Hubungan Menentukan Jodoh Dengan Training Pendidikan Sopan Santun Anak


BAB IV
KONSEP MEMILIH JODOH DALAM ISLAM DAN  HUBUNGANNYA DENGAN PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA ANAK
HUBUNGANNYA DENGAN PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA ANAK Hubungan menentukan Jodoh dengan Pembinaan Pendidikan Akhlak Anak

A.    Hubungan menentukan Jodoh dengan Pembinaan Pendidikan Akhlak Anak        
Perhatian terhadap bawah umur oleh syari’at Islam telah dimulai semenjak mereka belum dilahirkan, yaitu ketika Rasul yang mulia memerintahkan kaum Muslim untuk mencari calon suami atau istri yang baik. Kriteria pasangan hidup harus didasarkan atas asas takwa dan kesalihan, jelasnya nasab dan kehormatan para calon itu.[1] Perkawinan yang didasarkan atas asas inilah yang nantinya akan melahirkan bawah umur yang suci dari segala segi, tercetak dengan akhlak-akhlak Islam yang mulia, serta adat istiadat hidup berumah tangga yang bahagia. Anak-anak itu akan mengisap dan menyedot susu kemuliaan dan keutamaan dari para orang renta mereka, dan secara alami mencerap sifat-sifat yang baik dan perilaku-perilaku yang mulia. Adapun prose pendidikan pralahir yaitu semenjak menentukan jodoh yang berkualitas, cara melaksanakan senggama, dan kehamilan (proses bencana manusia).
Kelima proses penciptaan insan tersebut di atas yaitu merupakan momen-momen penting bagi kedua orang renta khususnya ibu yang mengandungnya, untuk mulai mendidiknya sesuai dengan prosesproses itu, baik melalui pendekatan religius-spiritual, psikologis, sosiologis, psikoterapi, kesehatan fisik, dan lain sebagainya.
Secara kodrati setiap orang renta semenjak zaman dahulu (Adam as), hingga kini dan yang akan datang, berkeinginan untuk mendidik dan mengajar anaknya, namun bagi orang yang beriman hal itu bukan hanya sekedar menuruti dorongan kodratnya semata, tetapi lebih dari itu yaitu “dalam rangka melaksanakan perintah wajib yang telah digariskan oleh Allah Swt. Dengan demikian beban yang diberikan kepada orang renta semoga bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya memang tumbuh dari naluri orang renta (faktor pembawaan)”.[2]
Bila kita baiklah dengan adanya pandangan yang mengungkapkan bahwa “dalam diri insan itu terdapat kemampuan dasar atau fitrah “prepoten retlexes” baik rohaniah maupun jasmaniah, yang tidak sanggup berkembang dengan baik tanpa bimbingan dari pendidik, maka berarti insan memerlukan pendidikan dalam arti yang luas”[3]. Kebutuhan terhadap pendidikan tersebut bukan hanya sekedar untuk menyebarkan aspek-aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan kemampuan dasar tersebut kepada contoh hidup yang dihajatkan insan dalam bidang duniawiah, dalam bidang fisik/materiil dan mental/spiritual yang harmonis. Oleh lantaran itu di dalam apa yang disebut “keharusan pendidikan” bahwasanya mengandung aspek-aspek, yaitu:
1.     Aspek Pedagogis
Dalam hal ini, insan dipandang sebagai mahluk yang disebut “homo educandum”, yaitu makhluk yang sanggup dididik. Dalam istilah lain, insan dikategorikan sebagai “animal educable” yaitu “sebangsa hewan yang sanggup dididik, sedangkan hewan selain insan hanya sanggup dilakukan. “Dressur” (dilatih sehingga sanggup mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah)”[4].
A. Portman, menyerupai yang dikutip oleh M. Said, mengemukakan teorinya ihwal kelahiran insan yang terlalu dini, yang menjadi dasar bagi perkiraan pertama dalam dunia ilmu pendidikan. Menurut A. Portman: “Manusia seharusnya berada di dalam kandungan ibunya selama satu bulan untuk sanggup mencapai tingkat perkembangan yang lebih sempurna”[5].  Jadi keadaan masih belum “fixed”, artinya masih terbuka bagi perkembangan selanjutnya. Malahan A. Portman juga mengungkapkan bahwa: “Manusia dalam tahun pertama melengkapi perkembangannya dengan syarat hidup secara insan normal yaitu bediri tegak, berbahasa dan berperilaku yang dikemudikan  oleh akalnya”[6].
Keadaan yang lemah, tidak berdaya, belum siap inilah yang mengakibatkan anak insan sanggup dididik dan perlu dididik atau “homo educandum et  educable[7].  Inilah yang menjadi perkiraan pertama dalam pendidikan. Karena kelahirannya yang sangat dini naluri insan tidak sanggup berkembang sepenuhnya. Oleh lantaran itu perlu adanya pendidik yang sanggup mengarahkan naluri insan semoga sanggup berkembang sepenuhnya.
Asumsi kedua yang diterima dalam ilmu pendidikan ialah ihwal “perkembangan anak insan semenjak lahir yang tidak terus menerus menyerupai air mengalir, tapi berfase-fase menyerupai tetesan air hujan yang bertautan dengan tiap tetesan merupakan satu kesatuan”[8].  Suatu fase mengambil bentuk yang sebenar-benarnya yang tidak sanggup dijabarkan dari fase yang mendahuluinya dan tahap yang berikutnya lantaran satu sama lain berbeda sekali.
Jadi berdasarkan aspek pedagogis, pendidikan berfungsi untuk memanusiawikan manusia, yang dengan tanpa pendidikan sama sekali, insan tidak  dapat menjadi  manusia yang sebenarnya.
2.     Aspek psychologis
Aspek ini memandang insan sebagai makhluk yang disebut “psycho physiek netral”, yaitu “makhluk yang mempunyai kemandirian jasmaniah dan rohaniah”[9]. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya insan memerlukan pendidikan. Kerena dengan pendidikan, maka petumbuhan dan perkembangan tersebut mendapat kemungkinan untuk mencapai titik maksimum kemampuannya. Bila pendidikan yang diperoleh baik, maka pertumbuhan dan perkembangannya sanggup menjadi bimbingan bagi proses pendidikan insan sebagai individu yang harus hidup dalam masyarakat.
3.     Aspek Sosiologis dan Culturil
Aspek inilah yang memandang insan bukan hanya “psycho physiek netral”, akan tetapi juga “homo socius”. Yaitu “makhluk yang berwatak dan berkelakuan dasar atau mempunyai instink untuk hidup bermasyarakat”[10]. Sebagai makhluk sosial, insan harus mempunyai rasa tanggung jawab sosial yang dibutuhkan dalam menyebarkan inter relasi (hubungan timbal balik) dan inter agresi (saling dampak mempengaruhi) antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup masyarakat beradab.
Bila insan sebagai makhluk sosial yang bertanggung jawab sosial itu berkembang, maka berarti pula insan itu sendiri yaitu makhluk yang berkebudayaan baik materiil maupun moril. Sebagai salah satu instink insan yaitu kecenderungan untuk mempertahankan segala apa yang dimiliki termasuk kebudayaannya. Oleh kerena itu, maka insan perlu melaksanakan transformasi dan transmisi kebudayaannya kepada generasi yang mengganti dikemudian hari. “Dalam aspek culturil ini, maka pendidikan dibutuhkan untuk transformasi dan transmisi (pemindahan dan penyaluran serta pengoperan) kebudayaan dari generasi renta kepada generasi muda”[11].  Tanpa melalui proses pendidikan maka hal tersebut tidak terlaksana, jadi antara tanggung jawab sosial dengan transformasi dan transmisi culturil tersebut terdapat relasi kausal.
4.     Aspek Filosofis
Menurut pandangan filsafat, insan yaitu makhluk yang disebut “homo sapien” yaitu “makhluk yang mempunyai kemampuan untuk cerdik pengetahuan”[12]. Salah satu instink insan yaitu ingin mengetahui hal-hal yang belum diketahui yang disebut instink neugirig atau ciuriosity. Dengan instink ini maka insan selalu cenderung untuk memperoleh pengetahuan ihwal segala sesuatu di sekelilingnya. Kemampuan instink tersebut yang memperlihatkan kemungkinan insan untuk sanggup dididik dan diajar. Sehingga sanggup menangkap  segala sesuatu yang diajarkan. Pengertian yang telah dipahami itu kemudian menjadi suatu rangkaian pengertian yang terbentuk menjadi ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain, melalui proses berguru dan diajar, insan pada kesudahannya menjadi makhluk yang cerdik pengetahuan.
5.     Aspek Religius
Yaitu “aspek pandangan yang mengakui bahwa insan yaitu makhluk yang disebut “homo divinans” (makhluk berketuhanan) atau disebut “homo religius” (makhluk beragama)”[13]. Adapun kemampuan dasar yang mengakibatkan insan menjadi makhluk berketuhanan atau beragama itu yaitu lantaran di dalam jiwa insan terdapat suatu “instink religious” atau “natural liter religiosa”, yang perkembanganya bergantung pada perjuangan pendidikan sebagaimana halnya dengan instink-instink lainya. Oleh lantaran itu, tanpa proses pendidikan instink tersebut tidak akan berkembang sewajarnya dan maksimal. Sehingga pandidikan keagamaan mutlak dibutuhkan untuk menyebarkan instink tersebut.
Kelima aspek tersebut yang menjadi alasan perlunya pendidikan dalam kehidupan manusia. Karena insan yaitu makhluk yang berkembang, maka untuk bisa mencapai perkembangan yang maksimal pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Pendidikan sebaiknya diberikan sedini mungkin dengan persiapan yang matang. Semakin dini pendidikan itu diberikan, maka diharapkan hasilnya juga semakin baik.  Menurut pendapat Sutari Imam Barnadib, persiapan pendidikan dimulai pada ketika pemilihan jodoh, yaitu dengan mempertimbangkan “bibit, bebet dan bobot”. Sebagai berikut[14]:
1.     Bibit
Bibit atau  lebih kita kenal dengan sebutan keturunan, sangat penting sekali dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan pendamping hidup. Kaprikornus dalam menentukan pendamping hidup diutamakan berasal dari keturunan yang baik-baik, lantaran bila tidak, dikhawatirkan akan mempengaruhi keturunannya.
2.     Bebet
Selain mempertimbangkan bibit, pribadi dari calon pendamping atau dalam ungkapan jawa dikenal sebagi “bebet” juga tidak kalah pentingnya lantaran menyangkut orangnya secara langsung. Untuk itu perlu juga bagi orang yang akan menentukan pendamping hidup mempertimbangkan kepribadian dari calon pendampingnya, bagaimana sikap dan tampangnya, bagaimana wataknya, sehatkah, pantaskah, haluskah, tegaskah, keras dan lain-lain.
3.     Bobot
Yang menjadi pertimbangan lain bagi seseorang ketika menentukan calon pendamping yaitu “bobot”, apakah calon pendampingnya anak orang berada atau cukupan atau kurang. Apakah calon pendampingnya sanggup mencari nafkah untuk hidup berkeluarga kelak. Kaprikornus dalam hal “bobot” atau harta kekayaan ataupun kemampuan dalam mencari nafkahpun dijadikan pertimbangan pula, dengan impian semoga keturunanya kelak bisa tercukupi kebutuhannya.
Ketiga istilah yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan pendamping hidup tersebut, hingga ketika ini masih banyak dilakukan/dipraktekan orang. Hal itu tidak dipandang sebagai sesuatu yang salah. Karena menyerupai apa yang diungkapkan oleh prof. Brodjonegoro, ketiga hal tersebut merupakan langkah yang paling awal atau persiapan bagi  pendidikan anak dengan impian semoga keturunanya nanti menjadi anak yang baik, baik fisik maupun non fisik, serta tercukupi kebutuhannya.
“Di samping itu, bayi yang gres lahir yaitu produk/hasil dari dua keluarga”[15]. Sejak ketika pembuahan dan seterusnya, kehidupan gres itu akan tetap berlangsung dan dipengaruhi oleh banyak stimuli dari lingkungan yng berbeda. Setiap stimuli (rangsang-rangsang) ini secara terpisah dan berbarengan dengan stimuli yang lain akan membantu dalam membentuk potensi-potensi perkembangan dan tingkah laris anak yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Hal tersebut yang mengakibatkan pentingnya mempertimbangkan banyak sekali hal dalam menentukan jodoh semoga keturunan yang dihasilkan benar-benar merupakan produk yang unggul.



               [1] Husain Mazhahiri, Membangun Keluarga Bahagia, Konsep Islam dalam Mewujudkan Keluarga yang Harmonis dan Bahagia, (Jakarta: Iqra’ Kurnia Gemilang, 2004), hal. 159.
               [2] Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 3.

               [3] Ibid., hal. 4.
               [4] Ibid., hal. 4.

               [5] Muhammad Said, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 16.

               [6] Ibid., hal. 17.

               [7] Ibid., hal. 17.
               [8] Ibid., hal. 20.

               [9] Jalaluddin, Mempersiapkan...., hal. 17.

               [10] Ibid., hal. 17.

               [11] Ibid., hal. 21.

               [12] Ibid., hal. 21.
               [13] Ibid., hal. 21.
               [14] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Dudi Offset, 1987), hal. 27.
               [15] L. Crow & A. Crow, Psychologi Pendidikan, (Yogyakarta: Nurcahaya,, 1989), hal. 41.

Related : Hubungan Menentukan Jodoh Dengan Training Pendidikan Sopan Santun Anak

0 Komentar untuk "Hubungan Menentukan Jodoh Dengan Training Pendidikan Sopan Santun Anak"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close