketika ibu kota Indonesia jatuh ke tangan Belanda pada Agresi Militer Belanda Kedua. Monumen ini dibangun di area seluas 40 hektare di salah satu daerah yang pernah menjadi basis PDRI, yaitu di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Peletakan watu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan monumen ini dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Bela Negara (HBN) pada 19 Desember 2012.Pembangunannya diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp268 miliar,yang akan dianggarkan dari anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dibantu oleh Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.Selain monumen, beberapa bangunan penunjang juga akan dibangun di area yang sama, ibarat gedung serbaguna, masjid, diorama, museum, pustaka, dan bangunan literatur sejarah.
Dalam rangkaian acara memperingati Hari Bela negara Ke 65, pada tanggal 21 Desember 2013 Menteri Pertahanan dikala itu (Purnomo Yusgiantoro) didampingi oleh Kabadiklat Kemhan Mayjen Tentara Nasional Indonesia Hartind Asrin dan Plt Dirjen Pothan Timbul Siahaan serta Muspida Provinsi Sumatera Barat meninjau pembangunan Monumen Nasional Bela Negara.
Menhan Purnomo Yusgiantoro berpesan dalam amanatnya “pembangunan monumen ini merupakan bentuk penghargaan pemerintah kepada seluruh masyarakat Sumatera Barat atas kiprahnya pada masa usaha bangsa Indonesia di masa kemudian untuk kelangsungan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia. Monumen ini sebagai penghargaan dan pengingat serta pelajaran bagi generasi muda Indonesia untuk dijadikan pola dalam memahami arti dari bela negara dan arti cinta tanah air”
Sumber:
Demikian perihal Sejarah Peringatan Hari Bela Negara Tanggal 19 Desember, dan Tentang Monumen Nasional Bela Negara. Semoga bermanfaat.
Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai sentra pengendalian pemerintahan militernya untuk daerah Sumatera, bahkan hingga ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji.
Pada masa itu, kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang wilayahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya ibarat Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah. Setelah kemerdekaan Indonesia, menurut Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota usaha dan ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia sesudah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibuat pada 19 Desember 1948 di Bukittingi, Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara.
Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Hari Bela Negara, yang ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2006.
Monumen Nasional Bela Negara
Monumen Nasional PDRI atau Monumen Nasional Bela Negara yaitu monumen peringatan yang didirikan untuk memperingati sejarah usaha Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia ketika ibu kota Indonesia jatuh ke tangan Belanda pada Agresi Militer Belanda Kedua. Monumen ini dibangun di area seluas 40 hektare di salah satu daerah yang pernah menjadi basis PDRI, yaitu di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Peletakan watu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan monumen ini dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Bela Negara (HBN) pada 19 Desember 2012.Pembangunannya diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp268 miliar,yang akan dianggarkan dari anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dibantu oleh Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.Selain monumen, beberapa bangunan penunjang juga akan dibangun di area yang sama, ibarat gedung serbaguna, masjid, diorama, museum, pustaka, dan bangunan literatur sejarah.
Dalam rangkaian acara memperingati Hari Bela negara Ke 65, pada tanggal 21 Desember 2013 Menteri Pertahanan dikala itu (Purnomo Yusgiantoro) didampingi oleh Kabadiklat Kemhan Mayjen Tentara Nasional Indonesia Hartind Asrin dan Plt Dirjen Pothan Timbul Siahaan serta Muspida Provinsi Sumatera Barat meninjau pembangunan Monumen Nasional Bela Negara.
Menhan Purnomo Yusgiantoro berpesan dalam amanatnya “pembangunan monumen ini merupakan bentuk penghargaan pemerintah kepada seluruh masyarakat Sumatera Barat atas kiprahnya pada masa usaha bangsa Indonesia di masa kemudian untuk kelangsungan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia. Monumen ini sebagai penghargaan dan pengingat serta pelajaran bagi generasi muda Indonesia untuk dijadikan pola dalam memahami arti dari bela negara dan arti cinta tanah air”
Sumber:
Demikian perihal Sejarah Peringatan Hari Bela Negara Tanggal 19 Desember, dan Tentang Monumen Nasional Bela Negara. Semoga bermanfaat.
0 Komentar untuk "Sejarah Hari Bela Negara Diperingati Setiap Tanggal 19 Desember"