Pkn Vii Kepingan 5 Kolaborasi Dalam Banyak Sekali Bidang Kehidupan

Kerja sama merupakan salah satu fitrah insan selaku mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sungguh luas dalam kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif.

Dalam hal apa, bagaimana, kapan dan di mana seseorang mesti bermitra dengan orang lain tergantung pada kompleksitas dan tingkat pertumbuhan peradaban orang terse- but.

Semakin terbaru seseorang, maka ia akan  kian banyak melakukan pekerjaan sama dengan orang lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu pastinya dengan pertolongan perangkat teknologi yang terbaru pula.

Bentuk koordinasi sanggup ditemui pada semua kalangan orang dan usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan bermitra sudah diajarkan di dalam kehidupan keluarga.

Setelah dewasa, koordinasi akan kian meningkat dengan banyak orang untuk menyanggupi banyak sekali keperluan hidupnya.

Pada taraf ini, koordinasi tidak cuma didasarkan relasi kekeluargaan, tetapi kian kompleks. 

Dasar utama dalam kerja sama ini merupakan keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian berbeda, melakukan pekerjaan bareng menjadi satu kelompok/tim dalam menyeleseaikan suatu pekerjaan.

Kerja sama tersebut adakalanya mesti dilaksanakan dengan orang yang serupa sekali belum dikenal, dan begitu berjumpa pribadi mesti melakukan pekerjaan bareng dalam suatu kolempok.

Oleh lantaran itu selain keahlian juga diperlukan kesanggupan modifikasi diri dalam setiap lingkungan atau bareng segala teman yang dijumpai.

Dari sudut pandang sosiologis, pelaksanaan koordinasi antar kalangan penduduk ada tiga bentuk (Soekanto, 1986: 60-63) yaitu:

  • bargaining yakni koordinasi antara orang per orang dan atau antarkelompok untuk meraih tujuan tertentu dengan suatu perjanjian saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau jabatan tertentu,
  • cooptation yakni koordinasi dengan cara rela menerima unsur-unsur gres dari pihak lain dalam organisasi selaku salah satu cara untuk menyingkir dari terjadinya keguncangan stabilitas organisasi, dan
  • coalition yakni koordinasi antara dua organisasi atau lebih yang memiliki tujuan yang sama.

Di antara oganisasi yang berkoalisi memiliki batasan tertentu dalam koordinasi sehingga jati diri dari masing-masing organisasi yang berkoalisi masih ada. 

Bentuk-bentuk koordinasi di atas umumnya terjadai dalam dunia politik.

Dalam bersosialisasi dan berorganisasi, bermitra memiliki kedu- dukan yang sentral lantaran esensi dari kehidupan sosial dan berorganisasi merupakan perjanjian bekerjasama.

Tidak ada organisasi tanpa   kerjasama. Bahkan dalam pemberdayaan organisasi, koordinasi merupakan tujuan selesai dari setiap jadwal pemberdayaan.

Manajer akan ditakar keberhasilannya dari seberapa bisa ia bikin koordinasi di dalam organisasi (intern), dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di luar organisasi (ekstern).

Prinsip-prinsip berorganisasi tergolong bernegara pada hakikatnya merupakan perwujudan bentuk kerja sama yang dilembagakan, di mana setiap orang dalam organisasi atau negara tersebut mengakui dan tunduk terhadap organisasi/negara.

Prinsip-prinsip tersebut pastinya merupakan hasil penelaahan yang usang dan mendalam perihal interaksi insan dalam organisasi, sehingga dinyatakan selaku sesuatu yang nyaris tentu keberadaannya, yaitu:

Adanya pembagian kerja (division of work). Pembagian kerja atau penempatan karyawan, secara normatif mesti menggunakan prinsip the right man on the right place . 

Paling tidak ada dua dasar berpikir mengenai hal ini, yaitu 

  • pekerjaan dalam organisasi volume dan/atau ragamnya lumayan banyak sehingga tidak dapat dikerjakan oleh satu atau dua orang saja, dan 
  • setiap orang memiliki minat, kecakapan, keahlian atau keutamaan tertentu.

Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility). 

Dalam kiprah pekerjaannya, setiap  staf dilengkapi oleh wewenang dalam melaksanakan pekerjaan tertentu dan setiap wewenang itu menempel suatu pertanggungjawaban. 

Agar staf sanggup menjalankan kewenangan dan menyanggupi tanggungjawabnya, perlu diberi potensi untuk saling bermitra antar sesama staf dan antara dirinya dengan manajer terkait.

Adanya kesatuan perintah (unity of command) dan pengarahan (unity of direction). 

Dalam melakasanakan pekerjaan, karya- wan yang bagus akan memperhatikan prinsip kesatuan perintah pada bidangnya sehingga pelaksanaan kerja sanggup dijalankan dengan baik. 

Karyawan juga mesti tahu terhadap siapa ia mesti bertanggung jawab. 

Perintah yang tiba dari manajer kepingan yang lain terhadap seorang karyawan kadankala bisa mengacaukan kejelasan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja. 

Untuk menentukan adanya kesatuan perintah, perlu dijalin komunikasi dan kerjasama. 

Dalam pelaksanaan kerja, bisa saja terjadi adanya dua perintah yang bertentangan. Untuk keharmonisan perintah, sekali lagi diharapkan komunikasi, konsensus, dan kerjasama.

Adanya ketertiban (order) organisasi. 

Ketertiban dalam organisasi sanggup terealisasi dengan aturan yang ketat atau sanggup pula dikarenakan sudah tercip- tanya budaya kerja yang sungguh kuat. 

Ketertiban dalam suatu pekerjaan sanggup terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan memiliki disiplin yang tinggi dari masing-masing anggota organisasi.

Adanya semangat kesatuan (semangat korp). 

Setiap staf mesti memiliki rasa kesatuan, atau senasib sepenanggungan sehingga menyebabkan semangat koordinasi yang baik. 

Semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan memiliki kesadaran bahwa setiap karyawan sungguh memiliki arti bagi karyawan lain. Setiap kepingan diperlukan oleh kepingan lainnya. 

Manajer yang memiliki kepemimpinan akan bisa melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksakan kehendak dengan cara-cara yang bernafsu akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp).


Berikut ini merupakan bentuk-bentuk kerja sama dalam banyak sekali bidang kehidupan berbangsa dan bernegara:

Kerjasama antarumat beragama di Indonesia dilandasi Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan pasal 29 ayat (1) dan (2). Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 29 Ayat (1) menyatakan: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. 

Ayat ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia berdasar atas kepercayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan. 

Sedangkan pada Pasal 29 Ayat (2) menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”.

Dalam ayat ini, negara memberi keleluasaan terhadap setiap warga negara Indonesia untuk memeluk salah satu agama dan menjalankan ibadah menurut kepercayaan serta keyakinannya tersebut.

Agama merupakan salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, lantaran keleluasaan beragama itu pribadi bersumber terhadap mertabat insan selaku makhluk ciptaan Tuhan.

Hak keleluasaan beragama itu bukan pemberian negara dan bukan pemberian golongan. 

Oleh kerenanya, agama tidak sanggup dipaksakan atau dalam menganut suatu agama tertentu itu tidak sanggup dipaksakan terhadap dan oleh seseorang.

Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu menurut atas keyakinan, lantaran menyangkut relasi pribadi insan dengan Tuhan yang dipercayai dan diyakininya.

Kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kian meningkat sehingga terbina hidup rukun dan koordinasi di antara sesama umat beragama dan penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kerjasama ini akan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. 

Di dalam relasi koordinasi sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang tersurat dan tersirat di dalam Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yakni koordinasi yang didasari: 

  • Toleransi hidup beragama, kepercayaan dan keyakinannya masing-masing.
  • Menghormati orang yang sedang melaksanakan ibadah.
  • Bekerja sama dan tolong menolong tanpa membeda-bedakan agama.
  • Tidak memaksakan agama dan kepercayaannya terhadap orang lain.

Kerja sama antar umat bergama merupakan kepingan dari relasi sosial antar insan yang tidak dihentikan dalam semua fatwa agama.

Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan disarankan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

Dari sudut pandang itulah kita selaku umat insan yang menganut agama yang berlawanan sanggup membentuk suatu koordinasi yang bagus untuk masyakarat, bangsa dan negara.

Kerjasama di antara umat beragama merupakan kepingan yang sungguh penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Dengan koordinasi yang erat di antara mereka, kehidupan dalam penduduk akan menjadi aman, tenteram, tertib, dan damai. 

Bentuk koordinasi antar umat beragama di antaranya selaku berikut:

  • Adanya pembicaraan antar pemimpin agama
  • Adanya perjanjian di antara pemimpin agama untuk membina agamanya masing-masing.
  • Saling menampilkan pertolongan apabila terkena bencana tragedi alam.

Setiap umat beragama diharapkan senantiasa membina koordinasi dan kerukunan antar umat beragama. 

Dialog antar-umat beragama merupakan salah satu cara untuk memperkuat kerukunan beragama dan membuat agama selaku faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.

Para tokoh dan umat beragama sanggup menampilkan peran serta dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bareng guna menangani banyak sekali kasus sosial tergolong kemiskinan dan kebodohan.

Jika agama sanggup dikembangkan selaku faktor pemersatu maka ia akan menampilkan sumbangan bagi stabilitas dan pertumbuhan suatu negara,

Setiap orang yang menjadi warga Negara Indonesia hendaknya menerapkan budaya saling bermitra antar satu sama lain meskipun berlawanan agama.

Dalam relasi sosial, perbedaan agama bukanlah suatu argumentasi untuk kita menyingkir dari koordinasi dengan orang lain.

Salah satu cara untuk menjaga eksistensi negara Indonesia memiliki bermacam-macam suku, ras dan agama merupakan dengan membangun kerjasama, saling menghargai, menghormati dan saling tengang rasa terhadap agama dan kepercayaan yang berbeda.

Dengan demikian kerja sama antar umat bergama merupakan kepingan dari relasi sosial antar insan yang tidak dihentikan dalam fatwa agama.

Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan disarankan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

Melalui kerja sama antar umat beragama akan muncul proses asimilasi yakni suatu proses yang ditandai dengan adanya kerja keras meminimalkan perbedaan yang terdapat pada individual atau kelompok-kelompok insan dan juga  berupaya untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.

Sehingga adanya koordinasi antar umat beragama kita sanggup menyingkir dari banyak sekali pertentangan yang dapat saja terjadi di antara kita dan menyingkir dari sikap ketidak adilan terhadap mereka yang lain agamanya.

Kerjasama  dalam kehidupan sosial politik sanggup kita lihat dari nilai-nilai gotong royong yang sudah menjadi salah satu ciri kehidupan sehari-hari penduduk Indonesia. 

Masyarakat Indonesia sejak dahulu dalam kehidupan sosialnya sudah sudah biasa hidup dalam suasana gotong royong. 

Masyarakat akan saling bantu dan nyaris semua kepentingan penduduk di desa dibangun oleh penduduk itu sendiri secara bergotong royong.

Dalam bidang sosial koordinasi dalam bentuk gotong-royong ini nyaris ditemui di kelompok-kelompok penduduk Indonesia atau suku-suku bangsa Indonesia. 

Misalnya hasil observasi Koentjaraningrat (dalam Budimansyah, 2000) di wilayah Bagelen Jawa Tengah aktivitas gotong royong itu terlihat dalam kegiatan-kegiatan sebagaiberikut:

Waktu ada peristiwa maut atau kecelakaan, dimana orang dating untuk memberi pertolongan ataupun layadan.

Waktu seluruh penduduk  desa turun untuk melakukan pekerjaan yang sifatnya untuk kepentingan biasa (desa) yang lajim disebut gugurgunung, seumpama memperbaiki jalandesa,lumbungdesa dan lain-lain.

Waktu seorang warga desa mengadakan pesta dan tetangga berdatangan untuk membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan atau njurungan

Waktu-waktu tertentu dimana makam nenek moyang  desa perlu dibersihkan, aktivitas ini dinamakanrerukun alur waris.

Waktu seorang penduduk perlu melakukan sesuatu untuk tempat tinggal (membongkar atap, mendirikan rumah baru) dan tetangga berdatangan membantu. 

Kegiatan ini dinamakan sambatan.

Waktu aktivitas yang bermitra dengan pertanian, baik membetulkan jalan masuk air maupun panenan. Kegiatan ini dinamakan kerubutan tau grojogan

Waktu ada keperluan desa yang sifatnya tidak pribadi bermitra dengan kepentingan umum, umpamanya pekerjaan yang menjadi kiprah kepala desa tetapi penduduk turun membantunya. Kegiatan ini disebut keregan

Dalam bidang politik, koordinasi juga sanggup ditemui di kelompok-kelompok penduduk Indonesia seumpama tingginya partisipasi penduduk dalam penyeleksian kepala desa, penyeleksian DPR, penyeleksian presiden dan kepala daerah. 

Partisipasi dalam penyeleksian tersebut tidak cuma sebatas menampilkan suara, tetapi tidak sedikit anggota penduduk yang bergotong royong mendirikan tempat pengumutan suara, menolong mengamankan jalannya pengumutan suara, dan lainnya

Perlu diketahui bahwa dasar koordinasi dalam kehidupan sosial politik merupakan sila keempat Pancasila menempatkan begitu pentingnya nilai kerjasama/gotong royong dijadikan landasan kehidupan politik.

Pancasila sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.

Perilaku politik mesti didasari nilai hikmat, kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan. Nilai-nilai tersebut merupakan inti dari Kerjasama  dalam kehidupan sosial politik.

Sila keempat Pancasila pada prinsipnya memastikan bahwa bangsa Indonesia akan terus memelihara dan membuatkan semangat bermusyawarah dalam perwakilan. 

Konsep musyawarah dan perwakilan mengandung makna perlunya kerjasama.  Lihat bagaimana pembentukan suatu Undang-Undang? 

Tanpa koordinasi dan musyawarah pembentuk Undang-undang yang diperlukan penduduk susah diwujudkan.

Permusyawaratan memancarkan kehendak untuk mendatangkan negara persatuan yang sanggup menangani paham perseorangan dan golongan, selaku pantulan dari semangat kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui adanya “kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”.

Permusyawaratan merupakan suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan/atau menetapkan suatu hal menurut kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang menurut kebulatan usulan atau mufakat.

Perwakilan merupakan suatu tata cara dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil kepingan dalam kehidupan bernegara, antara lain dilaksanakan dengan lewat badan-badan perwakilan.

Hikmat kebijaksanaan merefleksikan tujuan sebagaimana diharapkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.

Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dibilang benar kalau menyanggupi setidaknya empat prasyarat.

Pertama, mesti didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan bukan cuma menurut subjektivitas dan kepentingan.

Kedua, diperuntukkan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan dan golongan.

Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek lewat kepraktisan transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negatif). Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan memikirkan usulan semua pihak.

Sila Keempat ini juga merupakan suatu asas, bahwa tata pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Atas dasar tersebut, disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat

Landasan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia merupakan Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesa tahun 1945 menyatakan “Perekonomian disusun selaku kerja keras bareng menurut asas kekeluargaan”.

Hal ini memiliki arti dalam aktivitas kerja keras ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling menolong dalam suasana demokrasi ekonomi untuk meraih kemakmuran bareng secara adil. 

Pasal 33 ayat (2) dan (3) menyatakan : (2) Cabang-cabang bikinan yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Dan Pasal 33 ayat (2) dan (3) diatas memastikan bahwa perekonomian di Indonesia sebesar-besarnya ditujukan untuk kemakmuran rakyat.

Mari kita cermati isi pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 di atas! Berdasarkan pasal tersebut bersama-sama perekonomian Indonesia mesti disusun menurut asas kekeluargaan. 

Salah satu wujud kasatmata asas kekeluargaan merupakan adanya koordinasi atau gotong royong dalam membangun perekonomian bangsa.

Mengapa insan perlu bekerjama di bidang ekonomi? 

Untuk memahaminya marilah kita cermati usulan Charles H. Cooley yang menyatakan bahwa timbulnya koordinasi apabila orang  menyadari  bahwa mereka memiliki kepentingan yang serupa dan pada di saat yang bersama-sama memiliki cukup wawasan dan pengendalian terhadap diri sendiri  untuk menyanggupi kepentingan-kepentingan tersebut lewat kerjasama. 

Pada penduduk Indonesia terdapat bentuk kerjasama   yang disebut gotong-royong.

Koentjaraningrat membedakan antara gotong-royong tolong-menolong  dan gotong-royong kerja bakti. Aktivitas tolong-menolong juga terlihat pada acara kehidupan penduduk yang lain, yaitu:

1.   Aktivitas tolong-menolong antara tetangga yang tinggal berdekatan untuk pekerjaan-pekerjaan kecil sekitar rumah dan pekarangan, seumpama menggali sumur, mengubah dinding bilik rumah, membersihkan rumah dan atap rumah dari hama tikus, dan sebagainya.

2.   Aktivitas tolong-menolong antara kaum saudara (dan kerap kali beberapa tetangga yang paling dekat) untuk mengadakan pesta sunat, perkawinan atau upacara adat lain sekitar titik-titik peralihan pada lingkaran hidup individu (hamil, tujuh bulan, kelahiran, melepas tali pusat, kontak pertama dari bayi dengan tanah, pemberian nama, pemotongan rambut untuk pertama kali, pengasahan gigi, dan sebagainya).

3.   Aktivitas impulsif tanpa ajakan dan tanpa pamrih untuk menolong secara impulsif pada waktu seseorang penduduk desa mengalami maut atau bencana. Menurut Koentjaraningrat, gotong-royong kerja bakti semestinya dibedakan antara gotong-royong kerja bakti untuk proyek-proyek yang muncul dari inisiatif atau swadaya warga sendiri dan   gotong-royong  kerja bakti untuk proyek-proyek yang dipaksakan dari atas. 

Gotong-royong kerjabakti yang pertama, selaku kerja bakti yang berasal dari masyarakat, umpamanya hasil keputusan rapat desa yang betul-betul sesuai dan diperlukan oleh penduduk yang bersangkutan. Sedangkan gotong-royong kerja bakti yang kedua seringkali tidak diketahui keuntungannya oleh warga desa dan dinikmati lebih selaku suatu kewajiban dibandingkan dengan selaku suatu kesadaran.

Menurut Soekanto (1978 ) gotong-royong diartikan selaku bentuk koordinasi yang impulsif yang sudah terlembagakan yang mengandung unsur timbal-balik yang sukarela antara warga desa dengan warga desa yang lain dan dengan Kepala Desa serta musyawarah desa untuk menyanggupi keperluan desa, baik yang insindental maupun yang berkala dalam rangka meningkatkan kemakmuran bersama.

Menurut Ter Haar dari sudut aturan adat, gotong-royong dibedakan antara ordeling hulpbetoon dengan wederkering hulpbetoon.

Yang dimaksud dengan ordeling hulpbetoon wajib dilaksanakan dan secara pribadi didasarkan pada aturan aturan adat dan tidak didasarkan pada prestasi di masa kini atau mendatang.

Sedangkan wederkering hulpbetoon ada umpamanya apabila terjadi tolong-menolong kalau orang membuka tanah milik yang sebelumnya sudah dipilih. 

Didalam bahasa Jawa aktivitas yang pertama disebut dengan perumpamaan gugur gunung, sedangkan yang kedua disebut sambat-sinambat

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di sekarang ini wujud koordinasi atau gotong royong dalam membangun perekonomian Indonesia yang cocok pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan koperasi. 

Namun lantaran kurangnya penduduk mengerti dan ikut serta secara aktif membentuk dan mengurus koperasi, eksistensi koperasi belum bisa berkompetisi dengan forum perekonomian yang lain baik perusahaan swasta maupun BUMN.

Pahamilah bahwa sesungguh koperasi merupakan soko guru perekonomian Indonesia. 

Mengapa? 

karena koperasi merupakan suatu tubuh kerja keras yang melaksanakan bisnisnya didasarkan atas azas kekeluargaan. Mari kita cermati keistimewaan koperasi dibandingkan dengan tubuh kerja keras yang lain adalah

Dasar persamaan artinya setiap anggota dalam koperasi memiliki hak bunyi yang sama;

Persatuan, artinya dalam koperasi setiap orang sanggup diterima menjadi anggota, tanpa membedakan, agama, suku bangsa dan jenis kelamin;

Pendidikan, artinya koperasi mendidik anggotanya untuk hidup sederhana, tidak boros dan suka menabung;

Demokrasi ekonomi, artinya imbalan jasa yang diadaptasi dengan jasa masing-masing anggota menurut laba yang diperoleh; dan

Demokrasi kooperatif artinya koperasi dibikin oleh para anggota dijalankan oleh anggota dan kesannya untuk kepentingan anggota.

Berdasarkan keistimewaan ini koperasi sungguh bagus dikembangkan dengan sungguh-sungguh, jujur, dan baik, selaku wahana yang ampuh untuk meraih suatu penduduk yang adil dan makmur.

Pertahanan dan Keamanan Negara erat kaitannya dengan bela Negara. 

Dilihat dari perundang-undangan, kewajiban membela negara  sanggup ditelusuri dari ketentuan dalam Undang-Undang Dasar l945 dan undang-undang nomor 3 tahun 2002 perihal Pertahanan Negara. 

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (1)  ditegaskan bahwa “ tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam kerja keras pertahanan dan keamanan negara”.

Sedangkan dalam Pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa “usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan lewat tata cara pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan POLRI selaku kekuatan utama, dan rakyat selaku kekuatan pendukung”.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2) tersebut, ada beberapa hal yang mesti kita ketahui yaitu 

  • keikutsertaan warga negara dalam pertahanan dan keamanan negara merupakan  hak  dan  kewajiban; 
  • pertahanan dan keamanan negara menggunakan tata cara pertahanan dan keamanan rakyat semesta; 
  • kekuatan utama dalam tata cara pertahanan merupakan TNI, sedangkan dalam tata cara keamanan merupakan POLRI; 
  • kedudukan rakyat dalam pertahanan dan keamanan  selaku kekuatan pendukung. Ketentuan hak dan kewajiban warga negara dalam kerja keras pembelaan negara dan selaku kekuatan pendukung.

Konsep yang dikontrol dalam Pasal 30 tersebut merupakan rancangan pertahanan dan kemanan negara. 

Sedangkan rancangan bela negara dikontrol dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (3) bahwa “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. 

Ikut serta pembelaan negara tersebut diwujudkan dalam aktivitas penyelenggaraan pertahanan negara, sebagaimana ditegaskan dalam UURI Nomor 3 tahun 2002 , Pasal 9 ayat (1) bahwa “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”.

Kemudian   dalam UU RI Nomor 3 tahun 2002 kepingan menimbang abjad (c) ditegaskan antara lain ”dalam penyelenggaraan pertahanan negara setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara...”.

Pertahanan negara merupakan segala kerja keras untuk memepertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keamanan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (Pasal  1 ayat (1) UU Nomor 3 tahun 2002).

Dengan demikian, jelaslah bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diwujudkan dalam keikutsertaannya pada segala kerja keras untuk memepertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keamanan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Kata “wajib” yang dikontrol dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (3) dan UURI Nomor 3 tahun 2002 Pasal 9 ayat (1)  mengandung makna, bahwa  setiap warga negara, dalam kondisi tertentu sanggup dipaksakan oleh negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. 

Namun demikian, di negara kita hingga di sekarang ini belum ada kewajiban untuk mengikuti wajib militer (secara masal) bagi segenap warga negara Indonesia seumpama diberlakukan di beberapa negara lain. 

Sekalipun  demikian, adakalanya orang-orang yang memiliki keahlian tertentu (biasanya sarjana) yang diperlukan negara sanggup diminta oleh negara untuk mengikuti tes  seleksi penerimaan anggota Tentara Nasional Indonesia sekalipun orang tersebut tidak pernah mendaftarkan diri.

Secara spesifik Pertahanan dan Keamanan Negara sanggup dilihat dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 perihal Pertahanan Negara. 

Istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut bukan ”usaha pembelaan negara” tetapi digunakan perumpamaan lain yang memiliki makna sama yakni ”upaya bela negara”. 

Dalam klarifikasi tersebut ditegaskan, bahwa upaya bela negara merupakan sikap dan sikap warga negara yang  dijiwai oleh kecintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelancaran hidup bangsa dan negara.

Berdasarkan pemahaman upaya bela negara, apakah kalian pernah ikut serta dalam kerja keras pembelaan negara? 

Apabila kalian pernah ikut serta menjaga wilayah negara tergolong wilayah lingkungan sekitar dari gangguan atau ancaman yang membahayakan kesela-matan bangsa dan negara memiliki arti kalian sudah berpartisipasi   dalam kerja keras pembelaan negara.

Sikap hormat terhadap bendera, lagu kebangsaan, dan menolak campur tangan pihak abnormal terhadap kedaulatan NKRI juga menampilkan suatu sikap dalam kerja keras pembelaan negara.

Dengan demikian pemahaman kerja keras pembelaan negara tidak terbatas memanggul senjata, tetapi termasuk banyak sekali sikap dan langkah-langkah untuk meningkatkan kemakmuran warga negara.

Untuk meningkatkan kemakmuran warga negara, umpamanya dengan kerja keras untuk merealisasikan keamanan lingkungan, keamanan pangan, keamanan energi, keamanan ekonomi.

UURI Nomor 3 Tahun 2002 menegaskan, bahwa  pertahanan negara berfungsi untuk merealisasikan dan menjaga seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia selaku satu kesatuan (Pasal 5)  Sedangkan yang dimaksud dengan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia selaku satu kesatuan pertahanan, bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh wilayahdan menjadi tanggung jawab segenap bangsa.

Atas dasar tersebut, maka koordinasi segenap warga negara dalam upaya pembelaan negara bukan cuma dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam lingkungan terdekat di mana kita berdomisili. 

Artinya menjaga keutuhan wilayah lingkungan kita tidak sanggup dipisahkan dari keutuhan wilayah negara secara keseluruhan. (ingat konsep/prinsip Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional).

Setiap orang memiliki kewajiban untuk bekerjama menjaga keutuhan dan keamanan serta ketertiban wilayah sekitarnya mulai dari lingkungan rumah sendiri,  lingkungan penduduk sekitar, sampai  lingkungan wilayah yang lebih luas. 

Adapun bentuk koordinasi warga penduduk dalam menjaga lingkungannya antara lain lewat aktivitas tata cara keamanan lingkungan (Siskamling), ikut serta menanggulangi  jawaban tragedi alam,   ikut serta menangani kerusuhan masal, dan pertentangan komunal. 

Bencana alam khususnya banjir  terlihat sudah menjadi tragedi nasional, lantaran nyaris seluruh wilayah nusantara terkena tragedi tersebut.

Oleh lantaran itu, perlu ada gerakan bareng untuk menguranginya. Misalnya dengan gerakan bikin serapan air sebanyak mungkin di lingkungan kita masing – masing.

Membuat serapan air dengan teknologi sederhana biopori ternyata mudah, murah dan sanggup dilaksanakan oleh siapa saja. Lokasi untuk bikin serapan juga tidak memerlukan tanah yang luas

Kerjasama dalam penyelenggaraan pertahanan negara sanggup diwujudkan dalam langkah-langkah upaya bela negara.

Salah satu sasaran yang mesti dibela oleh setiap warga negara merupakan wilayah negara.  

Wilayah negara (teritorial) merupakan wadah, alat, dan kondisi juang   bagi berlangsungnya penyelenggaraan upaya bela negara.

Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk melakukan pekerjaan sama menjaga keutuhan wilayah negara  sesuai dengan posisi dan kemampuannya masing-masing.

Kalian selaku siswa Sekolah Menengah Pertama berkewajiban untuk bekerjamsa menjaga keamanan lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya masing-masing dari banyak sekali ancaman dan gangguan yang dihadapi.


Kerjasama (cooperation) dimaksudkan selaku kerja keras bareng antara orang individual atau kalangan insan untuk meraih suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola koordinasi sanggup ditemui pada semua kalangan manusia.

Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.

Atas dasar itu anak tersebut akan menggambarkan bermacam-macam referensi koordinasi setelah ia menjadi dewasa.

Bentuk koordinasi tersebut meningkat apabila orang sanggup digerakkan  untuk meraih suatu tujuan bareng dan mesti ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai fungsi bagi semua.

Kerjasama muncul apabila orang menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan-kepentingan yang serupa dan pada di saat yang bersama-sama memiliki cukup wawasan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk menyanggupi kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang serupa dan adanya organisasi merupakan faktor-faktor yang penting dalam koordinasi yang berguna. (Soekanto, 2002 : 73).

Seperti dimengerti penduduk Indonesia merupakan penduduk yang beraneka ragam baik dilihat dari faktor bahasa, budaya, agama, maupun kelompok-kelompok sosial.

Dalam penduduk beraneka ragam seumpama Indonesia, Kerjasama ini bukan saja selaku sebuah  kewajiban, tetapi lebih suatu keperluan bagi seseorang.

Untuk sanggup bermitra setiap orang selaku anggota penduduk mesti membuatkan sikap-sikap yang mendukung terjadinya koordinasi dalam masyarakat.

Arti penting kerja sama dalam banyak sekali bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa  dan  bernegara  akan  memperkokoh  persatuan  dan  kesatuan bangsa. 

Oleh  karena  itu,  kita  harus  menyadari  adanya  keberagaman  dalam kehidupan di masyarakat. Adanya keberagaman itu, justru mendorong setiap warga negara membuatkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Oleh lantaran itu, dalam pergaulan di masyarakat, setiap warga negara mesti menjauhkan diri dari sikap eksklusivisme.

Sikap eksklusivisme sanggup memecah belah persatuan  dan  kesatuan  bangsa  karena  membuat  kelompok  sendiri  tanpa mau  melakukan  kerja  sama  dengan warga  negara  lainnya  dalam  banyak sekali bidang kehidupan untuk meningkatkan bangsa dan negara Indonesia.

Lalu apa faedah koordinasi untuk kepentingan pribadi insan itu sendiri? 

Kusnadi (2003) menyampaikan bahwa menurut observasi koordinasi memiliki beberapa manfaat, yakni selaku berikut:

  • Kerja sama mendorong kompetisi di dalam pencapaian tujuan dan kenaikan produktivitas.
  • Kerja sama mendorong banyak sekali upaya individu biar sanggup melakukan pekerjaan lebih produktif, efektif, dan efisien.
  • Kerja sama mendorong terciptanya sinergi sehingga ongkos operasionalisasi akan menjadi kian rendah yang menyebabkan kesanggupan berkompetisi meningkat.
  • Kerja sama mendorong terciptanya relasi yang serasi antarpihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.
  • Kerja sama bikin praktek yang sehat serta meningkatkan semangat kelompok.
  • Kerja sama mendorong ikut serta memiliki suasana dan kondisi yang terjadi dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan suasana dan kondisi yang sudah baik.

Sikap positif Mewujudkan Kerjasama dalam Berbagai Lingkungan Kehidupan sanggup dilihat selaku berikut.

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan lingkungan yang paling efektif untuk menaaamkan nilai-nilai, baik nilai agama, sopan santun, disiplin, tergolong nilai-nilai Pancasila.

Dalam keluarga, setiap orang memiliki kedudukan dan kiprah masing-masing. Misalnya, Ayah merupakan kepala keluarga, ia bertugas mencari nafkah.

Selain itu, Ayah juga merupakan pemimpin keluarga yang bertugas mengarahkan semua anggota keluarga biar menjadi baik.

Dalam menjalankan tugasnya, Ayah di bantu oleh Ibu. Ibu bertugas mengendalikan rumah dan menjaga serta mendidik anak-anak.

Dalam mengendalikan rumah, tentu ibu tidak melakukan pekerjaan sendirian, melainkan di bantu oleh anakanak. Anak-anak mesti menolong ibu melakukan pekerjaan rumah, seumpama menyapu, menyiram tanaman dan sebagainya.

Dengan demikian, perwujudan koordinasi dalam kehidupan sehari-hari sanggup dilaksanakan dengan cara bersama-sama membersihkan rumah tempat tinggal, melakukan pekerjaan sama antaranggota keluarga, kedisiplinan dalam banyak sekali hal, musyawarah dalam menyelesaikan kasus keluarga, tolong-menolong, kasih sayang dengan anggota keluarga, dan banyak sekali sikap serta sikap positif lainnya

Kehidupan di sekolah merupakan bentuk miniatur dalam kehidupan bermasyarakat, oleh alasannya itu nilai-nilai yang meningkat di sekolah pun banyak yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila.

Kerjasama di sekolah tentu sungguh diharapkan lantaran aktivitas di sekolah tidak akan berjalan kalau komponen-komponen yang berada di sekolah tidak bermitra antara satu dan yang lainnya. Misalnya, kepala sekolah bertugas memimpin sekolah dan bikin program-program sekolah.

Guru bertugas mendidik belum dewasa dan menjalankan program-program yang sudah ditetapkan. Penjaga sekolah bertanggung  jawab menjaga kebersihan dan bersama-sama satpam menjaga keamanan sekolah.

Adapaun para siswa selain berkewajiban menimba ilmu dengan sungguh-sungguh, juga mesti ikut serta memelihara lingkungan sekolah dan mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah.

Contoh lain koordinasi siswa di sekolah diwujudkan lewat partisipasi katif dalam pembentukan pengelola kelas yang berisikan ketua kelas, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksinya.

Dalam lingkungan penduduk banyak sekali aktivitas yang memerlukan koordinasi biar aktivitas itu sanggup berjalan lancar, terasa lebih gampang serta berhasil.

Kerjasama di lingkungan kelurahan misalnya, sanggup berupa kerja bakti membersihkan selokan dan lingkungan sekitarnya. 

Contoh yang lain yakni bareng membangun jembatan, membersihkan lingkungan, dan sebagainya.

Dalam kasus penyimpangan sosial, seumpama mengusik ketertiban, penduduk sanggup melakukan pekerjaan sama untuk mencari solusi secara mandiri.

Begitu pula, kalau terjadi masalah, seumpama petaka atau minimnya fasilitas sosial (dalam bidang pendidikan, perhubungan, ekonomi, dan sebagainya) penduduk sanggup melakukan pekerjaan sama mengupayakan banyak sekali bantuan.

Berbagai problem tersebut sanggup diupayakan penyelesaiannya lewat bentuk- bentuk kerja sama yang menjadi tradisi dalam penduduk kita, seumpama musyawarah atau gotong royong.

Masyarakat yang demikian merupakan cermin penduduk madani. 

Mereka tidak cuma berdikari dalam mengupayakan pertumbuhan bersama, tetapi juga turut terlibat secara aktif untuk menyelesaikan banyak sekali kasus sosial.


Related : Pkn Vii Kepingan 5 Kolaborasi Dalam Banyak Sekali Bidang Kehidupan

0 Komentar untuk "Pkn Vii Kepingan 5 Kolaborasi Dalam Banyak Sekali Bidang Kehidupan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close